Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Merdeka Belajar Episode 26: Permendikbudristek 53/2023 Jadi Angin Segar bagi Pendidikan Vokasi

Prof. Dr. Anwar Ma’ruf, M.Kes., drh Dekan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga
31/8/2023 05:00
Merdeka Belajar Episode 26: Permendikbudristek 53/2023 Jadi Angin Segar bagi Pendidikan Vokasi
Prof. Dr. Anwar Ma’ruf, M.Kes., drh Dekan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga(Dok. Pribadi)

TRANSFORMASI pendidikan tinggi saat ini tengah digenjot oleh pemerintah melalui Kemendikbudristek RI. Dimulai sejak peluncuran program Merdeka Belajar, ruang akademis dibenahi sedemikian rupa agar menjadi lebih adaptif dan luwes mengikuti perkembangan zaman.

Fleksibilitas dalam dunia pendidikan tinggi kini hampir pasti telah diimplementasikan secara menyeluruh. Hal itu terbukti setelah Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengesahkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjamin Mutu Pendidikan Tinggi sebagai Merdeka Belajar Episode Ke-26.

Dalam peraturan menteri tersebut, dunia pendidikan memiliki kebebasan untuk menentukan jalannya sendiri sesuai dengan bidang keilmuan dan keterampilan yang ditonjolkan. Dilansir dari laman resmi merdekabelajar.kemendikbud.go.id , adanya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 diharapkan dapat membuka keran selebar-lebarnya bagi pendidikan tinggi untuk mencetak SDM unggul yang kompetitif.

Perguruan tinggi menjadi lebih leluasa dalam merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai dengan bidang keilmuan dan perkembangan teknologi yang ditonjolkan. Adapun dalam peraturan terbaru itu, standar nasional pendidikan tinggi dibuat lebih sederhana dan dinamis. Tujuannya untuk membongkar kekakuan seperangkat aturan yang ada di dalam ranah pendidikan tinggi.

 

Fleksibilitas ‘ruang akademik’ pendidikan tinggi

Ruang akademik pendidikan tinggi dirancang sedinamis mungkin melalui adanya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023. Dalam peraturan tersebut memuat banyak sekali penyederhanaan yang dirumuskan dari aturan sebelumnya.

Salah satu aspek yang menjadi target penyederhanaan ialah ruang lingkup standar. Pada aturan lama, penelitian dan pengabdian harus memenuhi a) standar hasil, b) standar isi, c) standar proses, d) standar penilaian, e) standar pelaksana, f) standar sarana dan prasarana, g) standar pengelolaan, dan h) standar pendanaan.

Adapun pada aturan terbaru hanya ada tiga standar yang harus dipenuhi dalam konteks penelitian dan pengabdian, yaitu standar luaran, standar proses, dan standar masukan.

Adanya penyederhanaan itu dapat menciptakan keleluasaan bagi perguruan tinggi dalam mendefinisikan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.

Tidak hanya dalam ranah penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dibuat lebih dinamis melalui adanya penyederhanaan seperangkat aturan standar. Perihal kompetensi lulusan pun tak luput dari penyederhanaan.

Setiap program studi juga diberikan kebebasan dalam menentukan bentuk tugas akhir bagi mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan tingkat akhir. Bahkan, yang lebih ‘heboh’ ialah kewajiban tugas akhir pada banyak program studi sarjana/sarjana terapan kini dihilangkan. Tentu, ini menjadi sebuah terobosan baru yang dapat mendobrak kekakuan sistem pendidikan tinggi yang selama ini sudah mengakar kuat.

Keluwesan standar kompetensi lulusan diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk lebih aktif dalam mengikuti Program Kampus Merdeka dan berbagai inovasi yang bisa ditelurkan di berbagai bidang yang selaras dengan implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Penyederhanaan terjadi secara menyeluruh dan mencakup hampir semua aspek, termasuk pada aspek pembelajaran dan penilaian.

Pada peraturan terbaru, 1 SKS didefinisikan sebagai 45 jam per semester dengan pembagian waktu yang telah ditentukan oleh kebijakan perguruan tinggi masing-masing. Selain pembagian waktu belajar-mengajar, saat ini setiap mata kuliah tidak hanya terbatas pada penilaian indeks prestasi yang bersifat kuantitatif. Penilaian juga dapat berupa pernyataan kualitatif, seperti lulus atau tidak lulus.

Dari banyaknya penyederhanaan sistem penilaian, pembelajaran, dan standardisasi akan dihasilkan dinamika extraordinary  di dalam perguruan tinggi. Baik dosen maupun mahasiswa memiliki ruang gerak yang lebih luas untuk mengonsep kegiatan belajar mengajar, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat secara mandiri menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Keluwesan itulah yang sejatinya telah ‘dirindukan’ oleh pendidikan vokasi.

 

Vokasi siap dan sigap merespons transformasi pendidikan tinggi

Seperangkat aturan yang sudah dibakukan dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjamin Mutu Pendidikan Tinggi sejatinya sudah familier bagi pendidikan vokasi. Bagaimana tidak, jika di dalam peraturan tersebut pemerintah mengharapkan sistem pendidikan tidak terpaku pada penilaian kuantitatif, sejatinya telah lebih dulu diterapkan di dalam ranah pendidikan vokasi.

Penilaian tidak terbatas di dalam kelas, tapi juga bisa diperoleh dari luar kelas. Hal itu sebetulnya telah diimplementasikan oleh pendidikan vokasi. Melalui kurikulum yang menekankan pada praktik di luar kelas, pendidikan vokasi tentu sudah sangat siap dengan adanya transformasi yang arah lajunya sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Metode project-based learning, yang selama ini diterapkan pada pendidikan vokasi, pada akhirnya juga diadopsi oleh pemerintah untuk diimplementasikan di seluruh program pendidikan tinggi. Dari situ dapat dilihat bahwa pendidikan vokasi tentu lebih dulu siap dan sigap dalam merespons adanya peraturan menteri yang baru terbit.

Tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Pasal 18 ayat (9) yang berbunyi, “a. pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok; atau b. penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis, dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan.”

Tugas akhir berupa proyek sudah lebih dulu diterapkan oleh pendidikan vokasi. Mahasiswa vokasi dapat dinyatakan lulus jika telah menyelesaikan tugas akhir berupa prototipe maupun proyek yang bersifat praktis.

Dengan adanya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, tugas akhir bagi mahasiswa program sarjana maupun sarjana terapan dibuat lebih aplikatif dengan tidak menghilangkan ranah keilmuan yang dipelajari. Kombinasi antara akademis dan praktis itulah yang sangat ditekankan dalam transformasi pendidikan tinggi saat ini.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik