Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
SETIAP jelang hari raya keagamaan seperti Natal atau Lebaran, kerap terjadi gejolak harga pangan. Namun, tahun ini, khususnya jelang Ramadan dan Lebaran lalu, nyaris tak ada riak berarti. Beberapa komoditas memang sempat melambung, seperti cabai, tapi itu dapat diredam.
Pemerintah pun mendapat apresiasi karena keberhasilan ini. Hal tersebut tentu saja berkat kerja sama yang baik antarberbagai instansi sehingga pedagang menjadi tidak leluasa memainkan harga, terutama harga pangan.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga mengapresiasi kinerja Satgas Pangan yang dinilai sukses menjaga kestabilan harga jual dan pasokan pangan pada bulan puasa dan Lebaran lalu.
Mereka menilai harga jual dan pasokan pangan tahun ini merupakan yang paling stabil sepanjang 10 tahun terakhir.
“Pasokan pangan stabil dan berdampak pada harga yang stabil, bahkan cenderung turun sehingga inflasi pada Juni 2017 sekitar 0,69% penyumbang utamanya bukan lagi komoditas pangan, melainkan angkutan udara,” ujar Ketua KPPU Syarkawi Rauf, kala itu.
Belum genap sebulan Lebaran berlalu, beredar berita mengagetkan saat Satgas Pangan yang diawaki Polri, Kementan, Kemendagri, dan KPPU menggerebek PT Indo Beras Unggul (IBU). Dugaannya terkait dengan pelanggaran persaingan usaha dan ketidaksesuaian label dalam kemasan.
Tak urung DPR mengapresiasi keberhasilan Satgas Pangan ini. Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan keberhasilan mengungkap aksi kejahatan ini membuktikan Satgas Pangan masih dibutuhkan karena diindikasi masih banyak lagi aksi serupa yang belum terungkap.
Menurutnya, Satgas Pangan harus diperkuat dan ditambah anggarannya agar kinerja mereka lebih maksimal lagi. “Karena saya yakin masih ada kejahatan serupa yang lebih besar lagi menyangkut mafia pangan. Tidak hanya beras, ini juga terjadi di komoditas lain seperti gula dan garam,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Alasan Satgas Pangan harus diperkuat ialah aksi ilegal sudah lama terjadi dan makin merugikan masyarakat dan petani. Satgas Pangan juga merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam memerangi mafia pangan.
“Presiden Jokowi kan pernah menyampaikan akan memerangi kejahatan pangan, maka sudah seharusnya Satgas Pangan ini harus diperkuat. Memang selama ini ada yang merasa terusik dengan adanya Satgas Pangan, kemungkinan besar mereka itu pasti terlibat dalam kemafiaan tersebut,” ungkap Firman.
Tindakan ini merugikan petani. Karena itu, tindakan yang dilakukan pihak kepolisian diapresiasi dan pemerintah meminta polisi menyikapi persoalan kartel sebagai masalah serius karena hal itu berkaitan dengan masalah masyarakat banyak.
Tak hanya anggota dewan, Asosiasi Pedagang dan Pelaku Usaha Pasar Beras Induk Cipinang (PBIC), Jakarta Timur, pun mengapresiasi kinerja Satgas Pangan tersebut.
Salah satu pedagang beras, Billy Haryanto, menilai ulah PT IBU, anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Food, bisa merusak harga dengan memborong gabah melalui tengkulak di lapangan sebab membeli gabah Rp4.900 per kilogram atau di atas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp3.700 per kilogram.
“Harga pembelian dari PT IBU tersebut biasanya tempo pembayaran satu bulan ke petaninya,” ungkap Billy yang juga pemilik penggilingan skala kecil di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, seperti dikutip Antara.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga mengapresiasi kinerja Satgas Pangan yang bergerak cepat menyita jutaan kilogram beras subsidi pemerintah. “Satgas Pangan bekerja tepat sasaran dan ini merupakan sinergi yang sangat baik,” kata Mentan.
Menurutnya, pemerintah melalui Kementan terus berupaya meningkatkan kesejahteraan petani dengan menurunkan disparitas harga.
Sebabnya, saat ini keuntungan terbesar yang didapat dari supply chain beras hanyalah untuk pengusaha.
Saat ini, jumlah, biaya, dan keuntungan yang diterima petani sangatlah tidak sebanding dengan pengusaha.
Amran menjelaskan jumlah petani di Indonesia sekitar 56,6 juta. Mereka butuh biaya Rp278 triliun dengan keuntungan Rp65,7 triliun.
Angka itu sangat jauh jika dibandingkan dengan pengusaha yang jumlahnya hanya 400 ribu orang, biayanya Rp10,7 triliun, dan margin keuntungan Rp133,4 triliun. “Jadi, kesimpulannya ialah petani hanya untung Rp1,1 juta, sedangkan pengusaha untungnya Rp333,5 juta per orang,” tandas Amran. (Ant/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved