Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
MASYARAKAT kita secara umum masih berpikir bahwa pendidikan anak yang utama ialah di sekolah, cenderung mengabaikan yang di rumah. Padahal, pendidikan harus seimbang di tiga pusat, yaitu rumah, masyarakat, dan sekolah. Situasi ini semakin menyayat hati karena akhir-akhir ini banyak sekali kasus kekerasan yang terjadi dalam keluarga yang diekspos media.
Kekerasan yang dilakukan juga cukup bervariasi, dari kekerasan fisik, psikis, hingga pelecehan seksual. Korbannya kebanyakan ibu dan anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat kasus kekerasan pada wanita dan anak sepanjang 2023 mencapai 13.166, yang terdiri dari 2.563 kasus pada laki-laki dan 11.783 kasus dialami perempuan.
Kasus yang menimpa laki-laki paling tinggi dialami anak dengan rentang usia 13-17 tahun sebesar 39,1%, diikuti rentang usia 6-12 tahun sebesar 30,1%. Kasus pada perempuan paling tinggi juga dialami anak dengan rentang usia 13-17 tahun sebesar 30,2%, diikuti rentang usia 22-44 tahun sebesar 30%. Artinya, selain anak-anak, ibu juga rentan mengalami kekerasan.
Kekerasan pada anak terjadi baik di dalam rumah maupun di luar rumah, dengan pelaku yang berstatus anggota keluarga, orang di sekitar tempat tinggal, hingga orang tak dikenal. Anak-anak jelas paling rentan menjadi korban karena kondisi yang lebih lemah, tidak berdaya, dan dalam ancaman pelakunya. Tak hanya itu, lemahnya pengawasan sosial juga memperparah tingkat kekerasan yang terjadi.
Rasanya sangat memilukan saat mendengar berita tentang inses antara ayah kandung dan putrinya yang menyebabkan kehamilan hingga tujuh kali. Bahkan semua bayi yang dilahirkan dibunuh dan dikubur pelaku, yang notabene adalah ayah korban.
Mestinya, keluarga adalah kumpulan orang yang terikat darah yang menyayangi satu sama lain, dan orangtua menjadi pelindung anak-anaknya. Namun, fungsi keluarga kian hilang pada banyak keluarga di Indonesia. Sebagai akibatnya, kita kian sering mendengar berita kekerasan dalam keluarga.
Anak-anak mestinya merasa nyaman tinggal di rumahnya, nyaman berada dekat dengan orangtuanya, karena rumah adalah lingkungan pertama yang dikenal setiap anak, dan dari rumahlah setiap anak belajar memahami dunia yang lebih kompleks.
Tempat bertumbuh anak
Keluarga memiliki andil yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan seorang anak. Keluarga adalah sitem pendukung utama dalam menyiapkan anak mencapai kesuksesan dalam berkarier. Sebagaimana yang diungkapkan Malcolm Gladwell (2008) dalam bukunya, Outlier: The Story of Success, bahwa budaya dan latar belakang keluarga seseorang sangat memengaruhi keberhasilan pendidikan dan karier.
Anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga dengan ekonomi yang mapan dan harmonis akan memiliki kesempatan yang lebih dalam mengembangkan bakat, mencoba hal-hal baru, belajar bernegosiasi, dan mempelajari tentang kewenangan atas dirinya (menentukan pilihan). Hal-hal itu nantinya akan membuka peluang yang lebih besar bagi mereka dalam berkarier.
Kita bisa melihat betapa banyak anak yang gemilang mengukir prestasi, yang dapat dipastikan berasal dari keluarga yang harmonis. Baru-baru ini, seorang anak dengan segala keterbatasan fisiknya, tapi memiliki keluarga yang sangat menyayangi dan mendukung bakatnya, mampu membuat gempar dunia melalui suara indahnya. Ia adalah Putri Ariani, yang mendapatkan golden buzzer dalam ajang pencarian bakat American Got Talent 2023. Banyak anak berbakat lainnya, tapi tak mampu bersinar layaknya Putri. Hal itu jelas dilatarbelakangi bagaimana keluarga atau orangtua mereka memandang anaknya.
Seperti cerita dalam buku Outlier tentang seorang genius dengan IQ 155 yang bernama Christopher Langan. Ia bahkan mengalahkan IQ Einstein yang hanya 150. Ia sudah mulai berbicara pada usia enam bulan, juga mampu membaca saat usia tiga tahun tanpa ada yang mengajarinya. Di sekolah, Langan bisa mengikuti ujian bahasa asing tanpa pernah mempelajarinya. Ia bisa membaca buku dengan sangat cepat dan lulus tes dengan nilai sempurna.
Namun, kariernya tidak cukup baik karena ia terlahir dari keluarga yang sangat memprihatinkan secara ekonomi maupun psikis. Ayahnya sering mabuk dan melakukan kekerasan kepada Langan dan adik-adiknya. Mereka disekolahkan di tempat anak-anak nakal dan diperlakukan dengan buruk di lingkungan mereka tinggal. Dengan begitu, meskipun memiliki IQ yang tinggi, Langan kesulitan untuk berkuliah hanya karena ibunya tak mengisi laporan keuangan keluarga yang menyebabkannya kehilangan beasiswa.
Perbandingan dua cerita di atas jelas menggambarkan betapa peran keluarga, orangtua, sangat memengaruhi keberhasilan anak-anak. Karena berangkat dari keluargalah anak dapat merancang visi hidupnya.
Tak ada standar baku
Kebahagian dalam keluarga akan memberikan citra diri positif bagi setiap anggota keluarga. Anak-anak yang dibesarkan dalam kasih sayang akan tumbuh menjadi pribadi yang penuh kasih. Kebahagiaan tiap keluarga juga tak dapat ditentukan oleh ukuran-ukuran yang dibuat manusia karena kebahagiaan bersifat relatif. Status ekonomi jelas memengaruhi kondisi keluarga, tapi tidak dapat menjadi tolok ukur kebahagian.
Ada banyak keluarga dari ekonomi kelas menengah ke bawah yang hidup bahagia dengan anak-anak yang diupayakan pendidikannya. Karena itu, banyak anak dari keluarga tersebut yang mampu menempuh pendidikan hingga tingkat lanjut, bahkan bisa berkuliah di luar negeri dari beasiswa yang mereka upayakan. Mereka tetap bisa bersekolah hingga berkuliah karena dukungan yang diberikan keluarganya. Sebaliknya, tidak sedikit keluarga dengan status ekonomi yang mapan justru tidak harmonis, bahkan anak-anak dari keluarga tersebut gagal dalam pendidikan dan kariernya.
Kebahagian dalam keluarga hanya bisa didapat dari hubungan yang sehat di antara anggota keluarga. Orangtua yang mengasihi dan menyayangi, anak-anak yang menghormati, dan komunikasi positif yang terjalin adalah kunci kebahagiaan dalam keluarga. Ibarat keluarga dalam film Keluarga Cemara , begitulah mestinya jalinan kekeluargaan terbina.
Dari keluarga yang harmonis akan lahir masyarakat madani hingga menjadi kekuatan bangsa. Harry Santosa (2021) dalam bukunyam Fitrah Based Education, menyatakan bahwa rumah-rumah kita adalah miniatur peradaban. Dari keluargalah semua kebaikan bermula dan akan mengakar pada pribadi manusia yang menjadi bagian dari masyarakat. Semoga, dengan kembalinya makna keluarga yang sesungguhnya, angka kekerasan terus menurun bahkan sampai tak ada lagi sama sekali.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved