Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Membentuk Ekonomi Negara yang Berbasis Pengetahuan

Fithra Faisal Hastiadi, Dosen FEB UI, Koordinator Riset Masa Depan Indonesia: Manusia dan Pemimpin Indonesia 2045 Iluni UI, Direktur Eksekutif Next Policy
28/5/2021 06:00
Membentuk Ekonomi Negara yang Berbasis Pengetahuan
Ilustrasi(MI/SENO)

THE Illiad, sebuah karya sastra kenamaan yang dibuat salah satu pujangga termasyhur pada zamannya, Homer, pada 753 SM, menceritakan jatuhnya kota mitologis Troya yang terangkum pada 15.693 barisnya. Dalam Illiad, menarik untuk melihat bagaimana Cassandra, putri Raja Priam, yang merupakan salah satu istri Raja Agamemnon, sebenarnya telah memberikan terawangannya mengenai kejatuhan Kota Troya.

Dikisahkan, Cassandra yang seorang cenayang mencoba meyakinkan Raja dan rakyatnya bahwa nanti akan datang sebuah kuda Troya sebagai persembahan dari Yunani untuk mengakui kekuasaan Troya. Dalam kuda tersebut, akan muncul kekuatan jahat yang akan menghancurkan Kota Troya. Namun, baik Raja dan rakyatnya tidak ada yang percaya. Cassandra malah dicap gila dan Raja mengenyahkan terawangan tersebut. Dalam kisah tersebut, kita akhirnya tahu bahwa Kota Troya akhirnya jatuh.

Andrew Grove, dalam bukunya, Only the Paranoid Survive, memakai kisah itu sebagai pelajaran bagi para pemimpin. Pemimpin yang baik ialah pemimpin yang mampu membaca sinyal-sinyal sehingga bisa mencapai sebuah titik infl eksi.

Untuk konteks Indonesia, saya sudah meng ulas lekat dalam buku Globalization, Productivity and Production Network in ASEAN, bagaimana Indonesia tertinggal langkah dengan sejawatnya di ASEAN dalam konteks jaringan produksi.

Hal ini tentu sangat terkait dengan tercecernya daya saing industri dalam negeri. Ketika mencoba untuk menanjak, sebagaimana ditunjukkan beberapa gejala perbaikan jelang 2020, Indonesia keburu dihajar  andemi yang menggurita. Akibatnya? Terjadi tekanan dari bermacam sisi, baik internal maupun eksternal.

Ketidakpastian ekonomi akibat pandemi covid-19 yang masih berlangsung juga terus menghantui, mengakibatkan banyaknya keputusan mendesak terkait dengan kebijakan yang harus diambil pemerintah dalam waktu singkat. Meski PDB kuartal 1 2021 hanya menunjukkan kontraksi sebesar 0,74%, dan indikator ekonomi menunjukkan perkembangan positif yang mengindikasikan pemulihan ekonomi yang berjalan dengan baik, banyak faktor yang masih harus diwaspadai.

Pemerintah baru-baru ini mengumumkan fokus APBN 2022 akan dititikberatkan pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Faktor eksternal, seperti ancaman meningkatnya kasus covid-19 secara signifi kan di beberapa negara seperti India dan Malaysia, yang memaksa banyak negara kembali menutup perbatasan mereka, menjadi hal-hal yang menjadi perhatian utama.

Bisa saja rencana pemulihan ekonomi yang telah dirancang tidak akan berjalan mulus sesuai dengan harapan.

Sementara itu, reformasi struktural pada peningkatan produktivitas, daya saing, kualitas SDM, infrastruktur, dan perbaikan kualitas birokrasi serta regulasi.

Kualitas regulasi menjadi satu hal yang dewasa ini sering mendapat sorotan lebih dari publik. Kebijakan-kebijakan yang diambil, yang tertuang dalam regulasi, seringnya dianggap mengutamakan kepentingan ekonomi yang justru tidak berdampak baik bagi kesehatan masyarakat ataupun perlindungan sosial.

Banyak kebijakan dianggap tidak memiliki basis data ataupun bukti yang cukup sehingga dalam implementasinya terdapat kesimpangsiuran di sana-sini. Pelik, memang, untuk mengambil langkah cepat dalam situasi krisis. Terlebih, situasi ekonomi yang beririsan pula pada setiap kebijakan.

Situasi ini menjadi pengingat akan pentingnya kebijakan berbasis bukti yang adaptif untuk menghadapi kondisi yang serbatidak pasti. Namun, benar adanya jika disebutkan bahwa situasi krisis selalu menyediakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi. Mungkin inilah saat terbaik bagi Indonesia untuk kembali menjaga komitmen pencapaian visi Indonesia Maju 2045 dengan menitik beratkan pertumbuhan ekonomi, menggunakan pendekatan knowledgebased economy seperti yang sudah sejak lama diterapkan di berbagai negara maju.

Bagaimana kita bisa menjaga momentum di jangka panjang menyambut visi Indonesia 2045? Yang jelas perbaikan harus bermula dari hulu, sebagaimana yang juga saya ulas dalam buku tersebut di atas, produktivitas dan inovasi menjadi kata kunci untuk lepas dari jeratan mediokrasi pendapatan menengah.

Di sinilah peran pemerintah sebagai penghela ekosistem. Salah satunya dengan membenahi kualitas inovasi dan kolaborasi. Bagaimana potret Indonesia ke depan? Apakah akan semakin baik atau malah menjelma menjadi dunia Gulliver yang penuh ketimpangan antara raksasa dan kurcaci?

Tantangan Dalam buku 8 Mighty Megatrend-nya Anders Lindgren, disebut beberapa tantangan terbesar yang akan dihadapi di masa depan.

Tantangan tersebut berupa ledakan populasi, urbanisasi yang masif, konsumsi yang tak terkendali, pertumbuhan teknologi yang liar, transformasi digital, konektivitas yang meningkat, degradasi lingkungan, serta pendapatan yang semakin timpang.

Tantangan-tantangan tersebut, jika tidak dijinakkan, hanya akan berujung pada kebuasan, yang berat menimpa yang ringan, yang besar menghilangkan yang kecil.

Untungnya, selama pandemi ini kita menyaksikan bagaimana kekuatan riset dan inovasi, berbaur dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, berhasil membawa berbagai negara menjadi ‘pemenang’ dalam kancah perlombaan menciptakan vaksin, atau bahkan mampu membuat kalkulasi kebijakan berbasis perhitungan ekonomi yang tepat sehingga berhasil terhindar dari resesi.

Kita masih bisa berharap bahwa implementasi dari perbaikan ekonomi serta reformasi struktural yang dicanangkan pemerintah akan mampu mendorong pendekatan knowledge-based economy sehingga Indonesia mampu mengejar mundurnya target-target yang telah ditetapkan untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045 akibat benturan pandemi.

Menarik untuk dinanti, apakah BRIN yang baru mampu menjadi solusi? Ini bisa saja terjadi jika kemudian pemerintah betul-betul menjaga BRIN supaya tetap sekuler dari politik sehingga produksi riset dan inovasi tetap murni dan tidak memihak.

Perubahan sekecil apa pun dari pelbagai aktor dan variabel harus mampu dibaca dengan baik dan tetap masuk radar karena bisa saja secara tiba-tiba elemen-elemen tersebut berubah secara signifikan dan memaksa pembuat keputusan harus memilih pada sebuah strategic infl ection point.

Sering kali pembuat keputusan terlambat mengambil keputusan karena tidak piawai atau bahkan meremehkan sinyal tersebut.

Adalah para ‘Cassandra’ yang mewujud pada para akademisi dan praktisi yang bisa dengan cepat membaca tanda-tanda tersebut karena mereka yang bersentuhan langsung dengan masalah di lapangan.

Jangan abaikan para Cassandra, dengarkan petuah mereka, jalankan saran mereka. Inovasi hanya bisa berjalan dengan tuntunan solid, bukan tontonan penuh gimmick.

Dalam skala yang lebih makrokosmik, diperlukan kolaborasi dalam bentuk  uadruple helix yang melibatkan pemerintah, akademisi, industri, dan juga komunitas sehingga produktivitas dan inovasi bisa membuat kita bergerak ke arah dinamisme yang lebih positif.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya