Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
MESKI bangsa Indonesia sudah merdeka lebih dari setengah abad, diakui ketimpangan antarwilayah antara daerah Jawa-Luar Jawa serta Indonesia Barat-Indonesia Timur masih terjadi. Bukan hanya itu, ketimpangan pun terjadi antara masyarakat berpenghasilan rendah dan kelas menengah ke atas.
Karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) berusaha membuat kebijakan berkeadilan untuk mengentaskan ketimpangan yang ada. Salah satunya adalah membangun berbagai macam infrastruktur penunjang sehingga bisa menopang perekonomian masyarakat.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono kepada Media Indonesia menyampaikan Kementerian PU-Pera ditugaskan membangun infrastruktur terutama infrastruktur transportasi, air, dan perumahan pemukiman.
“Dalam perspektif ini, kami harus membangun secara berkeadilan. Bukan berarti Kementerian PU-Pera hanya fokus pada berkeadilan, tetapi juga merata dalam pembangunan infrastruktur transportasi, air dan perumahan pemukiman,” tuturnya.
Basuki menjelaskan pembangunan antarwilayah dilakukan mulai Aceh sampai Papua. Di Papua tidak hanya membangun perkotaannya, tetapi juga membangun di perdesaan.
Kemudian, di Kalimantan yang dibangun bukan hanya kawasan perbatasan, melainkan jalan di perbatasan dan pintu-pintu lintas batas. “Itu demi keadilan yang selama ini belum tersentuh adanya pembangunan. Sekarang ini, kami sentuh dalam 2 tahun terakhir,” ujar Basuki.
Dia menyampaikan salah satu pembangunan infrastruktur untuk mengatasi ketimpangan antarwilayah di antaranya ialah pembangunan jalan nasional di kawasan perbatasan.
Basuki mencontohkan jalan nasional pada perbatasan Papua dari Jayapura sampai Merauke kini sudah tersambung. Dari total panjang 1.090 km kini sudah tembus 892 km.
“Selanjutnya, di NTT menuju Timor Leste, ada 176 km yang semuanya akan diklasifikasikan menjadi jalan nasional,” tuturnya.
Selain jalan nasional, pemerataan pun dilakukan pemerintah dengan membangun tol yang yang tak hanya fokus di Jawa. Pada RPJMN 2015-2019, ditargetkan pembangunan tol hingga 1.000 km.
“Berdasarkan hitung-hitungan kami, sampai 2017 ada tambahan baru, yakni 568 km. Nanti hingga 2019 akan ada 1.851 km. Coba bandingkan dengan 40 tahun sebelumnya yang hanya terbangun 720 km. Ini 5 tahun bakal ada 1.800 km,” terang Basuki.
Tol yang dibangun itu, kata Basuki, diutamakan untuk daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cepat. “Karena itu untuk investasi. Pasti dicari daerah-daerah yang dapat mendukung perekonomian nasional. Tidak hanya di Jawa. Dari Aceh sampai ke Bakauheni misalnya kami bangun.”
Bahkan, di Kalimantan bakal ada pembangunan tol dengan rute Samarinda-Balikpapan dan diteruskan ke Bontang. Kemudian, di Sulawesi ada Manado-Bitung. “Itu daerah-daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi,” ungkap Basuki.
Pemerintah juga terus menggenjot pembangunan bendungan sebagai saluran air bersih dan irigasi untuk ketahanan pangan.
Selama 5 tahun kabinet kerja, pemerintah merencanakan 49 bendungan di seluruh Tanah Air. Data Kementerian PU-Pera menyebutkan, pada 2015 ada 15 bendungan terbangun, pada 2016 ada 8 bendungan, 2017 akan dibangun 9 bendungan.
“Kami bakal membangun 49 bendungan baru 5 tahun ini. Ini belum pernah terjadi. Biasanya selama 5 tahun kabinet itu biasanya bangun paling 3-5 bendungan. Sekarang 49 dan insya Allah bisa,” ujarnya.
Terkait dengan pendanaan, lanjut Basuki, pemerintah berupaya mencari tambahan dari para investor agar tidak terlalu membebankan APBN. “Pertama, dari financing investasi, kalau investasi tidak masuk, kerja sama pemerintah dan investor. Kalau tidak masuk ditugaskan pada BUMN. Jika tidak bisa, baru APBN,” urai Basuki.
Kredit rumah
Sementara itu, untuk mengatasi ketimpangan masyarakat, yakni masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat berpenghasilan tinggi, pemerintah telah menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR), dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
“Bagi masyarakat miskin, masyarakat yang tidak punya penghasilan tetap kami buat program pembangunan 1 juta rumah. Bisa rusun, rusunami, atau rusunawa. Kemudian, pada daerah perbatasan kami buat rumah khusus untuk nelayan dan penjaga perbatasan. Untuk masyarakat yang punya rumah tapi tak layak huni kami bantu dengan program rumah swadaya. Itulah bentuk- bentuk keadilan untuk masyarakat yang diimplementasikan Kementerian PU-Pera,” katanya.
Bahkan, menurut Basuki, pemerintah berencana meminta tambahan anggaran untuk pembanguan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. “Ini instruksi Pak Presiden ke Menteri Keuangan, saat beliau ke Banjarmasin dan Riau agar menambah alokasi anggaran perumahan untuk melayani lebih banyak masyarakat lagi,” pungkas Basuki. (E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved