Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Publik Melek Politik Hasilkan Pemimpin Mumpuni

Putri Anisa Yuliani
16/8/2017 11:05
Publik Melek Politik Hasilkan Pemimpin Mumpuni
(Peneliti LIPI Wasisto Raharjo Jati (kanan) menjadi pembicara pada Sekolah Partai NasDem yanag dimoderatori Wakil Ketua Biro OKK Partai NasDem DPW DKI Jakarta Tito Pontoh di Auditorium DPP Partai NasDem, Jakarta, Rabu (12/10/16). -- MI/Panca Syurkani)

DEMOKRASI yang sehat dan berdaya dorong kuat untuk kemajuan bangsa memerlukan banyak prasyarat. Salah satunya masyarakat melek politik sekaligus menyadari hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Untuk bisa menciptakan masyarakat yang demikian, diperlukan pendidikan politik yang menyasar semua lini. Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini bahkan menyebut pendidikan politik sebagai hak vital warga negara. Dalam memilih pemimpin misalnya, masyarakat harus memiliki kesadaran untuk bisa menentukan pilihan berdasarkan rekam jejak dan kualifikasi calon.

“Pendidikan politik bagi warga harus diperkuat agar pemilih semakin punya kesadaran untuk memilih dan bukan (memilih) karena praktik politik uang,” kata Titi saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (12/8).

Pendidikan politik yang masih lemah juga akan merugikan masyarakat. Awamnya masyarakat terhadap proses pencarian calon pemimpin yang mumpuni akan memunculkan pemimpin yang bermasalah ke permukaan dengan kekuatan uang maupun pencitraan melalui domplengan kuat mesin partai politik.

Kondisi seperti itu tetap berlangsung hingga kini, terbukti dengan masih terpilihnya orang-orang yang bermasalah dalam proses pilkada. “Keterpilihan orang-orang bermasalah ini ujungnya mereka juga akan terlibat dengan masalah hukum ketika menjabat,” tutur Titi.

Titi mengingatkan peran pemberi pendidikan politik menjadi sangat penting. Namun, beban itu tidak hanya berada pada pundak pemerintah. Dalam hal ini, partai-partai politik harus turut berperan.

Tidak hanya itu. Ini menjadi pekerjaan rumah khususnya bagi parpol untuk melakukan demokratisasi internal melalui perekrutan kader. Perekrutan tersebut diharapkan berjalan demokratis dan adil.

Titi menilai selama ini parpol kurang maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. “Kaderisasi dan rekrutmen masih berjalan elitis dan belum demokratis. Pendidikan politik juga belum optimal. Parpol masih sebatas menjadi alat perebut kekuasaan dan masih mengabaikan fungsi-fungsi yang harus dijalankan parpol,” lanjut Titi.

Lebih jauh, Titi menilai pemerintah sudah cukup baik memfasilitasi pemenuhan hak warga negara untuk memilih dan dipilih melalui penetapan aturan-aturan. Hal itu antara lain tecermin dalam hal pendaftaran warga sebagai pemilih yang diupayakan secara maksimal saat pilkada serentak yang sudah diselenggarakan sebanyak dua kali, yakni pada 2015 dan 2017.

Para pihak yang merasa dirugikan dengan hasil penghitungan suara maupun proses pelaksanaan pemilihan pun bisa menggunakan hak pengaduan dengan mekanisme hukum yang disediakan pemerintah. Mekanisme ini tidak hanya menyangkut proses dan hasil, tetapi juga terkait dengan etika penyelenggara pemilu. Seluruh rangkaian proses dijamin dengan undang-undang.

“Hak politik untuk memilih dan dipilih secara prosedural telah secara baik difasilitasi. Mekanisme hukum untuk mengajukan keberatan jika terjadi pelanggaran juga sudah disediakan dan dijamin oleh undang-undang,” ungkapnya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Kemendagri menggerakkan seluruh jajaran pemerintah daerah dan instansi untuk melaksanakan sosialisasi regulasi atau kebijakan di bidang politik termasuk pilkada.

Pendidikan politik diupayakan diberikan kepada masyarakat secara langsung, misalnya, terhadap pemilih pemula, kaum perempuan dan kelompok marginal. Dengan begitu, seluruh lapisan mengetahui tentang hak dan kewajiban politik mereka.

“Pendidikan politik berlangsung di seluruh daerah dan kepada seluruh warga negara agar memahami hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam proses pemilihan serta mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam proses pemilihan baik turut serta menjadi petugas penyelenggara maupun menjadi pemilih,” papar Tjahjo.

Perekaman data
Dari sisi pemenuhan hak untuk memilih, menurut Tjahjo, Kemendagri berupaya maksimal agar seluruh penduduk bisa memiliki KTP elektronik (KTP-E) sebagai syarat untuk bisa memilih. Perekaman KTP-E pun terus dilakukan dan pengadaan blangkonya ditargetkan bisa memenuhi kebutuhan seluruh penduduk hingga dua tahun mendatang.

Tahun ini, pemerintah mewujudkan pengadaan sebanyak 7 juta lebih blangko KTP-E. Seluruh warga yang telah memiliki hak pilih diharapkan telah melakukan perekaman data dan mendapatkan KTP-E fisik sebelum Pemilu 2019. “Kami berupaya mempercepat proses perekaman dan pencetakan KTP-E untuk mendukung pemutakhiran data pemilih dalam penyelenggaraan pemilu,” ujar Tjahjo.

Hak untuk memperoleh keamanan dalam menggunakan hak politik juga telah difasilitasi pemerintah melalui deteksi dini yang dilakukan bersama seluruh aparat keamanan. Deteksi dini mencegah ancaman terhalangnya warga dalam menggunakan hak politik, baik disengaja oleh pihak tertentu maupun tidak, dan juga pencegahan munculnya konflik. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya