Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Risiko Komorbiditas Penyakit Jantung pada Anak dan Remaja

Sukman Tulus Putra, Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Ketua Umum Perhimpunan Kardiologi Anak Indonesia (Perkani)
25/6/2021 06:00
Risiko Komorbiditas Penyakit Jantung pada Anak dan Remaja
Ilustrasi(MI/SENO)

INFEKSI virus SARS CoV-2 (covid-19) yang menyebabkan pandemi saat ini dapat menyerang anak dan remaja karena virus ini tidak mengenal perbedaan umur. Akan tetapi, gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan jika dibandingkan dengan orang dewasa. Secara teori dapat diterangkan bahwa pada anak terdapat lebih sedikit jumlah reseptor ACE2, tempat terikatnya virus SARS CoV-2.

Namun, seperti pada orang dewasa,  anak yang terinfeksi covid-19 akan menjadi lebih berat, bahkan kritis bila terdapat komorbiditas, seperti obesitas, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit paru kronis. Dalam jurnal kedokteran Amerika (JAMA) tahun 2020, dilaporkan bahwa anak dengan komorbiditas, khususnya penyakit jantung mempunyai risiko untuk menjadi kritis.

Saat ini angka kematian anak di Indonesia akibat covid-19 cukup tinggi, yakni  3-5% menurut Satgas Covid-19 IDAI. Angka ini jauh lebih tinggi dari angka rata-rata dunia yang pada umumnya kurang dari 1%. Di sinilah pentingnya deteksi dini faktor risiko penyakit jantung pada anak dan remaja, khususnya faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) yang dapat merupakan komorbid yang berbahaya pada infeksi covid-19.

Faktor risiko PJK akibat aterosklerosis sebenarnya sudah dapat dideteksi sejak usia anak dan remaja sehingga dapat dilakukan pencegahan sejak dini dan anak akan terhindar dari PJK di usia dewasa.
Faktor risiko, yang berhubung­an erat dengan penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis meliputi dislipidemia (gangguan metabolisme lemak), obesitas (kegemukan), diabates mellitus (kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), dan merokok.

Obesitas/overweight saat ini cenderung meningkat di banyak negara, termasuk Indonesia. Pemantauan berat badan anak sangat diperlukan untuk mencegah anak menjadi obesitas karena obesitas pada anak cenderung akan menetap sampai dewasa. Merokok /terpapar tembakau dan kadar gula tinggi merupakan faktor risiko kardiovaskular yang cukup penting.

Lebih dari 20% anak-anak remaja di Amerika, Australia dan Inggris  telah merokok. Di Indonesia, angkanya lebih tinggi, yakni 36.3% anak berumur di atas 15 tahun telah merokok (Riskesda, 2003). Selain itu, hipertensi dan aktivitas yang kurang pada anak merupakan faktor risiko kardiovaskular yang perlu mendapat perhatian baik oleh dokter maupun orangtua.

Sejak usia muda

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit kardiovaskular utama selain stroke dan penyumbatan pembuluh darah dalam. Menurut WHO, saat ini PJK telah menjadi masalah kesehatan global dan merupakan penyebab kematian tertinggi di banyak negara di  dunia  tidak terkecuali Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI, pada pertengahan tahun lalu, mencatat PJK merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, diikuti stroke, kanker, diabetes melitus dengan berbagai komplikasinya, tuberkulosis, dan kemudian penyakit paru obstruktif menahun.  

Akhir-akhir ini tren PJK tidak hanya menyerang usia dewasa dan lanjut, tetapi bergeser ke usia lebih muda dan produktif. Proses aterosklerosis akan dipercepat pada individu yang terdapat faktor risiko, seperti obesitas, hipertensi, riwayat kolesterol tinggi dalam keluarga (familial), dan dia­betes mellitus serta kurang aktivitas fisik dan me­rokok. Dari studi autopsi terhadap tentara ­Amerika  yang terbunuh pada Perang Korea di masa lalu, bahwa 70% pada individu ber­umur rata-rata 22 tahun telah terjadi proses ateroklerosis koroner.

Badan pengendalian dan pencegahan penyakit Amerika Serikat (CDC) melaporkan bahwa penyakit jantung memberikan kontribusi bermakna sebagai komorbiditas selain dari penyakit paru kronis dan penyakit lainnya. Dilaporkan juga, bahwa 83% pasien yang berumur di bawah 21 tahun harus dirawat di ICU karena komorbiditas. Karena itu, pencegahan risiko penyakit jantung seyogianya sudah dilakukan sejak usia muda.

Meskipun sebagian besar penyakit jantung pada anak merupakan penyakit jantung bawaan (PJB), anak dan remaja yang mempunyai risiko seperti obesitas, hipertensi, diabetes melitus, dan kurang aktivitas berpotensi menderita penyakit jantung koroner(PJK). Karena itu, faktor risiko tersebut seyogianya dideteksi lebih awal agar dapat dikendalikan sehingga anak akan terhindar dari penyakit jantung ketika dewasa.  

Infeksi covid-19 pada anak dan re­maja dapat mengakibatkan kom­plikasi pada jantung berupa gagal jantung, kelainan irama jantung (aritmia), dan stroke. Hal ini perlu diperhatikan oleh orangtua yang anaknya mempunyai faktor risiko kardiovaskular seperti diuraikan di atas.

Apa yang harus dilakukan?

Skrining/uji tapis diperlukan pada anak yang mempunyai satu atau lebih faktor risiko berikut. Pertama, riwayat keluarga penyakit jantung atau kardiovaskular dini, yakni umur di bawah 55 tahun untuk laki-laki dan kurang dari 65 tahun untuk wanita. Kedua, anak atau remaja dengan obesitas, tekanan darah tinggi, gangguan metabolisme lemak. Ketiga, penyakit-penyakit, seperti diabetes melitus dan hiperkolesterolemia yang bersifat keturunan (familial).

Skrining dianjurkan sejak umur 2 tahun sampai 10 tahun, yang meliputi  tekanan darah, indeks massa tubuh (BMI) untuk obesitas dan  overweight, profil lemak dan gula darah (puasa), riwayat merokok atau terpapar dengan rokok (perokok pasif). Bila ditemukan obesitas, diabetes mellitus dan hipertensi pada anak dan remaja sebaiknya segera konsultasi ke dokter.  

Nutrisi yang baik sejak lahir, dengan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dalam 6 bulan pertama, dan makanan yang seimbang telah terbukti dapat menurunkan risiko kejadian obesitas dan dislipidemia. Dari suatu hasil penelitian, ternyata ASI eksklusif, mempunyai efek proteksi terhadap penebalan dinding pembuluh darah karotis di leher jika dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI terlalu singkat, atau susu formula. Artinya, bahwa ASI dapat memprokteksi terjadinya risiko penyakit jantung.

Anak dan remaja, hendaknya senantiasa banyak beraktivitas seperti berjalan, olahraga, naik sepeda dan naik tangga. Lama anak menonton TV atau bermain game maksimal 2 jam sehari. Selain itu, anak harus terhindar dari paparan asap rokok sehingga perlu perhatian serius baik oleh orangtua maupun guru.

Pengertian dan kerja sama antara dokter/tenaga kesehatan, orangtua dan guru di sekolah mutlak diperlukan. Usaha kesehatan sekolah (UKS), yang telah ada sejak lama, perlu dikembangkan menjadi sarana edukasi untuk mendeteksi dan mengatasi faktor risiko penyakit jantung sejak anak-anak agar terhindar dari penyakit jantung atau kardiovaskular saat dewasa dan terhindar dari komplikasi berat seandainya terinfeksi covid-19. Mereka adalah aset bangsa di masa depan yang harus diselamatkan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya