MANTAN Direktur Utama Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tiga quay container crane (QCC).
Kuasa hukum RJ Lino, Maqdir Ismail, menyatakan, penetapan tersebut tidak sah karena KPK baru akan menghitung jumlah kerugiaan negara. "Saat penetapan tersangka, KPK tak menyebut kerugian negara karena baru akan dihitung," ujar Maqdir, kemarin.
Ia menambahkan, pengadaan QCC pada 2010 justru memberikan keuntungan karena menghemat biaya dan waktu pengiriman barang. Dengan QCC, lanjut Maqdir, waktu pengiriman tiga hari dipangkas menjadi satu hari, sementara biaya dari Rp6 juta turun hingga Rp1,5 juta.
"Dalam permohonan praper-adilan ada juga beberapa tuntutan yang nanti akan dilayangkan. Namun, yang terpenting penetapan tersangka RJ Lino tidak sah. Mudah-mudahan ini segera disidangkan oleh PN Jakarta Selatan," tandasnya.
Pada Jumat (18/12) lalu, lembaga antirasywah menetapkan Lino sebagai tersangka karena melakukan penunjukan langsung HDHM dari Tiongkok sebagai penyedia barang QCC. Lino diduga melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri dan korporasi.
Dalam menanggapi gugatan itu, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan pihaknya menghargai upaya hukum yang ditempuh Lino. "KPK akan mempersiapkan diri menghadapi gugatan praperadilan tersebut," kata Yuyuk.
Di sisi lain, penyidik KPK telah menggelar pemeriksaan perdana untuk kasus yang menjerat Lino, kemarin. Dua saksi telah dipanggil, yakni Dedi Iskandar dan Mashudi Sanyoto. Keduanya merupakan pegawai Pelindo II. "Saya ditanya hal teknis," kata Mashudi yang juga Direktur Teknik dan Operasi PT Jasa Peralatan Pelindo.
Tidak hanya di KPK, Lino juga tersangkut kasus di Bareskrim Polri. Kemarin, ia mangkir dari pemeriksaan dengan alasan ada serah terima jabatan di Pelindo II. (Nel/Cah/P-5)