ASEAN dan Tantangan Transformasi Digital

Zafran Akhmadery Arif Sekretaris Jenderal PPI Dunia (2022-2023); Delegasi pemuda Indonesia dalam KTT ke-42 ASEAN
11/8/2023 05:05
ASEAN dan Tantangan Transformasi Digital
(Dok. Pribadi)

PADA 2023, RI untuk kelima kalinya dipercaya memegang Keketuaan ASEAN. Dengan tema ASEAN matters: epicentrum of growth, Indonesia ingin ASEAN menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia dengan membangun masyarakat global yang lebih inklusif dan progresif. Untuk itu, peran masyarakat sangat diperlukan dalam menggapai cita-cita tersebut, terutama para pemuda yang merupakan masa depan bagi bangsanya. 

Sekitar 60 pemuda ASEAN mengikuti ASEAN Youth Dialogue (AYD). Itu merupakan salah satu dari rangkaian acara KTT ASEAN di Indonesia. Sebagai perwakilan dari negara masing-masing, para delegasi berkumpul di Jakarta pada 11-13 April 2023 untuk menyusun rekomendasi kebijakan yang diberikan kepada para kepala begara ASEAN dalam KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo pada 10 Mei 2023. Dalam kegiatan itu, salah satu bidang tematik yang dibahas ialah pentingnya peningkatan literasi digital warga ASEAN dan bagaimana para pemuda dapat berkontribusi di dalamnya. 

 

Urgensi transformasi digital

Para pemuda di negara ASEAN perlu dibekali ilmu dan keterampilan yang mumpuni untuk menghadapi era modern. Menurut data terbaru yang dikeluarkan ASEAN pada 2017, setidaknya ada 213 juta pemuda di Asia Tenggara dengan rentang usia 15-34 tahun. Meskipun demikian, UNICEF mengungkapkan bahwa 6 dari 10 pelajar di Asia Tenggara tidak menerima pendidikan yang layak terkait literasi digital. Hal itu mengakibatkan mayoritas pemuda ASEAN masih belum memiliki tingkat literasi digital yang memadai untuk menghadapi era modern pada masa depan. Untuk itu, membangun literasi digital di kalangan pemuda ASEAN dirasa dapat mempercepat proses transformasi digital. 

Menurut data yang diambil Wiley pada 2021, tingkat literasi digital warga ASEAN bisa dikatakan belum mampu menyaingi negara-negara lainnya. Dari aspek digital skills warga, hanya ada dua negara ASEAN yang berada di peringkat sepuluh besar, yakni Singapura di peringkat lima dengan poin 9.3 dan Malaysia di peringkat 10 dengan poin 8.6. Indonesia sendiri menempati peringkat 52 dengan poin 6.1 dari 134 negara sampel.

 

Agenda ke depan

Dari diskusi para delegasi, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki agar para pemuda di Asia Tenggara tidak tertinggal dalam proses transformasi digital yang sedang terjadi di dunia. Sejumlah agenda yang perlu dilakukan: pertama, mengembangkan sistem pendidikan komprehensif serta perencanaan program-program pendukung yang berfokus pada literasi digital. 

AS sudah memulai memberikan pembekalan literasi digital ke masyarakatnya. Percobaan untuk melakukan transformasi digital dapat dilihat di lingkungan universitas dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu contoh ialah penggunaan student dashboard yang mana profesor dapat mengunggah materi perkuliahan serta tugas-tugas yang diberikan ke mahasiswanya. Semasa penulis berkuliah di Amerika, dashboard yang digunakan di kampus penulis ialah Canvas. Melalui Canvas, para mahasiswa dapat dengan mudah mengakses materi perkuliahan serta berkolaborasi dengan mahasiswa lain dalam mengerjakan tugasnya.

Kegiatan belajar mengajar daring secara sinkronis dan asinkron juga sudah diterapkan di Amerika. Kampus-kampus di Indonesia pun dapat mengikuti metode itu karena terlepas dari latar belakang para mahasiswa, mereka dapat terlibat dalam pembelajaran interaktif dan kolaboratif secara daring. Untuk mencapai tujuan transformasi digital yang nyata, kampus juga harus terlibat aktif dalam proses tersebut. Pembuatan program-program pendukung seperti workshop atau pelatihan yang berfokus terhadap literasi digital dapat mengembangkan keterampilan mahasiswa. 

Apalagi kini universitas di dunia dihadapkan pesatnya teknologi artificial intelligence (AI). Salah satu alat pemanfaatan AI yang dapat digunakan ialah ChatGPT dan AS sudah memanfaatkan teknologi itu dalam pendidikannya. Kemampuan untuk memanfaatkan ChatGPT dengan bijak sangatlah diperlukan. Betapa tidak, ChatGPT mempermudah mahasiswa membuat makalah bahkan 'skripsi'. Apakah ChatGPT menjadi ancaman atau justru peluang? Inilah PR kita bersama untuk memikirkan.

Kedua, cybersecurity menjadi sebuah hal yang krusial seiring meningkatnya potensi kejahatan dunia maya. Berdasarkan catatan Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, pada 2022 terdapat 130 ribu kasus penipuan online di Indonesia yang memakan korban. Tentu saja tindak kejahatan digital bukanlah hal yang bisa dibiarkan begitu saja. Untuk menjaga integritas dunia maya, perlu ada pemantauan khusus dari pemerintah untuk memberantas kegiatan ilegal di dalamnya. Pemerintah atau kepolisian dapat menggunakan teknologi AI atau machine learning untuk mengidentifikasi dan membongkar entitas penipuan online dengan cepat. 

Salah satu hal yang perlu dipantau aktivitasnya ialah media sosial seperti Instagram atau Twitter. Itu disebabkan saat ini ada banyak modus penipuan berkedok toko online berbasis media sosial yang menargetkan masyarakat menengah ke bawah. Tentu saja kerugian finansial akan sangat terasa secara signifikan jika kita terjebak dalam penipuan itu.

Meskipun melindungi masyarakat dari potensi kejahatan siber ialah tanggung jawab pemerintah, perlu diingat bahwa mencerdaskan bangsa merupakan tanggung jawab kita bersama. Kaum muda haruslah paham literasi digital sebagai bekal menghadapi masa yang akan datang. Selain itu, kaum muda dapat berperan sebagai 'guru' untuk masyarakat generasi sebelumnya dalam memahami literasi digital dan membantu mengantisipasi potensi kejahatan digital kepada mereka.

Ketiga, investasi terhadap infrastruktur digital harus dilakukan untuk mendukung perkembangan transformasi digital. Infrastruktur digital yang kuat, terutama di daerah yang masih kekurangan sumber daya, dapat berperan sebagai katalisator transformasi digital di kalangan masyarakat. Investasi itu juga diperlukan untuk menjembatani sebuah digital divide (kesenjangan digital) yang sangat terasa antara masyarakat perkotaan dan pedesaan.

Ketersediaan akses internet di seluruh daerah sangat vital dalam proses transformasi digital masyarakat. Hal itu memungkinkan masyarakat daerah untuk mengakses pendidikan, platform digital, layanan pemerintah, dan layanan kesehatan secara daring. Dengan begitu, masyarakat akan lebih mudah memenuhi hak dan kebutuhan mereka sebagai warga negara. Sebuah gerbang untuk menuju masa depan yang lebih adil dan saling terhubung pun akan terbuka.

Kepemimpinan Indonesia dalam Keketuaan ASEAN tahun ini menggarisbawahi peran penting literasi digital, khususnya di kalangan pemuda, sebagai landasan untuk mencapai visi kawasan. Dengan sistem pendidikan yang komprehensif, penguatan keamanan siber, dan investasi infrastruktur digital yang merata, negara-negara ASEAN dapat membuka masa depan yang mana setiap warga negara akan siap menghadapi tantangan transformasi digital. Saat negara-negara ASEAN secara kolektif menjawab tantangan itu, literasi digital menjadi kekuatan pemersatu, mendorong individu dan masyarakat menuju masa depan yang lebih inklusif dan progresif.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya