Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Tanamkan Nilai Wasathiyah Islam

Djoko Sardjono
21/5/2018 12:16
Tanamkan Nilai Wasathiyah Islam
(MI/Djoko Sardjono )

KEBERADAAN Pondok Pesantren Al Muttaqien Pancasila Sakti (Alpansa) di Sumberejo, Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tidak terlepas dari sosok KH Rifai Muslim Imampuro atau dikenal Mbah Liem (almarhum), kiai karismatik yang sangat bersahaja dan me-rakyat. Ada 350 santri yang saat ini belajar di Ponpes Alpansa. Sebanyak 95% dari mereka mondok atau tinggal di pesantren itu.

Seperti di ponpes yang lain, pelajaran juga mengacu pada kurikulum Kementerian Agama. Yang membedakan, di Ponpes Alpansa diajarkan Islam wasathiyah, Pancasila, nasionalisme, dan toleransi.

Sesuai dengan nama Al Muttaqien Pancasila Sakti, santri di pesantren ini setiap upacara bendera wajib menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, juga membaca teks Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Selain itu, salat hajat dan berdoa demi NKRI setiap akan salat lima waktu.

"Penanaman rasa nasionalisme pada anak-anak di pesantren ini ialah tradisi keyakinan Mbah Liem yang kita teruskan sampai sekarang ini. Itu yang membedakan antara Ponpes Alpansa dan pondok-pondok yang lain," kata KH Saifuddin Zuhri, pengasuh Yayasan Ponpes Alpansa, kemarin.

Menurut Gus Zuhri, demikian sapaannya, santri di Ponpes Alpansa setiap akan menjalankan salat lima waktu selalu berdoa bagi keselamatan NKRI agar aman, damai, dan makmur. Juga, doa untuk para pengacau agama, teroris, dan koruptor agar sadar atau insaf.

Jadi, fokus pembelajaran agama Islam di ponpes ini ialah Islam yang santun dan toleran. Maka, siswa dan santri yang belajar di Madrasah Sanawiah dan Madrasah Aliah Ponpes Alpansa digaransi bahkan diyakini menjadi pemuda yang Pancasilais. "Jangankan enam tahun belajar di Ponpes Alpansa, yang bernaung di Joglo Perdamaian Umat Manusia Sedunia, sehari saja kalau sudah 'bau' (ketemu) Mbah Liem, insya Allah tidak ada yang menjadi bomber. Mudah-mudahan."

Moderat

Berbicara Islam wasathiyah, yang baru-baru ini dibahas dalam Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim di Bogor, putra ketiga almarhum Mbah Liem tersebut mengatakan ajaran Islam moderat itu sudah dikembangkan sang ayah sejak berdirinya Ponpes Alpansa. Tak mengherankan jika santri Ponpes Alpansa di Kampus Kader Bangsa Penjaga Moral itu dalam keseharian tampak berkarakter serta berperilaku moderat, santun, dan toleran.

Menurut Gus Zuhri, santri-santrinya biasa menerima kunjungan dari teman lintas agama. Bahkan, yang berseberangan pun didoakan agar mereka sadar bahwa perbedaan itu rahmat. "Jadi, menghargai dan menghormati itu sudah terpatri di jiwa para santri Ponpes Alpansa," jelasnya.

Salah satu santri di Ponpes Alpansa, Fauzan Ahmad, 16, mengaku senang tinggal di pondok yang didirikan Mbah Liem pada 1986 itu karena mengajarkan Islam yang santun dan toleran sesuai dengan hati nuraninya.

Senada dikemukakan Januar, santri asal NTB. Menurutnya, santri Ponpes Alpansa dalam berbuat tidak bakal keluar dari koridor Joglo Perdamaian Umat Manusia Sedunia karena yang diajarkan di pesantren ini Islam toleran. Sebagai santri Ponpes Alpansa yang mengagumi Mbah Liem, kiai karismatik yang semasa hidup sangat dekat dengan mendiang Gus Dur, Januar berjanji akan terus menjaga ukhuwah islamiah dan ukhuwah insaniah sebagaimana diajarkan di ponpes tersebut. (H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya