Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Membumikan Akal Progresif Pendiri Bangsa

David Krisna Alka Peneliti Senior Maarif Institute for Culture and Humanity dan Ketua Umum Perhimpunan Rakyat Progresif (PRP)
30/6/2023 05:00
Membumikan Akal Progresif Pendiri Bangsa
(MI/Seno)

KALA itu, Presiden Soekarno menyampaikan pandangan progresifnya untuk menjawab pertanyaan Ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat pada 1 Juni 1945. Kurang lebih, Ketua BPUPKI itu bertanya kepada Bung Karno, Indonesia merdeka apa dasarnya? Bung Karno menjawab, Pancasila!

Kata kuat itu, Pancasila, membawa getaran progresif bagi perjalanan kehidupan Republik hingga kini. Hati kebudayaan bangsa yang puspawarna bernama Pancasila itu, kita sebut sebagai jantung kemajuan bangsa. Soekarno juga pernah berkata, Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia. Pancasila tidak hanya falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia untuk semua, milik semua lapisan rakyat Indonesia.

Nah, jika jantung bangsa kita, jika isi jiwa bangsa kita tak lagi berdetak, entah apa jadinya nasib rakyat Indonesia. Tapi, apabila jantung rakyat Indonesia itu berdetak, dan isi jiwa falsafah negara kita itu bergetar progresif, getaran kehidupan keindonesiaan ini akan selalu kita rasakan dan masa depan bangsa tak akan pernah remuk redam. Sistem nilai Pancasila sebagai inti ideologi, menurut The Grand Old Man, tokoh progresif Republik ini, H Agus Salim, kelimanya merupakan kesatuan, ibarat suatu tembok batu yang segala bagiannya sendi-menyendi dan sokong-menyokong.

Karena itu, generasi baru kini, sebagai rakyat muda bangsa, sudah saatnya tak sekadar omong-omong, nongkrong-nongkrong, dan rapat-rapat saja. Kata Bung Hatta, kita tidak perlu teriak dan sorak kalau kita tak sanggup berjuang. Karena itu, rakyat muda tentu punya keinginan untuk maju, lahir, dan batin, yang akal progresifnya memahami ke mana arah laju gerak zaman, tahu sejarah bangsa, dan perlu paham sejarah dunia.

Kaum muda sebagai basis utama penentu kemajuan peradaban Indonesia mestilah saling sendi-menyendi, sokong-menyokong, agar kata kuat itu menjadi kata progresif. Deklarasi Perhimpunan Rakyat Progresif, 1 Juni 2023 lalu, memiliki cita-cita luhur untuk melanjutkan detak-detak jantung kemajuan itu, getar-getar kata kuat itu supaya menjadi membumi. Pancasila, ideologi progresif yang tak akan pernah padam, tapi mewujud dalam kerja-kerja kerakyatan dan membangun basis-basis rakyat progresif untuk kemajuan martabat bumi pertiwi.

Sejatinya, generasi baru yang progresif bergerak melanjutkan getaran keindonesiaan dan kebangsaan dari pejuang Republik yang sudah-sudah. Dari para pemimpin progresif dulu dan kini, dari para pendiri bangsa dan guru bangsa, mereka manusia-manusia Indonesia nan progresif, dari mana pun asalnya dan apa pun golongannya, tetap pendiri bangsa, cendekiawan Republik, dan para pemimpin yang lahir dari rakyat untuk rakyat.

Perhimpunan ini juga berjuang mendorong kerja-kerja baik dari kepemimpinan kini, sekaligus mendidik dan mengorganisasi untuk melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Ya, kepemimpinan yang lahir dari rakyat untuk rakyat. Sejarawan terkemuka bangsa ini, Taufik Abdullah (2004), pernah berkata, jangan sampai kita hanya ingat nama-nama orang yang cuma sibuk menyalakan api saja, tetapi kita sebagai rakyat malah tak merasakan apa-apa. Kita terkadang dengan mudah melupakan orang yang mengumpulkan kayu-kayu kering yang akan memungkinkan api itu menyala.

 

Progresif dan optimistis

Organisasi rakyat merupakan salah satu pilar terwujudnya kemajuan demokrasi di Republik ini. Tanpa rakyat yang terorganisasi, Indonesia tak akan pernah ada. Rakyat muda perlu membumikan akal progresif dari para pemikir dan pendiri bangsa. Karakter utamanya ialah berkerakyatan, berperikemanusiaan, berkeragaman, berkeadilan, berkeadaban, bermartabat, dan pasti berkemajuan.

Rakyat yang progresif menggenggam tekad untuk merajut rasa kebangsaan yang terserak, menanam benih-benih idealisme, membangun benteng-benteng kebinekaan, dan menguatkan fondasi kerakyatan, yaitu gotong royong. Tentu, juga meningkatkan martabat Indonesia dalam pergaulan internasional, sesuai prinsip politik bebas aktif dengan melihat kondisi geopolitik internasional yang berkembang.

Di samping itu, dalam suasana kerakyatan menghadapi tahun politik ini, seluruh rakyat Indonesia untuk tetap memajukan akal progresif agar tidak terprovokasi isu-isu yang menyesatkan dan informasi yang tak jelas ujung pangkalnya. Kita jangan sampai termakan propaganda kaum konservatisme klimis, propaganda biang kerok intoleransi, dan propaganda provokator polarisasi. Semua itu sampah demokrasi yang merusak kehidupan rakyat progresif. Kita perlu gunakan akal merdeka nan progresif untuk mewujudkan keadilan yang revolusioner bagi masa depan Indonesia.

Sejalan dengan itu, partai politik harus dikembangkan keluar dari jebakan feodalisme dan perilaku koruptif. Demokrasi mestinya menjadi mahkota, bukan malah menjadi prahara. Kini, tak dapat lagi ditunda, di tengah hiruk-pikuk politik yang tak menentu ini, kawula muda perlu kembali menghimpun diri untuk bergerak dan berjuang menegakkan dan membumikan pilar-pilar kebangsaan Indonesia, membumikan akal progresif para pendiri bangsa dan para guru bangsa. Menggalang perjuangan budaya politik yang progresif untuk melanjutkan agenda reformasi dan menguatkan demokrasi yang berkemajuan.

Alhasil, pesan seorang guru bangsa, Ahmad Syafii Maarif, berikut ini semoga menjadi nyata. Kata Buya, agar kita tidak berkabung menghadapi kondisi umat yang masih tertatih-tatih ini, mari kita optimistis dan percaya bahwa matahari masih akan bersinar dalam waktu lama. Siapa tahu generasi mendatang akan lebih baik dan unggul dalam hal moral, intelektual, dan amal ketimbang kita. Semoga tercipta.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya