Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
DONALD Trump yang didukung Partai Republik dipastikan menjadi presiden ke-45 Amerika Serikat setelah menyisihkan Hillary Rodham Clinton dari Partai Demokrat dalam Pemilihan Umum 8 November 2016. Meskipun terpilihnya Trump sampai saat ini masih mengejutkan banyak kalangan, masyarakat AS telah menentukan pilihan. Trump mendapatkan 290 suara elektoral dari 270 suara yang dibutuhkannya untuk kursi nomor satu di AS. Sementara itu, Hillary hanya mengantongi 218 suara elektoral.
Presiden RI Jokowi telah menyatakan sikap pemerintah, yaitu menghargai pilihan masyarakat AS. Bagaimanakah implikasi kemenangan Trump ini terhadap Indonesia? Pada masa kampanye Trump telah menyampaikan visi pemerintahannya, termasuk garis-garis kebijakan luar negeri, dengan cara-cara yang nonkonvensional dan kontroversial. Dengan slogan 'Make America great again', Trump mencoba mencapainya dengan visi American first, yaitu menempatkan kepentingan nasional Amerika pada urutan teratas. Itu sebabnya dia menyerukan perlu memperketat regulasi imigran karena dipandang telah mencuri kesempatan kerja sekitar 2 juta orang AS.
Dalam seratus hari kerjanya sebagai presiden setelah disumpah pada 20 Januari 2017, Trump berjanji akan mendeportasi imigran tidak berdokumen dan imigran ilegal. Dia juga mengajukan larangan masuknya imigran muslim, membuat profiling muslim di AS, dan membangun dinding perbatasan AS dengan Meksiko. Dalam kebijakan luar negerinya, tampaknya akan ada diskontinuitas arah kebijakan luar negeri dengan pemerintahan Obama saat ini.
Penolakan
Di samping itu, AS juga akan menarik dukungannya atas upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dengan menarik jutaan dolar bantuannya di United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Dana itu kemudian akan dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur di dalam negeri. Diskontinuitas juga terjadi dalam kebijakan perdagangan luar negeri. Trump akan merenegosiasi perjanjian perdagangan bebas, termasuk dengan Kanada dan Meksiko melalui North America Free Trade Area (NAFTA). Secara terbuka, Trump bahkan menolak Trans-Pacific Partnership (TPP) yang diinisiasi Presiden Obama serta telah melibatkan 19 negara.
Kebijakan luar negeri Trump yang menempatkan American first sebagai perspektif utama, antimuslim, antiimigran, dan cenderung proteksionis/isolasionis jelas menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia. Sebagai negara adidaya dengan kemampuan ekonomi dan politik besar yang dimilikinya, tentu setiap kebijakan yang akan diambilnya dapat berdampak luas.
Semangat antimuslim, kalau kemudian dilanjutkan terus setelah Trump resmi sebagai presiden AS, dikhawatirkan memunculkan hubungan diplomatik yang tidak baik bagi kedua negara. Hal ini akan memunculkan sentimen-sentimen negatif domestik Indonesia terhadap AS yang pada akhirnya dapat mengganggu hubungan diplomatik kedua negara. Kondisi serupa juga terjadi di negara-negara yang memiliki warga muslim.
Pada sisi lain, kebijakan yang semakin proteksionis AS tentu akan semakin menyulitkan RI untuk melakukan hubungan ekonomi. AS akan lebih cenderung inward looking, lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dalam negeri. Produk luar akan dikenai harga mahal, sedangkan Indonesia sendiri masih mengalami kesulitan dalam daya saing produknya. Ancaman Trump untuk perusahaan-perusahaan Amerika yang bring out Americans jobs juga bisa berimbas terhadap investasi AS di RI. Padahal, saat ini AS merupakan salah satu negara investor penting bagi Indonesia dengan posisinya dalam lima negara terbesar.
Penarikan diri dan AS yang 'semakin tertutup' pada gilirannya akan memberikan peluang lebar munculnya kekuatan leadership baru sebagai hegemon di kawasan. Tiongkok tampaknya menjadi salah satu negara yang sudah siap menggantikannya. Kecenderungan ini semakin terasa ketika Tiongkok membangun kesepakatan dengan negara-negara ASEAN melalui skema perjanjian perdagangan bebas kerja sama ekonomi komprehensif kawasan (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), menginisiasi One Belt One Road (OBOR), the Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), dan agresivitas kebijakan luar negerinya, termasuk di Laut China Selatan.
Ironis memang karena beberapa negara di ASEAN pun sekarang sudah mulai meninggalkan AS dan menunjukkan kecenderungan kedekatan hubungan mereka dengan Tiongkok, seperti Laos, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Dalam kondisi demikian, RI seharusnya menjadi negara yang sangat strategis untuk kepentingan rebalancing AS terhadap Tiongkok di kawasan. Apalagi, Indonesia juga memiliki potensi besar menjadi tujuan pasar produk AS dalam hal jumlah penduduk.
Harus diperhitungkan
Faktor ini seharusnya juga menjadi kalkulasi politik yang diperhitungkan Trump ke depan, untuk tidak serta-merta menerapkan kebijakan isolasionis dan American first dengan menarik kebijakan US Pivot to Asia. Asia merupakan kawasan yang ekonominya paling tumbuh dinamis dan bertahan melalui krisis ekonomi global 2008.
Kebijakan yang muncul 2009 di era pemerintahan Obama ini sebagai respons atas krisis finansial global yang menghantam AS dan negara-negara Eropa, sedangkan Tiongkok mengalami penguatan ekonomi yang diiringi peningkatan kapabilitas militer. Kebijakan Pivot ini diimplementasikan melalui enam strategi kunci, yaitu penguatan aliansi, peningkatkan hubungan dengan emerging powers, penempatan kerja sama ekonomi sebagai elemen utama kebijakan luar negeri AS, termasuk partisipasi dalam organisasi multilateral di kawasan Asia Pasifik, promosi nilai-nilai universal HAM dan demokrasi, serta peningkatan gelar armada militer.
Kebijakan isolasionis juga tidak bisa diterapkan ketika AS di bawah Trump menyamakan muslim dan teroris melalui kebijakan antimuslim di dalam negeri AS sendiri. Terorisme sebagai sebuah isu transnasional dengan karakteristik sifatnya lintas negara, maka penanganannya juga harus melalui kerja sama multilateral. RI merupakan salah satu negara yang saat ini telah menjadi benchmark untuk penanganan masalah itu. Islam Indonesia yang moderat dan toleran juga salah satu faktor penarik bagi pengembangan kerja sama kedua negara karena Indonesia adalah negara yang penting untuk masalah terorisme.
Tentu setiap negara dalam kebijakan luar negerinya akan selalu menempatkan kepentingan nasional sebagai suatu hal yang utama. Meski demikian, kepentingan nasional adalah sesuatu hal yang kompleks yang perumusannya akan sangat dipengaruhi faktor domestik dan internasional (Viotti dan Kauppi, 1999). Pandangan dunia pemimpinnya hanyalah salah satu faktor penentu kebijakan luar negeri yang juga akan sangat dipengaruhi mesin birokrasi politik di dalam penentuan kepentingan nasional yang sangat plural (Allison, 1971).
Jadi singkatnya, melalui argumen yang dibangun Alison itu, Presiden Trump tidak bisa secara otoriter menetapkan kebijakan luar negeri AS. Visi kampanye kontroversial yang disampaikan Trump mungkin akan sangat berbeda nanti di dalam implementasinya karena harus mengakomodasi, mengomunikasikan, dan menyinergikan dengan para pemangku kepentingan lain yang juga memiliki kepentingan sangat plural.
Kita menaruh harapan besar bahwa kebijakan-kebijakan luar negeri kontroversial yang dilontarkan Trump selama kampanye pemilihan presiden AS lalu hanya bagian strategi pemasaran yang mencoba menangkap suasana kebatinan masyarakat AS. Sebagai seorang yang memiliki latar belakang kental businessman, Trump seharusnya mengetahui hal itu. Indikasi ini terlihat dalam pidato kemenangannya yang mengajak kembali seluruh masyarakat AS untuk bersatu, "Now it is time for America to bind the wounds of divisions. It is time for us to come together as one united people. It’s time."
Dalam konteks ini pula, kita menaruh optimisme akan hubungan Indonesia-AS yang dapat terus berjalan baik ke depannya karena apa yang dicitrakan Trump selama kampanye adalah bukan dirinya sesungguhnya. Semoga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved