Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
GERAKAN emak emak hari ini menjadi viral. Gerakan itu disebut-sebut menjadi salah satu penggerak perubahan yang mengkritisi apa saja yang menjadi perbincangan masyarakat di akar rumput. Gerakan emak emak menjadi salah satu ikon gerakan perempuan Indonesia saat ini. Menurut data sensus penduduk tahun 2020, jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 133,54 juta orang atau 49,42% dari penduduk Indonesia.
Tantangan era globalisasi
Era globalisasi membuat dunia tanpa ada sekat dan wilayah yang membatasi. Dengan teknologi informasi, Telegram, bahkan internet, semua kejadian dan informasi dapat diketahui sangat cepat. Proses globalisasi melakukan sebuah proses integrasi internasional yang terjadi akibat pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan. Teknologi informasi dinilai merupakan faktor utama dalam gerakan globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya. Di sinilah tidak dapat dihindari akan terjadi akulturasi pemahaman serta budaya.
Akulturasi terhadap suatu pemahaman dan budaya mau tidak mau menjadi sesuatu yang akan terjadi. Kemudahan akses informasi membuat kita semua mudah mendapatkan informasi apa yang terjadi dibelahan dunia. Informasi yang diperoleh dapat beragam, baik yang positif maupun sebaliknya. Hal itu tentu saja dapat juga mengubah sudut pandang terhadap budaya yang telah mengakar dalam masyarakat. Masyarakat menjadi lebih menahu tentang pandangan masyarakat dunia karena adanya informasi yang mengalir deras dan mudah diakses tersebut.
Informasi yang disajikan tentu saja beragam sesuai dengan media informasi yang tersedia. Jenis media informasi pun terus berkembang sangat cepat. Media informasi juga dapat dijadikan media komunikasi karena ada interaksi di dalamnya detik demi detik, menyampaikan informasi yang terjadi dari dalam ataupun luar negeri. Walau demikian, tidak dapat dimungkiri informasi ini harus kita filter terlebih dahulu kebenaran dan keakurasiannya. Tidak sedikit media informasi dijadikan ajang untuk menyebarkan berita-berita bohong atau hoaks.
Seperti yang dibahas di atas bahwa akulturasi pemahaman, pemikiran, serta budaya dapat terpengaruh dengan derasnya informasi yang berkembang. Sebut saja Harajuku style fashion style yang lahir di Jepang dapat memengaruhi kaum muda Indonesia dan banyak juga yang melakukannya atau membuat tiruannya di Indonesia.
Selain budaya, ada pula akulturasi terhadap pemahaman persamaan gender antara lelaki dan perempuan. Di dunia Barat, hal itu sudah menjadi hal yang biasa saja. Namun, berbeda dengan di Indonesia. Mayoritas di Indonesia menganut sistem patriarki, yaitu sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Dominasi sistem patriarki
Istilah patriarki berasal dari kata patriarkat yang artinya ialah struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya. Sistem patriarki membuat laki-laki memiliki hak istimewa terhadap perempuan. Dominasi para laki-laki tidak hanya mencakup ranah personal saja, tetapi juga dalam ranah yang lebih luas lagi, seperti pendidikan, ekonomi, partisipasi politik, sosial, dan hukum.
Secara historis, budaya patriarki telah terwujud dalam organisasi sosial, agama, politik, dan ekonomi dari berbagai budaya yang berbeda. Bahkan, meskipun tidak secara jelas tertuang dalam konstitusi atau hukum negara, sebagian besar masyarakat kontemporer pada praktiknya bersifat patriarkal.
Pemimpin harus laki-laki memang marak di Asia walaupun di beberapa negara hal itu sudah mulai berkurang. Sebut saja Corazon Aquino yang menjadi Presiden Filipina periode 1986–1992 dan Ibu Megawati Presiden Republik Indonesia periode 2001–2004. Masih banyak beberapa pemimpin perempuan yang ada, tetapi itu masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan pemimpin laki-laki. Dogma agama dan budaya di Indonesia sendiri masih beranggapan bahwa pemimpin haruslah dari kalangan laki-laki. Itu disebabkan laki-laki dinilai lebih mampu menjadi pemimpin dan laki laki tidak banyak menggunakan perasaan, bahkan lebih banyak menggunakan akal pikirannya.
Antara kemajuan atau kemunduran
Mengubah mindset atau pemikiran masyarakat tidaklah mudah. Mengubah bahwa laki-laki dan perempuan itu sama pun butuh proses yang panjang dan berliku. Mindset bahwa perempuan memiliki kapabilitas di pekerjaan-pekerjaan yang digeluti kaum laki-laki terus digaungkan. Bahkan, pelan pelan merangsek ke dalam undang-undang yang menginginkan perempuan mengisi 30% kursi di parlemen. Walau partai politik sudah banyak yang memenuhi sarat keperwakilan perempuan di daftar calon legislatifnya, yang terpilih atau yang dipilih masyarakat masih di bawah 30%.
Pemahaman bahwa perempuan itu hanya seputar sumur, dapur, dan kasur memang sudah banyak terkikis dari bumi Indonesia. Tidak sedikit perempuan yang sudah dapat mengekspresikan dirinya di panggung-panggung yang dahulu didominasi kaum laki-laki. Perempuan hari ini memiliki area kerja dan tanggung jawab lebih luas dari pada seputar sumur, dapur, dan kasur. Walau demikian, secara fitrahnya tentu saja perempuan tidak dapat dipisahkan dari ketiga unsur tersebut. Perempuan sehebat apa pun akan tetap menjadi seorang ibu yang akan mengurus anak dan suaminya. Menjadi seorang ibu, suka atau tidak, memang merupakan tanggung jawab mulia yang akan menempel di setiap perempuan di mana pun ia berada.
Menjadi ibu bukan berarti perempuan tidak dapat menempati posisi yang lainnya. Upaya gerakan persamaan gender ini atau yang dikenal dengan feminisme terus bergema dan disosialisasikan di antero negeri. Gerakan ini bukanlah hal baru di Indonesia dan dunia. Gerakan feminisme di Indonesia yang paling populer ialah gerakan RA Kartini pada 1879-1904. RA Kartini memperjuangkan agar kaumnya, perempuan Indonesia, dapat memperoleh pendidikan yang layak seperti kaum laki-laki. Selanjutnya, Gerakan Pembaharuan Islam Muhammadiyah yang terbentuk 1917 telah melahirkan organisasi wanita Aisyiah pada 1920 dan kemudian diikuti organisasi perempuan kaum Katolik serta Protestan.
Tidak sedikit hambatan dan rintangan yang dihadapi para perempuan di tengah hegemoni sistem patriarki. Akan tetapi, tidak sedikit perempuan-perempuan hebat justru muncul karena batasan-batasan itu. Kita mungkin mengenal Angela Merkel, Kanselir Jerman yang didaulat majalah Forbes menjadi perempuan di nomor urut pertama yang berpengaruh di dunia.
Banyak lagi perempuan-perempuan hebat yang dapat keluar dari kungkungan patriarki dan tampil menjadi pemenang. Seperti Kamala Harris yang menjadi Wakil Presiden perempuan pertama di Amerika serikat. Selama sejarah Amerika berdiri, belum pernah ada perempuan yang menduduki posisi tersebut. Jika melihat itu semua, dikembalikan kepada para perempuan, apakah ingin berubah dan menjadi para juara atau diam dengan keadaan apa adanya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved