Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PEMBENTUKAN armada ketiga TNI-AL di kawasan tengah yang sejalan dengan program 100 hari kerja Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah rampung. Armada baru yang telah dilengkapi infrastruktur dan prajurit itu rencananya akan diresmikan paling lambat pada April mendatang.
Kepala Staf TNI-AL (KSAL) Laksamana Ade Supandi mengatakan pihaknya kini tinggal menunggu legalitas berupa keppres agar armada ketiga itu segera beroperasi. Menurut dia, pembentukan armada ketiga sejatinya sudah lama direncanakan, tetapi hingga kini belum terealisasi.
“Bagi TNI-AL yang penting peresmian dulu. Kalau kekurangan infrastruktur, itu bisa dilakukan bertahap. Apalagi, Panglima armada, kan pada dasarnya berkantor di kapal, bukan di daratan,” ujar Ade seusai membuka Rapat Pimpinan TNI-AL Tahun 2018 di Mabes TNI-AL, Jakarta, kemarin.
Saat ini TNI-AL hanya memiliki dua markas armada, yakni Komando RI Kawasan Barat (Koarmabar) di Jakarta dan Komando RI Kawasan Timur (Koarmatim) yang berpusat di Surabaya. Beban dua armada itu dinilai terlalu berat, apalagi untuk menjaga wilayah perairan dengan luas sekitar 3,2 juta kilometer persegi.
Nantinya markas armada ketiga ditempatkan di wilayah Sorong, Papua, dan akan berganti nama menjadi Koarmatim. Koarmatim yang awalnya di Surabaya dipindahkan ke Makassar, Sulsel, dan menjadi Komando RI Kawasan Tengah (Koarmateng).
Kendati beban pejagaan wilayah nantinya sedikit berkurang dengan kehadiran armada ketiga, pemenuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI-AL dinilai masih jauh dari standar kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF), yakni 35%-40%. Realitas itu diakui Ade lantaran alutsista TNI-AL berbeda dengan matra AD dan AU.
Mantan Koarmatim itu mengemukakan pembelian alutsista untuk TNI-AL memerlukan negosiasi lebih banyak. Misalnya, ketika hendak membeli kapal perang, bukan hanya kapalnya, tetapi juga harus didiskusikan mendetail konfigurasi di dalamnya.
“Konfigurasi ada yang kita beli dari AS, Belanda, Prancis, Jerman, Norwegia, dan mungkin dari Australia. Konfigurasi merupakan masalah baru karena integrasi sistem kapal bukanlah pekerjaan gampang. Apalagi, kapal selam yang memiliki kriteria operasi unik dan tidak pernah kita ketahui.”
Selain masalah alutsista, KSAL berharap perwira TNI-AL mampu menjawab tantangan kekinian dengan meningkatkan kemampuan akademik dan bukan hanya fokus pada kemampuan profesi militer. (Gol/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved