Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kemerdekaan atas Sumber Daya Alam

Yonvitner Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University
01/9/2023 05:00
Kemerdekaan atas Sumber Daya Alam
(MI/Seno)

PENJAJAHAN yang terjadi di negeri ini di-drive oleh manisnya sumber daya alam kita. Spanyol datang mengibarkan bendera 3G (gold, glory, and gospel), kemudian Belanda dengan VOC (Verenigne de Osth Indische Company). Spanyol memperkuat okupasi politik dagang rempah dari Maluku, sedangkan Belanda seluruh wilayah Indonesia.

Bukan hanya rempah, sumber daya alam nonhayati juga menjadi objek eksploitasi VOC seperti emas. Rakyat dianggap kelas dua yang tertinggal, dibodohi dengan pembatasan pendidikan, akses ilmu pengetahuan, aktivitas dan sosial.

Kotakan kecil kerajaan menjadi ruang otonomi VOC dalam menerapkan politik belah bambu. Kerajaan yang pemimpinnya tidak punya kesadaran kolektif dan politik tenggelam menjadi koloni Belanda atas nama VOC.

Jadilah kemudian adu domba kerajaan dengan rakyat, kerajaan dengan kerajaan, rakyat dengan rakyat. Tekanan terhadap raja yang penakut, rakyat yang mempunyai sumberdaya terus berjalan. Berubahlan ekspansi ekonomi menjadi ruang penjajahan politik dan kekuasaan.

Arus kesadaran koletif yang tumbuh membawa semangat kebangsaan untuk mencari jalan keluar dari hegemoni dagang yang bernama penjajahan. Hilangnya pengakuan Belanda terhadap raja-raja, menjadi kekuatan bagi pemuda dan pemikir bangsa ini merajut kebersamaan.

Kebersamaan untuk bebas secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan dan keamanan. Pemufakatan pemuda, kesadaran hak politik bangsa, gerakan organisasi tumbuh menjadi kekuatan baru Indonesia yang bermuara pada kesadaran bersama untuk merdeka. Proklamasi yang dibacakan Bung Karno dan Hatta ialah buah karya bersama anak-anak Nusantara, bukan hadiah, bukan hibah apalagi utang yang harus dikembalikan.

Kemerdekaan Indonesia bukan seremoni, jadi harus diisi dengan pembangunan. Soekarno sudah menyampaikan tekad berdikari, bukan bangsa jongos, duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan bangsa asing harus dipegang teguh oleh anak bangsa saat ini. Maka untuk itu kue kemerdekaan harus dikelola, diisi dan diusahakan, serta dinikmati anak bangsa Indonesia.

Tekad ini sudah terlihat sejak kemerdekaan sampai puncaknya swasembada beras tahun 1984. Kehadiran teknologi transportasi pesawat, industri kapal, industri bahan baku seperti baja, pupuk dan pertambangan makin mengukuhkan jiwa kebangsaan. Namun, arus globalisasi dan kapitalisasi kemudian menyeret ekonomi Pancasila dalam ruang ketidakyakinan untuk bersaing. Koperasi sebagai salah satu instrumen ekonomi Pancasila tenggelam, akibatnya transaksi kapital menjadi warna keseharian ekonomi bangsa. Kita kemudian mulai kehilangan semangat gotong royong, semangat kebersamaan dan semangat kolektivitas.

 

Mengawal investasi

Guliran UU CK untuk mendorong investasi harus diiringi dengan cetak biru pembangunan. Tidak cukup RPJM, Indonesia harus menyiapkan kerangka investasi yang memerdekakan dan mensejahterakan. Penulis melihat adanya investasi terjebak pada hegemoni asing yang bisa berujung eksploitasi berlebih. Ketertinggal ekonomi daerah produksi seperti Papua yang penduduk miskin masih di atas 20%, arus mobilisasi tenaga kerja asing yang mencapai 111537 (BPS,2022) atau naik 26,36%, serta invasi teknologi asing serta putaran ekonomi yang dikendalikan asing.

Eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya hayati secara masif telah menyebabkan goresan yang dalam dalam SDA kita. Jejak bencana kemudian menjadi tontonan tahunan yang terus membayangi. Sampai tahun 2020 kejadian bencana mencapai 5003 dengan kerugian lebih dari Rp28 triliun tahun 2020 yang harus diderita dan alami bangsa sendiri. Kita akhirnya sibuk mengurus dampak daripada mengelola sumber daya alam sendiri. Jadilah kita kehilangan sumber daya tanpa memperoleh apa selain goresan lubang-lubang tambang, hutan gundul, overeksploitasi, dan bencana.

Ketertinggalan ekonomi daerah produksi sudah menjadi tontotan sejak lama. Lubang tambang minyak di Aceh-Lhoksemawe, Timah di Bangka, Aspal di Buton, Emas di Timika, Nikel di Gag dan Halmahera, Nikel di Konawe tidak mampu membangkitkan ekonomi daerah tersebut. Bahkan, kemudian yang terjadi berbagai masalah sosial di daerah sekitar tambang yang menyebabkan degradasi makin besar seperti tambang tanpa izin di Bangka Belitung tanpa dapat dicegah, yang terus menggerus daerah pesisir.

Mobilitas tenaga kerja asing yang saban hari makin besar mencerminkan tengah terjadi pengurasan SDA kita oleh asing. Ketidakmampuan putra daerah menjadi tenaga kerja, kemudian dieksploitasi atas nama percepatan investasi. Label tidak mampu berbahasa asing, tidak paham teknologi, jenjang pendidikan yang rendah disematkan sehingga tenaga kerja lokal tersingkir.

Jika kita mau investasi yang menyehatkan, jumlah potensi SDA yang siap dieksploitasi harus dilinierkan ke jumlah tenaga kerja, kapasitas dan umur industri, kebutuhan pendidikan anak bangsa kita. Juga ada link dan match antara pendidikan, akses dan kebutuhan tenaga kerja kita.

Maka investasi akan terasa manfaat bagi daerah pemilik sumber daya. Jika tidak dan terus dibiarkan, tanpa dibuat hubungan dengan pendidikan itu, kita akan kembali kehilangan SDA secara legal dan formal karena investasi yang dilindungi undang-undang.

Invasi teknologi pasti akan terus mewarnai karena dianggap kita tidak memiliki kemampuan. Teknologi baru, dengan sumber daya manusia menjadi alasan TKA menjadi penting, dan transfer akan lama ke Indonesia. Seharusnya disepakati, sejak awal bahwa transfer teknologi dan pengetahuan harus menjadi bagian dari investasi yang harus disediakan anak bangsa ini.

Kondisi yang paling simple untuk disimak dengan skema investasi baru ialah putaran ekonomi dalam urusan food and supply. Investasi tambang oleh asing, sering kita lihat bahwa bahan pangan masih diimpor dengan dalih kualitas dan sustainability. Akibatnya, perguliran ekonomi di bidang pangan juga bergulir ke negara luar. Seharusnya ketika ada investasi di suatu daerah, semua suplai pangan harus dilakukan daerah tersebut agar masyarakat dapat manfaat ekonomi dibagian hilir.

Kondisi ini terkesan biasa dan umum terjadi, tetapi dalam jangka panjang akan meninggalkan jejak kemiskinan, kehilangan SDA, kebodohan, bahkan tekanan dan friksi sosial. Kembali lagi seperti sebelum kemerdekaan, jebakan ekonomi investasi kembali menjadi ruang jajahan dan manifesto politik bangsa lain. Mengawal investasi ialah suatu cara agar kita merdeka dalam mengelolaan sumber daya alam. Kita tidak boleh lagi terjebak dua kali dilubang yang sama, dan kapal Indonesia bias berlayar sampai ke pulau yang menyejahterakan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya