Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
NATAL ialah sebuah peristiwa perjumpaan. Perjumpaan antara yang Ilahi dan yang manusiawi, yang adikodrati dan yang kodrati, yang religius dan yang sekuler.
Dalam peristiwa Natal, Allah menjelma menjadi manusia dalam sosok seorang bayi yang rapuh dan rentan. Allah lahir di kandang hewan ditemani para gembala sebab kedua orang tuanya ialah pengungsi yang tidak mendapat tempat penginapan di Kota Betlehem.
Dalam peristiwa Natal, Allah mengambil bagian dalam perjalanan sejarah umat manusia. Allah berziarah dalam lorong paling kelam hidup manusia. Karena itu, Natal ialah sebuah perayaan perjumpaan yang membebaskan.
Dengan menjadi manusia, Allah mengangkat derajat seluruh ciptaan dan menguduskannya. Dalam peristiwa inkarnasi, Allah ingin menegaskan kembali status manusia sebagai citra Allah yang sudah ada sejak awal penciptaan.
Karena manusia ialah citra Allah, sikap kita terhadap sesama manusia merupakan gambaran sikap terhadap Allah. Manusia tidak mungkin mencintai Allah dan serentak membenci sesama manusia. Jalan menuju Allah ialah jalan menuju sesama manusia. “Sikap yang dikehendaki Allah terhadap yang lain ialah belas kasih. Sebab belas kasih ialah kepenuhan dari keadilan dan manifestasi paling sempurna dari kebenaran Allah." (Paus Fransiskus).
Peristiwa Natal ialah gugatan terhadap gambaran Allah yang triumfalistik, suka menghukum dan intoleran. Natal menghadirkan Allah yang terlibat dalam pergumulan hidup manusia, rentan, dan juga berbelas kasih.
Kasih ialah prinsip dasar karya Allah dan Yesus dan karena itu harus menjadi prinsip dasar seluruh karya misioner gereja. Allah hadir di dalam gereja ketika kita terlibat dalam praksis berbela rasa (compassion), belas kasih (mercy), dan perjuangan mewujudkan keadilan (justice) dalam dunia yang penuh penderitaan, terutama dunia orang-orang miskin.
Seluruh cara hidup Yesus mengungkapkan Allah yang berbelas kasih dan berpihak kepada yang terpinggirkan. Selama hidupnya Yesus selalu ada bersama orang-orang di pinggiran: orang lumpuh, miskin, orang buta, para pelacur, pemabuk, pemungut cukai, dan orang-orang asing. Ia menjalin relasi yang erat dan bersolider dengan mereka. Sementara itu, mereka yang berada di dalam dan pusat kekuasaan telah menyalibkan Yesus: para penatua, imam-imam kepala, ahli Taurat, orang farisi, dan pemimpin Romawi.
Natal adalah sebuah peristiwa perjumpaan. Allah datang berjumpa dengan manusia dan menyapa dunia. Natal mendorong kita untuk mengembangkan dan menghidupi budaya perjumpaan itu. Perihal urgensi budaya perjumpaan ini ditekankan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik berjudul Fratelli Tutti tentang persaudaraan dan persahabatan sosial. Ensiklik ini menggarisbawahi tiga hal penting dalam mengembangkan budaya perjumpaan.
Pertama, cinta yang tulus untuk semua. Dalam kitab Kejadian 2, Allah bersabda bahwa tidak baik bagi manusia jika ia hidup seorang diri. Hal ini menunjukkan kebenaran terdalam eksistensi manusia. Manusia hanya dapat menjadi manusia jika ia mampu melampaui dirinya dan meninggalkan egoisme untuk dapat berjumpa dengan yang lain.
Aspek transendental dari perjumpaan dengan yang lain ini hanya mungkin terwujud dalam budaya cinta dan civilization of love (peradaban cinta). Natal adalah ungkapan peradaban cinta tersebut karena dalam misteri Natal Allah mengajarkan manusia untuk melampaui diri sendiri guna membangun solidaritas dengan yang lain, terutama yang terpinggirkan.
Kedua, budaya perjumpaan terungkap dalam karya-karya pelayanan untuk menyembuhkan luka-luka dunia. Untuk itu, perlu dikembangkan model-model baru solidaritas kreatif guna memerangi proses dehumanisasi dunia yang disebabkan oleh budaya ketidakpedulian global dan ketamakan.
Persaudaraan merupakan sikap paling efektif untuk melawan budaya sampah (culture of waste) ketika pandemi covid-19 memperburuk situasi eksploitasi yang sudah terjadi berabad-abad.
Ketiga, pentingnya kerja sama untuk menciptakan perdamaian. Hal ini harus menjadi komitmen seluruh umat manusia. Akan tetapi, imperatif moral khusus bagi penganut agama-agama ialah menjadi pengawal perdamaian di tengah konflik.
Semoga semangat Natal mendorong kita untuk menjadi duta-duta perdamaian dan membangun budaya perjumpaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved