Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
SEBAGAI pengguna kendaraan sudah sewajarnya melakukan dandanan pada tunggangan kesayangannya.
Kebanyakan dari mereka bertujuan agar tampilan kendaraan menjadi nampak lebih mewah, lebih enak dilihat, serta meningkatkan fungsi dan kenyamanan.
Menurut Wibowo Santosa dari Permaisuri Ban, tidak sulit untuk meningkatkan tampilan kendaraan.
Kunci awalnya ada pada sektor kaki-kaki, yakni pelek dan ban.
Dengan mengganti pelek dan ban, tampilan kendaraan akan terdongkrak. Namun, tentunya harus tepat dalam memilih ukuran dan model.
Pemilik workshop yang berdiri sejak 1977 itu mengatakan tren pelek kendaraan tahun ini belum banyak berubah dari tahun lalu.
Yang berubah justru ada pada cara pembuatan pelek.
"Semakin mahalnya pelek forged (tempa), makin banyak merek papan atas seperti HRE, Vossen, OZ, Racing, maupun Vorsteiner memberikan alternatif yang proses pembuatannya dengan cara flowform," ungkap pria yang akrab disapa Bowo kepada Media Indonesia di Jakarta, Rabu (18/1).
Flowform, lanjutnya, adalah proses pembuatan pelek dengan cara dicetak dengan proses press agar lebih kuat dan lebih ringan.
Pelek jenis itu lebih murah jika dibandingkan dengan pelek yang dibuat dengan proses forged.
"Harganya sekitar separuh dari harga pelek forged," jelasnya.
Bowo tidak menyarankan penggunaan pelek-pelek replika alias tiruan dari brand-brand ternama karena pada umumnya pelek palsu itu hanya mengejar model tanpa diikuti dengan kualitas.
"Sudah banyak kok pelek-pelek ori (orisinal) yang enggak mahal. Lebih terjamin dan lebih safety," paparnya.
Berdiameter lebih besar
Saat ini, sambung Bowo, tren penggunaan rim berdiameter lebih besar dari ukuran standar masih menjadi acuan untuk membuat kendaraan terlihat lebih gagah.
Namun, idealnya pembesaran diameter pelek hanya dua inci dari ukuran standar agar kendaraan masih tetap nyaman dikendarai. Misalnya, dari rim 15 inci diubah menjadi 17 inci.
Namun, bagi yang lebih mementingkan tampilan, hal itu tidak berlaku.
"Ini bukan lagi soal ukuran peleknya, tetapi total diameter bannya," tegas Bowo.
Menurutnya, jika pembesaran ukuran pelek diimbangi dengan ketinggian ban yang sesuai, tidak ada masalah sepanjang total diameter ban memiliki ukuran yang tidak terlalu jauh dengan standarnya dan masih terakomodasi oleh rumah roda.
"Untuk mempermudah menentukan ukuran pembesaran yang sesuai bisa menggunakan kalkulator khusus. Itu bisa dilihat di situs Permaisuri Ban di http://www.permaisuri.com/TireCalc/," ujar Bowo.
Bowo menampik anggapan bahwa penggunaan pelek berdiameter besar berdampak pada jarak pengereman. Bila itu terjadi, hal itu lebih disebabkan pemilihan pelek yang salah.
"Logikanya di komponen roda itu yang tidak bisa dikurangi adalah bobot karet ban. Pelek yang bagus, semakin besar saharusnya justru semakin ringan. Pemakaian Pelek besar juga secara otomatis membuat bobot karet ban akan berkurang karena penggunaan ban yang lebih tipis dan membuat bobot total roda menjadi lebih ringan," papar Bowo.
Sementara itu, Donny, konsumen yang sering mengganti ban pelek mengaku dalam beberapa tahun belakangan ini sempat ngetren gaya ban donat.
"Pelek tidak perlu terlalu besar tapi yang penting lebih lebar. Lalu dipadu ban dengan tapak yang lebih sempit dari lebar pelek sehingga dari depan ban nampak tertarik ke dalam," ujar Donny saat ditemui di sebuah lapak pelek bekas di kawasan Tanah Abang.
Saat ini, lanjut Donny, banyak temannya yang kembali menggunakan pelek besar.
"Makanya saya sekarang lagi cari pelek besar yang pas. Maunya sih 18 inci, tapi 17 inci juga oke," ungkap pemilik Yaris 2011 itu, Soal gaya ban donat ekstrem, Bowo tidak menyarankan.
"Ban donat atau undersized tires sebenarnya berbahaya karena penggunaan tapak ban sempit pada pelek lebar membuat dinding ban dipaksa ditarik keluar untuk bisa menjangkau bibir pelek," paparnya.
Penggunaan ban donat ekstrem, jelas Bowo, membahayakan saat menikung pada kecepatan tinggi, dinding ban akan bersinggungan dengan jalan.
Padahal, konstruksi dinding ban tidak dirancang untuk menopang beban benturan dan bersentuhan dengan jalan. (Cdx/S-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved