Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
‘TAK kenal maka tak sayang’. Begitu kalimat yang tertera di selembar poster yang dicetak di kaca belakang sebuah angkot. Di bawah tulisan itu ada tambahan kalimat ‘Siap sejahterakan rakyat…(merujuk nama sebuah kecamatan yang tidak usahlah saya sebutkan di sini)’. Pada poster itu terpampang seraut wajah ayu seorang bacaleg dari sebuah partai. Poster- poster semacam itu kini ramai bertebaran menghias ruang publik. Kadang bersanding dengan iklan jasa servis AC hingga sedot WC. Tidak jarang kalimatnya lucu dan menggelitik. Ada pula yang berbentuk pantun. Jika tak percaya, silakan berjalan-jalan dan perhatikan di lingkungan sekitar tempat tinggal Anda.
Menjelang pemilu, visualisasi iklan politik semacam itu ada di hampir semua ruas jalan, di baik kota maupun desa. Bahkan ada yang berbentuk billboard raksasa. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, mata kita dipaksa melihatnya. Jika pariwara di lini masa bisa kita skip, iklan yang satu ini memang sulit dihindari. Saran saya, nikmati saja. Anggap hiburan di tengah kemacetan. Lagi pula, tidak ada salahnya pula memperhatikan para bacaleg pilihan Anda, siapa tahu ada yang nyantol. Dari cara mereka berkreativitas dalam beriklan, mungkin kita bisa sedikit menakar baik kapasitas intelektual maupun integritas mereka. Syukur-syukur mau menelusuri rekam jejak mereka lebih jauh dari berbagai sumber.
Pemilu ialah bagian dari proses politik yang tujuannya untuk mencari pemimpin yang dapat membawa kebaikan untuk kehidupan bersama. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, kita punya hak untuk memilih (dan juga dipilih) yang dilindungi undang-undang. Harus diakui, selama ini umumnya masyarakat datang ke bilik suara minim referensi tentang calon pemimpin yang akan mereka pilih sebab, dalam sistem politik yang ada selama ini, kita memang dibiarkan menjadi floating mass (massa mengambang), yang hanya dibutuhkan suaranya di saat pemilu. Sebagai warga negara, mungkin sudah saatnya kita mulai berupaya menjadi pemilih cerdas dan kritis. Jangan sekadar asal pilih karena ini akan menentukan nasib kita ke depan.
Sebagai sebuah pesta demokrasi, ongkos penyelenggaraan pemilu terlalu mahal, lebih dari Rp70 triliun, dan itu dibiayai dari uang kita juga. Sebagai partisipan, kita berhak mengawal pesta itu agar tidak menjadi sekadar seremonial belaka. Jangan sekadar melihat menterengnya baju partai, tapi lihatlah visi dan misi yang akan dibawa calon pemimpin tersebut, apakah sesuai dengan sepak terjang atau rekam jejaknya selama ini. Kalimat yang tertera pada poster iklan seorang bacaleg yang saya kutip di atas mengajak masyarakat untuk mengenalnya lebih jauh. Terlepas apakah kalimat itu sekadar basa-basi, di situlah tugas kita sebagai konsumen untuk menyelidiki dan mengujinya.
Pemilu bukan sekadar mekanisme untuk meraih kekuasaan. Ia bagian dari proses pendidikan politik sekaligus upaya untuk merawat demokrasi. Di dalamnya harus ada transformasi atau pertukaran ide dan gagasan, bukan sekadar pencitraan lewat iklan. Sudah saatnya masyarakat sebagai konsumen punya kesadaran kritis. Sebagai langkah awal, mungkin bisa dimulai dengan memperhatikan pariwara yang kini banyak bertebaran di jalan. Dari situ kita barangkali bisa mengira-ngira apakah janji-janji itu bakal ditepati atau cuma polusi yang hanya akan mengotori ruang publik? Selamat berakhir pekan.
Berkat prestasi itu, para Army (sebutan untuk fan BTS) membandingkan musikus idola mereka dengan band legendaris Inggris, The Beatles.
BEBERAPA hari lalu, seorang kawan membagikan video di akun Facebook-nya.
Resesi adalah kondisi pertumbuhan ekonomi minus di dua kuartal berturut-turut. Sejumlah negara, termasuk Singapura, malah sudah terjerembap lebih dulu.
SEJAK tiga bulan terakhir, saya jadi sering nonton Youtube, tapi bukan gosip atau talk-show politik. Berat dan membosankan.
IA hanya sehelai kain. Dilengkapi dua tali pengikat, ukurannya cuma pas untuk menutupi hidung hingga dagu.
SAYA senyum-senyum sendiri ketika membaca salah satu laporan di New York Times yang diunggah pada 19 Oktober 2020
Simulasi pengamanan ini dilakukan untuk menguji dan melatih kesiapan jajaran personel TNI dari Kodam III Siliwangi
Wartawan memiliki peran penting terutama untuk mewujudkan Pemilihan Umum (Pemilu) damai 2024. K
Bawaslu meminta jajaran Panwaslu tingkat kecamatan hingga desa dan kelurahan segera berkoordinasi dan memonitoring pengadaan serta pendistribusian perlengkapan pemungutan suara,
Semua ASN di lingkungan pemerintahan harus bersikap netral dan bijak dalam menggunakan media sosial.
Untuk rekrutmen KPPS Pemilu ada sejumlah persyaratan baru. Salah satunya usia pendaftar dibatasi mulai dari 17 tahun dan maksimal 55 tahun.
Disabilitas mental merupakan individu yang mengalami gangguan pada fungsi pikir, emosi dan perilaku
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved