Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Mendorong Pertumbuhan, Menjamin Pemerataan

16/8/2017 09:21
Mendorong Pertumbuhan, Menjamin Pemerataan
()

Ditengah ketidakpastian perekonoman global yang antara lain dipengaruhi oleh faktor kebijakan moneter Amerika Serikat yang akan menaikkan tingkat suku bunga the Fed Fund Rate (FFR), kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah pemerintahan baru, masih lemahnya perekonomian EU dan Jepang, meningkatnya proteksionisme (Brexit dan kebijakan perdagangan AS) serta keberlanjutan rebalancing ekonomi Tiongkok, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan perbaikan yang nyata. Kondisi makro ekonomi stabil dengan kualitas pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik.

Dibanding banyak negara lainnya, baik negara maju maupun negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi. Pertumbuhan ekonomi dapat kembali pada level 5,02% pada tahun 2016, naik dibandingkan tahun 2015 yakni sebesar 4,88%. Walaupun tumbuh 5%, namun tingkat pengangguran turun dari 6,18% pada tahun 2015 menjadi 5,61% pada tahun 2016 dan tingkat kemiskinan turun dari 11,2% tahun 2015 menjadi 10,7% tahun 2016. Capaian ini diikuti dengan menurunnya tingkat kesenjangan antar penduduk, ditunjukkan oleh semakin membaiknya gini ratio yang kembali pada level 0,39 persen setelah selalu di atas 0,4% sejak tahun 2011. Ini, menunjukkan perbaikan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang berarti.

Sejalan dengan penurunan tersebut, stabilitas ekonomi terus terjaga dengan baik. Inflasi dalam dua tahun terakhir dapat dijaga pada level 3 persen, turun secara signifikan dari 8,36% pada tahun 2014. Pada tahun 2016, inflasi mencapai 3,02% atau lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 3,35% persen. Hal itu terutama dapat dicapai dengan terkendalinya harga komoditi pangan pokok, terutama beras, daging dan minyak goreng didukung oleh produksi yang meningkat serta keberhasilan pengendalian harga dan kelancaran distribusinya.

Momentum perbaikan ini terus berlanjut pada tahun 2017. Pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2017 mencapai sekitar 5,01 persen, membaik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun 2016. Laju inflasi bulan juni 2017 dapat dijaga pada level 2,38 persen (ytd) atau 4,37 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir yang mencapai 5,5 persen (yoy) dan tingkat pengangguran semakin membaik yakni 5,33 persen, mengalami penurunan dibandingkan dengan agustus 2016.

Walaupun secara umum sudah terjadi perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi, namun percepatan mengurangi kesenjangan dan memutus rantai kemiskinan, rantai pengangguran, rantai ketimpangan dan kesenjangan sosial mutlak kita perlukan dalam rangka menuju masyarakat yang lebih sejahtera.

Patut kita sadari bersama bahwa pekerjaan rumah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana diamanahkan dalam Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945 belumlah selesai. Momentum perbaikan perekonomian ini harus dijaga dan dikawal dengan berbagai kebijakan yang berkualitas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi dan berkualitas.

Mengurangi ketimpangan antar wilayah: Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Proyek Strategis Nasional (PSN)
Nawacita pada poin 3 sudah memberikan arahan bahwa salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan antar wilayah dan antar pendapatan adalah dengan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Sejalan dengan nafas Nawacita, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjalankan tugas besar yaitu untuk mengkoordinasikan kementerian terkait untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek strategis nasional melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi ke semua daerah melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dalam upaya mengurangi ketimpangan antar daerah, pembangunan proyek infrastruktur dan pembangunan kawasan (kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, dan kawasan pariwasata) difokuskan untuk dilakukan diluar pulau Jawa.

Dalam usaha mendorong percepatan pertumbuhan infrastruktur di Indonesia, Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk 2014-2019 telah mengidentifikasi sejumlah 1600+ proyek dengan estimasi partisipasi swasta sekitar 40% dari total anggaran yang dibutuhkan. Untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek yang strategis di berbagai daerah, Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden No 3 Tahun 2016 tentang Proyek Strategis Nasional (PSN) yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden No 58 Tahun 2017. Perpres ini meliputi berbagai PSN yang saat ini terdiri atas 245 proyek, 1 program kelistrikan (35 GW) dan 1 program industri pesawat terbang jangka menengah. Dalam mendukung PSN tersebut, berbagai fasilitas diberikan mencakup fasilitas perijinan dan non-perijinan.

Proyek-proyek PSN telah dipilih dengan mempertimbangkan berbagai kriteria di mana salah satunya adalah memiliki peran strategis atas perekonomian, kesejahteraan sosial, pertahanan, dan kedaulatan nasional (memiliki dampak positif atas PDB, pengangguran, sosial-ekonomi, dan lingkungan hidup). Distribusi proyek juga menjadi salah satu yang dipertimbangkan sebagai contoh proyek listrik di Papua, bendungan di Kalimantan Utara, Bandar Udara di Indonesia bagian Timur, berbagai Pos Lintas Batas Negara, beberapa pelabuhan dan bandar udara di wilayah Indonesia Timur, kawasan Industri dan Pusat Sentra Kelautan Terpadu di Talaud.

Selanjutnya untuk memacu berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, kita juga memacu pembangunan berbagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI). Sampai 30 Juni 2017 telah ditetapkan 11 KEK yang terdiri atas tujuh KEK bertema manufaktur (Arun Lhokseumawe, Sei Mangkei, Tanjung Api-Api, Maloy batuta Trans-Kalimantan, Bitung, Palu, dan Sorong) dan empat KEK bertema kepariwisataan, yaitu Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Mandalika dan Morotai. Perkembangan 11 kawasan tersebut terus digenjot. “Ditargetkan 3 KEK beroperasi tahun ini, yaitu KEK Mandalika, Palu dan Maloy Batuta Trans Kalimantan. Sedangkan KEK lainnya semua beroperasi 2019” tutur Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Melalui berbagai upaya tersebut, Darmin mengakui pemerintah telah menunjukkan keseriusan untuk melakukan pemerataan ekonomi dari wilayah barat hingga Indonesia Timur. KEK merupakan satu dari banyak kebijakan strategis pemerintah untuk mendorong atau mempercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan. Pemerintah juga merencanakan akan terbentuk 25 KEK sampai 2019.

Mengurangi ketimpangan antar masyarakat: Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE)
Pemerintah juga bertekad untuk mempercepat pengurangan ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Darmin mengatakan, selain terus menggenjot dan mempercepat pembangunan secara merata di berbagai wilayah, kita juga memiliki program-program yang terkonfigurasi dalam Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) untuk mengurangi ketimpangan individu dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. KPE menggarisbawahi pentingnya masyarakat untuk memiliki tiga akses, yaitu akses pada lahan, akses untuk kesempatan, dan akses kepada pasar tenaga kerja (kapasitas SDM).

Melalui Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) ini, kita ingin meningkatkan kemampuan masyarakat ekonomi lemah dan menengah agar memiliki equity (terutama lahan), kesempatan dan kemampuan sumber daya manusia yang mempunyai daya saing.

Agar dapat segera diimplementasikan, dari Kebijakan Pemerataan Ekonomi yang telah disusun, dipilih beberapa pilar di sektor kebijakan yang memiliki dampak besar dalam pengurangan ketimpangan di masyarakat dengan dasar pemerataan ekonomi yaitu di antaranya reforma agraria --termasuk legalisasi lahan transmigrasi--, pendidikan dan vokasi, penyediaan perumahan untuk masyarakat miskin perkotaan serta pengembangan sektor ritel agar ada integrasi antara ritel modern dengan pasar tradisional.

Beberapa kebijakan vokasi dan tenaga kerja disusun untuk peningkatan kapasitas SDM agar dapat menyelaraskan dengan kebutuhan industri dan mendukung program prioritas pemerintah melalui 2 (dua) langkah kebijakan. Pertama, penyusunan dan penguatan peta jalan pendidikan dan pelatihan vokasi dan kedua, dengan adanya kebijakan job matching antara Vokasi dan Industri.

Kita juga berkomitmen pada pembangunan perumahan yang berada di dalam wilayah perkotaan yang terkoneksi baik dengan pusat aktivitas, sumber ekonomi dan transportasi publik bagi masyarakat miskin perkotaan, serta memetakan beberapa kebijakan untuk meningkatkan daya saing sektor ritel serta memperkuat sinergitas ritel tradisional dan modern.

Meningkatkan peran UMKM
Untuk mendorong peningkatan peran UMKM dalam pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mempermurah, memperluas dan mempermudah akses pembiayaan bagi UMKM. Program KUR ditingkatkan plafonnya dari capaian sebesar 94,4 T pada Tahun 2016 menjadi Rp 110 Triliun pada tahun 2017, dengan porsi penyaluran 81% untuk KUR Mikro, 18% untuk KUR Ritel dan 1% untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Suku bunga KUR tetap dipertahankan sebesar 9% dengan tujuan untuk memberikan kemudahan dan meningkatkan daya saing bagi produk UMKM.

Porsi penyaluran KUR di sektor produksi (pertanian, perikanan, dan industri) ditargetkan naik hampir dua kali lipat menjadi 40% di tahun 2017 dari realisasi tahun lalu sebesar 22%. Dan khusus sektor produksi pertanian diupayakan untuk lebih merata pada komoditas-komoditas selain padi.

Penyalur KUR diperluas dengan memberikan kesempatan pada lembaga Keuangan Bukan Bank termasuk Koperasi, diikuti dengan syarat untuk mendapatkan KUR yang semakin dipermudah dan dipercepat.

Mempercepat pembangunan infrastruktur
Untuk Percepatan pembangunan infrastruktur, kita bangun sarana infrastruktur secara lebih merata di seluruh Tanah Air guna memperkuat konektivitas antarwilayah dan memperkecil ketimpangan dan kesenjangan sosial serta memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Pembangunannya dilakukan dengan cepat melalui pembiayaan APBN, BUMN, Swasta dan kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha. Dana APBN diprioritaskan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dasar, dan infrastruktur yang secara ekonomi dan finansial kurang diminati badan usaha, terutama infrastruktur di wilayah tertinggal.

Akselerasi pembangunan infrastruktur logistik meliputi jalan nasional dan jalan tol, jembatan, jalur kereta api tidak hanya di pulau Jawa tapi juga di pulau Sumatera, di Kalimantan, di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Di berbagai kota besar, sarana tranportasi publik terus kita dorong, seperti Mass Rapid Transportation (MRT), Light Rail Train (LRT), dan commuter line. Pelabuhan laut, termasuk pelabuhan perintis di berbagai wilayah terus diperbaiki dan dibangun sebagai perwujudan program tol laut. Berbagai bandara, di seluruh penjuru nusantara juga ditingkatkan kapasitasnya dan dibangun termasuk bandara perintis, untuk memudahkan dan mempersingkat mobilitas penumpang dan barang.

Sedangkan akselerasi pembangunan infrastruktur strategis mencakup pembangkit listrik, waduk, telekomunikasi, dan perumahan rakyat.

Target rasio kelistrikan wajib dilakukan untuk mengakselerasi pertumbuhan industri manufaktur. Pembangunan pembangkit listrik dari program 35000 MW, sudah mencapai 14.686 MW atau 41,96% dari target, sedangkan pembangunan jaringan transmisi mencapai 49,74% atau setara 22.880 kilometer dan pembangunan gardu induk telah mencapai 23,75% atau sebesar 25.650 MVA.

Perbaikan iklim investasi
Untuk meningkatkan Iklim Investasi, selain percepatan pemenuhan infrastruktur logistik, infrastruktur strategis dan peningkatan kredibilitas APBN, berbagai deregulasi dan debirokratisasi telah dilakukan sejak tahun 2015 melalui serangkaian paket kebijakan ekonomi yang sampai dengan saat ini berjumlah 15 paket kebijakan ekonomi, serta terus diterbitkan paket yang baru dan dikawal ketat pelaksanaannya oleh Satgas Paket Kebijakan ekonomi. Tujuannya adalah untuk mempermudah dan mempercepat proses perijinan, menurunkan biaya bahan baku dan memangkas berbagai macam regulasi yang dirasakan memberatkan dan menjadi beban bagi dunia usaha.

Dampaknya sudah mulai terlihat dengan meningkatnya peringkat Iklim Investasi, yakni meningkatnya peringkat Ease Of doing Business (EODB) dari peringkat 106 pada tahun 2016 menjadi 91 pada tahun 2017, peringkat investment grade atau layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat utama, yaitu Standard and Poor’s Global Ratings, Fitch Ratings, dan Moody’s. Indonesia juga naik ke peringkat 4 sebagai negara tujuan investasi prospektif berdasarkan survei bisnis oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). Kondisi ini merupakan modal utama dalam upaya meningkatkan arus investasi ke Indonesia.

Selanjutnya Darmin Nasustion mengatakan bahwa dengan segala capaian yang sudah kita miliki, daya tahan ekonomi yang semakin kuat dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi ekonomi global, dan modal dasar pembangunan yang semakin kuat, kita harus mampu merawat dan menjaga yang sudah baik, serta melakukan percepatan perbaikan terhadap hal-hal yang masih menghambat pembangunan ekonomi nasional, sehingga cita cita bangsa kita untuk menjadi bangsa yang maju, sejahtera dan bermartabat akan dapat dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama. (Ind/S1-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya