Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Negara Berkonflik Butuh Mediator

Astri Novaria Laporan dari Hiroshima, Jepang
22/2/2018 07:45
Negara Berkonflik Butuh Mediator
(ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

WAKIL Presiden Jusuf Kalla mengatakan setiap negara atau wilayah berkonflik harus berani melibatkan mediator. Hal itu disampaikan Wapres saat menyampaikan kuliah umum berjudul Ketidakcocokan antara Konflik dan Peradaban seusai menerima gelar doktor honoris causa bidang perdamaian dan pembangunan dari Universitas Hiroshima Jepang, kemarin. Gelar itu diberikan karena upaya perdamaian yang telah dilakukan Kalla di sejumlah konflik di Tanah Air.

"Setiap konflik selalu melibatkan ego yang besar dari setiap pihak. Setiap pihak memiliki kesombongan untuk meneruskan pertarungan. Oleh karena itu, mediator dapat menjadi jembatan untuk menurunkan ego dan kesombongan itu," kata Kalla.

Terkait konflik internal di suatu negara, pemerintah harus segera melibatkan diri. Jangan menganggap setiap kelompok masyarakat yang sedang berkonflik selalu memiliki cara menyelesaikan konflik.

"Dalam sebuah konflik, asumsi tersebut tidak berlaku. Negara harus menggunakan otoritasnya untuk menghentikan konflik, secepat mungkin dan tanpa syarat. Negara tidak boleh memberikan kesempatan untuk memperpanjang konflik," kata JK.

Ia juga mengingatkan pemerintah bersama mediator harus mengikutsertakan prinsip take and give guna membujuk pihak-pihak yang sedang berkonflik. Prinsip itu lebih tepat ketimbang metode zero sum game (nol keuntungan dan nol kerugian).

Menurut dia, prinsip memberi dan menerima selalu berhasil dalam penyelesaian konflik. "Mediator harus menemukan titik itu sehingga tidak ada pihak yang merasa superior ketimbang yang lain," jelasnya.

Dikatakan Kalla juga bahwa sejarah menunjukkan bahwa umat manusia telah memiliki pengalaman panjang dalam konflik dan kekerasan, dari waktu ke waktu, generasi ke generasi. Saat ini, sambung Kalla, tantangan terbesar adalah aktor nonnegara dengan ideologi tunggal, utopia yang mengarah kepada into-leransi dengan radikalisme.

Ditemui di tempat yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang turut mendampingi Kalla menilai gelar kehormatan yang diberikan Universitas Hiroshima kepada Kalla merupakan sebuah simbol bukan hanya untuk Indonesia tetapi untuk perdamaian dunia. "Menurut saya Bapak Jusuf Kalla bisa menjadi global special envoy," tegasnya.

Batasi pergaulan

Dari Brisbane, Australia, kemarin, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta masyarakat muslim Indonesia yang tinggal di luar negeri membatasi pergaulan dengan kelompok Islam radikal di negara tempat mereka bermukim.

"Apabila seseorang tidak mampu melakukan deradikalisasi terhadap kelompok itu, sebaiknya ditinggalkan. Daripada akhirnya dirinya yang terpengaruh," katanya menjawab pertanyaan wartawan Media Indonesia Emir Chairullah di University of Queensland.

Hal itu menanggapi fenomena masyarakat yang tinggal di luar negeri bergabung dengan kelompok Islam garis keras. Bahkan beberapa waktu lalu seorang WNI bergabung dengan Islamic State (IS) setelah menempuh ilmu di Australia.

Haedar mengakui penyebaran radikalisme di Indonesia dan di berbagai negara mulai mengkhawa-tirkan kalangan Muhammdiyah. Karena itu, pihaknya bersama NU menghadang upaya penyebaran tersebut di Indonesia. "Kita tidak biarkan Islam di Indonesia menjadi radikal konservatif. Jadikan Islam di Indonesia moderat," tegasnya.

Ia menambahkan, Muhammadiyah terus menawarkan moderasi untuk mengatasi fenomena radikal-isme dan terorisme di Indonesia. "Deradikalisasi boleh saja, tapi itu dalam kondisi darurat. Dalam keseharian, moderasi ini bisa diterima banyak kalangan," jelasnya.

Lebih jauh Haedar meminta pemerintah Indonesia mengutamakan penegakan hukum yang objektif dalam mengatasi radikalisme. Pemerintah pun diharapkan bisa menyelesaikan masalah radikalisme maupun terorisme lewat pengadilan yang obyektif. "Minimal kita bisa mengetahui motif seseorang berbuat radikal," cetus dia. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya