Negara Hadir Menguatkan Pengamanan Perbatasan

Golda Eksa
16/8/2017 08:34
Negara Hadir Menguatkan Pengamanan Perbatasan
(Prajurit Satgas Pamtas Yonif Linud 431/SSP Kostrad melakukan partoli perbatasan Indonesia-Papua Nugini di Waris, Keerom, Papua, Kamis (17/3)---ANTARA/Sigid Kurniawan)

KEMENTERIAN Pertahanan berkomitmen meningkatkan pembangunan kekuatan pertahanan guna mengamankan seluruh wilayah perbatasan di Tanah Air. Kehadiran negara menjadi amat penting untuk memudahkan pelbagai aktivitas terkait dengan keamanan, ekonomi, dan kegiatan lain yang berlangsung di kawasan perbatasan. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan penggunaan pesawat nirawak (drone) bakal memudahkan pengawasan ketimbang menerjunkan sejumlah personel ke lapangan. Apalagi drone itu juga bisa difungsikan hingga malam hari.

Pengamanan perbatasan tetap menjadi prioritas lantaran masih banyak celah-celah di wilayah perbatasan yang dimanfaatkan para pelaku kejahatan, seperti peredaran narkoba oleh para sindikat internasional serta masuknya kelompok teroris.

"Nanti ke depannya setiap pos pengamanan itu akan ada drone. Tidak perlu penambahan personel karena cukup menggunakan drone," ujar Ryacudu kepada Media Indonesia di Jakarta, Sabtu (12/8).

Pandangan berbeda disampaikan pengamat militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi. Menurutnya, drone tetap perlu, tapi armada itu hanya diposisikan sebagai pelengkap atau bagian dari langkah monitoring (surveillance). Poin terpenting ialah menegaskan kehadiran negara.

"Karena perlu ada garis batas yang jelas dan dijaga dalam garis lintas antarnegara. Misalnya, yang dilakukan pemerintah, Presiden Joko Widodo sudah betul. Beliau membangun semua perbatasan dalam skema yang dapat dijangkau publik, seperti memperbaiki infrastruktur," katanya. Poin kedua, sambung dia, hadirnya negara perlu dipahami dengan adanya aktivitas oleh negara. Pada kasus itu pemerintah daerah wajib hadir dan bersedia membangun sentra perdagangan maupun ekonomi. Pembangunan sejumlah sentra kegiatan itulah yang akhirnya menegaskan kehadiran negara.

"Ini memang pekerjaan yang tidak mudah. Namun, itu langkah yang harus dilakukan negara. Artinya negara peduli terhadap apa yang menjadi wilayahnya dengan berbagai aktivitas, keamanan, ekonomi dan seterusnya.

Jangan bergeser
Berikutnya, imbuh Muradi, garis batas negara juga tidak boleh bergeser. Jika pemerintah menganggap penggunaan drone sudah cukup, hal itu perlu diverifikasi secara berkala. Kegiatan tersebut bertujuan memastikan tidak ada pergeseran patok perbatasan yang selama ini masif terjadi.

"Pergeseran patok itu lebih pada motif ekonomi dan bukan politik. Misalnya, banyak pengusahapengusaha perhutanan itu ingin menggeser patok supaya kemudian mereka dapat lebih mudah dalam proses perizinan dan sebagainya," katanya. Selain persoalan tersebut, upaya mengamankan perbatasan, khususnya di wilayah rawan, akan lebih mudah dilakukan apabila pemerintah melalui TNI/Polri bersedia meningkatkan status kantor otoritas terkait, dari tipe B menjadi tipe A.

Muradi menyarankan pentingnya peningkatan daya tangkal di beberapa batas negara, seperti Kepulauan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan (LCS). Nantinya Natuna bisa diterapkan secara khusus untuk mengedepankan model pengamanan yang sifatnya terintegrasi. Lebih jauh, terang dia, keamanan perbatasan yang harus diperhatikan ada di wilayah darat dan laut. Meski level pos lintas batas negara (PLBN) belum setara dengan PLBN negara lain, hal itu bukan alasan untuk mengendurkan niat mengamankan perbatasan.

"Misalnya, pelintasan itu dianggap sebagai wajah negara di mata dunia. Saya kira membangun model pelintasan yang bagus dan representatif juga jadi penting untuk dilakukan," katanya. Ada beberapa titik pijak di darat yang dinilai belum selesai dan harus segera dirampungkan, seperti perbatasan dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sementara itu, perbatasan laut yang juga perlu mendapat perhatian serupa ialah Singapura, India, Thailand, Vietnam, Republik Palau, dan sebagian perbatasan Tiongkok.

"Beberapa tempat itu menjadi titik pijak kita bermasalah. Artinya belum ada kesepahaman. Meski demikian, secara prinsipil kita tetap perlu membangun sistem pertahanan militer," pungkasnya. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya