Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Memenuhi Kebutuhan Infrastruktur Transportasi

Tesa Oktiana Surbakti
16/8/2017 11:20
Memenuhi Kebutuhan Infrastruktur Transportasi
(Kapal melakukan bongkar muat di Pelabuhan Bima, Kota Bima, NTB, Sabtu (8/4). Pelabuhan Bima merupakan salah satu jalur tol laut yang menghubungkan antara Surabaya (Jawa Timur), Bima (NTB), dan Labuan Bajo (NTT). -- ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

SELAMA TIGA tahun menakhodai Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo menaruh atensi besar terhadap konektivitas di Tanah Air baik melalui pembenahan infrastruktur transportasi, baik jalur laut, udara maupun darat. Penguatan konektivitas berpotensi menekan biaya logistik yang saat ini berkisar 25%-30% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengamini bahwa transportasi merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat mengingat kondisi geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang diwarnai perairan dan pegunungan. Arus konektivitas yang lancar pun berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 7% pada 2019.

“Pada dasarnya pemerintah punya idealisme dalam mengembangkan infrastruktur transportasi yang merupakan kebutuhan mendasar bagi rakyat. Sudah menjadi suatu keharusan untuk meningkatkan konektivitas dengan maksimal,” ujar Budi kepada Media Indonesia di Yogyakarta, Sabtu (12/8).

Mantan Dirut Angkasa Pura II itu menekankan penguatan akses transportasi harus diiringi inovasi guna mengatasi ketimpangan antarwilayah. Dalam hal ini, pemerintah berupaya mencari skema terbaik dan turut membuka peran keterlibatan swasta.

“Jadi, kita buat sistem yang paling baik, berikut libatkan swasta agar pemenuhan akses transportasi tidak hanya dikover pemerintah. Bila ada regulasi yang menghambat, segera kita perbaiki secara intens,” tukas dia.

Lebih lanjut Budi mengemukakan memperbaiki wajah transportasi tidak sekadar mengedepankan aspek modernitas. Namun, itu lebih mengarah kepada karakteristik kepentingan tiap infrastruktur transportasi di suatu wilayah. Misalnya, pemerintah masih memilih skema reaktivasi (pengaktifan kembali) ketimbang membangun fasilitas dari awal. Budi mencontohkan proyek reaktivasi jalur kereta api (KA) Jakarta-Sukabumi-Bandung yang digadang-gadang berpotensi mengembangkan potensi pariwisata sekitar.

“Bukan berarti modernisasi selalu menjadi pilihan utama. Kita juga melakukan reaktivasi yang mengusung kearifan lokal. Namun, kalau dalam kajian mengharuskan secara cepat seperti proyek KA Jakarta-Surabaya, kita pilih konsep modernisasi karena dapat meningkatkan kapasitas dan memperluas lapangan kerja,” urai Budi.

Suntikan subsidi
Dia menambahkan, pemerintah mengusung prinsip money follows program yang diimplementasikan dengan mengamankan alokasi pada sektor prioritas serta efisiensi terhadap kegiatan nonprioritas.

“Untuk pembangunan infrastruktur transportasi, pemerintah concern pada money follows program dengan berbagai program kita kaji satu per satu sehingga hasilnya tepat sasaran,” jelas dia.

Selain meningkatkan konektivitas komersial, pemerintah dikatakannya juga fokus memperkuat konektivitas di wilayah 3T (terpencil, terluar, dan terdepan). Langkah itu tecermin pada peresmian bandara pertama di Pulau Miangas yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Filipina. Kehadiran Bandara Miangas menunjukkan perhatian pemerintah terhadap wilayah perbatasan yang berperan penting terhadap kedaulatan negara.

“Seperti Bandara Miangas. Meskipun masih disokong subsidi, keberadaan bandara sangat dibutuhkan masyarakat karena bisa memperlancar angkutan orang serta logistik,” pungkas Budi.

Suntikan subsidi mulai dilancarkan Kementerian Perhubungan yang menginisiasi tol udara dalam rangka meningkatkan konektivitas di wilayah yang sulit diakses jalur darat dan air. Mayoritas program tol udara menyasar di kawasan Indonesia bagian timur. Budi berpendapat dengan dibukanya jalur perintis nantinya akan memunculkan embrio jalur komersial.

“Memang kalau tingkat okupansi rendah, tarif penerbangan relatif mahal. Oleh karena itu, kita berikan subsidi yang sebagian ada di Kalimantan Utara dan sebagian di Papua. Bahkan di Papua itu subsidinya ada dua, yakni penumpang dan logistik,” kata dia.

Pembukaan jalur perintis menjadi solusi untuk menerabas wilayah yang sulit diakses. Berdasarkan peta jalan Kementerian Perhubungan, jalur perintis melalui udara yang sudah digarap baru mencapai 10%. Rute pelayaran perintis melalui tol laut cakupannya lebih banyak dengan 30%-40% berada di wilayah Timur. Jalur perintis yang sudah dioptimalkan sekitar 20%. (E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya