Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENGAJUAN bukti berupa dokumen yang dibawa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dinilai tidak kuat.
Tim kuasa hukum Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhumkam) menilai 32 macam dokumen tertulis yang dibawa HTI dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, tidak kuat. Pasalnya, pengajuan bukti oleh HTI bukan merupakan dokumen asli.
“Bukti-bukti Penggugat tidak membuktikan dalih-dalih Penggugat. Bukti-Bukti Penggugat tidak kuat, karena sebagian tidak menunjukkan aslinya, dan sebagian merupakan berita-berita online,” kata anggota tim Kuasa Hukum Kemenhumkam I Wayan Sudirta, dalam sidang lanjutan terkait gugatan atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Pembubaran HTI, Kamis (11/1).
Salah satu Kuasa Hukum Kemenhumkam Hafzan Taher juga menyebut, Pemerintah membubarkan HTI karena organisasi kemasyarakatan (Ormas) ini mengajarkan dan mengembangkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Bukan saja bertentangan dengan Pancasila, tapi justru mengubur Pancasila. HTI ajarannya ingin mendirikan khilafah.
“HTI anti Pancasila. Mereka ingin menghancurkan sekat-sekat nasionalisme. Artinya, ingin menghancurkan NKRI,” ujar Hafzan.
Kuasa hukum lainnya Achmad Budi Prayoga menyatakan, sebagian besar masyarakat menolak khilafah. Karena khilafah tidak mencerminkan Bhinneka Tunggal Ika.
"Ini jangan diartikan bahwa seolah-olah pemerintah membatasi dakwah. Mereka menuduh pemerintah islamophobia, seolah-olah menurut mereka bahwa pemerintah anti Islam," katanya.
Sementara itu, kuasa Hukum HTI Gugum Ridho Putra menyatakan sejatinya dokumen kopian yang dibawa sudah berdasarkan dokumen asli. "Yang diajukan jelas objek sengketanya jelasan SK-nya. Yang kita ajukan itu SK pembubaran kita, itu bentuknya salinan copy dari notaris langsung," ujar Gugum.
"Harusnya disampaikan langsung tapi Kemenkumham malah menyampaikan ke notaris, itu bukan lawyer-nya, tidak bisa mewakili kita. Sampai hari ini secara hukum kita belum menerima," ujar Gugum.
Sementara itu, pihak Kemenhumkam menyerahkan dokumen ke notaris karena pembentukan HTI atas nama notaris.
Oleh karena itu, lanjut Gugum, dia meminta kepada Majelis Hakim agar mampu menghadirkan salinan aslinya. "Yang kita hadirkan tadi salinan copy sesuai aslinya dan kami meminta majelis menghadirkan yang asli," tutur dia.
Selain itu, lanjut dia, ada juga bukti lain yang diajukan oleh HTI. Bukti tersebut adalah pemberitaan-pemberitaan yang ada di media.
"Sesudah itu bukti lain, yakni pemberitaan di media bahwa rencana pemerintah membubarkan HTI itu sudah sejak 8 Mei 2017, saat itu belum ada Perppu, masih undang-undang yang lama UU No.17 tahun 2013,” terang Gugum lagi.
Jadi, lanjut Gugum, sebetulnya bernegaralah yang baik. Kalau mau memberi sanksi, harus sesuai hukum dan diproses dengan benar. "Kalau ingin memproses kita yang pakai dulu undang-undang yang ada itu, yakni UU No.17/2013 karena saat itu masih berlaku undang-undang yang lama," ucap dia. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved