Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Pembangunan Kini Indonesia-sentris

Rudy Polycarpus
16/8/2017 11:00
Pembangunan Kini Indonesia-sentris
(Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo -- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

PEMERINTAHAN Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sedari awal mengusung konsep pemerataan dalam kebijakan pembangunanan. Oleh karena itu, pembangunan tidak hanya diarahkan di Pulau Jawa, tetapi juga merengkuh ke seluruh penjuru negeri, bahkan sampai di sudut-sudut terluar wilayah Republik Indonesia. Dengan kata lain, pembangunan diarahkan menjadi Indonesia-sentris.

Untuk mewujudkan kemakmuran bersama itu, Presiden Jokowi mensyaratkan tiga hal. Pertama, keberpihakan. Kedua, usaha bersama dengan semangat persatuan dan semangat gotong royong. Ketiga, upaya mencapai kemakmuran berkeadilan harus bersifat inklusif tanpa membeda-bedakan latar belakang suku, agama, ras, ataupun golongan. Semua warga negara tanpa kecuali harus mendapatkan kesempatan yang sama.

“Konsentrasi pembangunan kita tidak Jawa-sentris, tetapi Indonesia-sentris. Itu kita lakukan dari beranda-beranda terdepan kita,” ujar Presiden Jokowi dalam wawancara Media Indonesia dan Metro TV dalam beberapa kesempatan.

Berikut petikannya.

Anda sering keliling wilayah Indonesia, apa yang terlihat dari upaya pemerintah menekan kesenjangan?
Saya selalu ke daerah, tempat-tempat proyek itu dikerjakan. Seperti beberapa waktu lalu di pulau kecil di Halmahera, di Pelabuhan Tapaleo. Itu pelabuhan kecil. Akan tetapi, setelah kita lihat di lapangan, betapa pentingnya pelabuhan itu baik untuk membawa sembako, semen ke wilayah itu, maupun dari wilayah itu. Dengan adanya kapal yang rutin tiap dua minggu, kita harapkan nanti menjadi seminggu sekali. Ini produk-produk yang ada di daerah itu bisa dibawa keluar. Ini dampak ekonominya sangat besar infrastruktur yang kita bangun ini. Juga berkaitan dengan airport-airport baru, jalan trans-Kalimantan dan di Papua, ini penting sekali dalam rangka menurunkan biaya logistik, biaya-biaya transportasi. Ini kebutuhan yang sangat basic untuk mengatasi ketertinggalan kita untuk infrastruktur.

Pembangunan sangat masif di seluruh wilayah, bagaimana dengan penghematan anggaran tahun ini agar belanja modal lebih besar?
Penghematan anggaran itu tidak saya sampaikan tahun ini saja. Tahun yang lalu juga saya sampaikan. Agar belanja modalnya bisa lebih besar menggeser belanja barang, menggeser belanja aparatur untuk masuk ke belanja modal sehingga belanja pembangunan, belanja yang bisa dirasakan rakyat, menjadi lebih besar. Oleh karena itu, kemarin saya memerintahkan kepada seluruh menteri dan lembaga untuk dicek satu per satu secara detail di satuan kerjanya. Mana yang kira-kira yang rutin, yang tidak bermanfaat langsung coret dan masukkan ke belanja modal.

Pendidikan diyakini menjadi sarana meningkatkan daya saing untuk memperkecil kesenjangan ekonomi. Apa strategi Anda di bidang pendidikan ini?
Pada 2016 kita sudah mengeluarkan inpres yang di situ disampaikan agar ada kerja sama erat antara industri dan SMK sehingga terjadi link and match dengan permintaan pasar. Permintaan industri itu bisa disuplai semuanya oleh SMK yang memang semuanya harus diperbarui.
Oleh karena itu, jurusan-jurusan di SMK juga harus disesuaikan, jangan sampai pola-pola lama itu masih dipakai. Karena permintaan pasar, permintaan industri, sudah berubah sekali. Saya senang banyak jurusan yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan industri, kebutuhan pasar, sangat bagus.
Sudah saya sampaikan ke mendikbud, menteri perindustrian, kerja sama ini besar untuk seluruh SMK dan industri yang ada sehingga nanti anak-anak kita betul disiapkan untuk masuk ke industri dalam posisi yang siap pakai betul.
Karena pertarungan ke depan dalam hal daya saing, cost effectiveness, selain kesiapan infrastruktur sumber daya manusia jauh lebih penting. Inilah yang kita siapkan. Apalagi nanti dengan bonus demografi yang kita punyai, yang sudah kita siapkan baik etos kerja, baik disiplin, maupun keterampilan. Bila tidak betul-betul siap, akan merugikan negara kita.

Pada sidang kabinet Juli lalu, Anda menegur menteri yang masih mengeluarkan aturan yang menghambat investasi. Itu seperti apa?
Gini, lo, sekali lagi. Untuk kunci pertumbuhan ekonomi sekarang memang hanya ada dua karena APBN kita enggak mungkin mau lompat atau loncat, ya. Paling penting APBN kita kredibel dan akuntabel.
Namun, yang dua hal penting sekali ini apa? Hanya dua yang bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi kita. Satu peningkatan investasi, dua peningkatan ekspor. Hanya dua itu saja. Nah, kalau masih keluar permen atau peraturan dirjen yang justru menambah birokrasi, menambah ruwetnya orang yang ingin ekspansi atau investasi, ya, pasti saya tegur.
Karena apa yang diperlukan sekarang ini momentumnya sudah ada, baik investasi, investment grade, sudah ada. Kepercayaan dari masyarakat yang dikeluarkan surveinya Gallup sudah. Terus sekarang kita sendiri tidak bisa memberikan pelayanan cepat, ya, hilang diambil negara lain.
Ekspor juga. Saya sudah sampaikan ekspor pun masih berkutat pada pasar-pasar lama terus, tradisional. Tidak berani melangkah ke pasar-pasar nontradisional yang seharusnya sudah digarap secara baik.

Radikalisme muncul karena adanya kesenjangan sosial dan ekonomi. Seberapa lebar isu kesenjangan ini?
Tidak kita tutupi angka rasio Gini kita pada 2015 berada pada angka 0,41. (Pada) 2016 alhamdulillah di 0,39, artinya ada penurunan. Selain ketimpangan kaya dan miskin, ada ketimpangan antarwilayah. Wilayah barat dengan wilayah timur, wilayah tengah dengan timur. Oleh karena itu, konsentrasi pembangunan kita tidak Jawa-sentris, tetapi Indonesia-sentris. Itu kita lakukan dari beranda-beranda terdepan kita.

Alasan sering silaturahim dengan ulama?
Jika ulama dan umara sering silaturahim dan berjalan beriringan, negara akan terang dan adem ayem. Masukan dari ulama jadi bahan kita untuk melakukan kebijakan-kebijakan terutama yang berkaitan dengan keumatan.

Ulama ini kan setiap hari dengan umat, jadi lebih cepat mendengar kalau ada sesuatu yang ada di bawah. Itu yang selalu saya dengar itu, tidak ada yang lain.

Akan tetapi, yang paling penting justru saya ingin mendapatkan masukan, input-input dari bawah seperti apa. Jadi, lebih cepat mendengar kalau ada yang berkembang. (X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya