Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
ANGKA perkawinan anak di atas rata-rata nasional naik pada 2019, dari yang semula 20 provinsi pada 2018 bertambah menjadi 22 provinsi. Kenaikan jumlah kasus perkawinan anak ini menjadi tantangan berat bagi pemerintah. Untuk lima tahun ke depan, Presiden Joko Widodo menargetkan menurunkan angka perkawinan anak dari 11,21% pada 2018 menjadi 8,74% pada 2024.
Hal ini dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020. Ini sebagai upaya pencegahan perkawinan anak dalam 5 tahun ke depan sehingga harus lebih terstruktur, holistis, dan integratif.
Data Susenas (2018) menunjukkan, 11,21% perempuan berusia 20-24 tahun yang telah menikah, melaksanakan pernikahan pada usia anak (di bawah 18 tahun). Bahkan, terjadi peningkatan proporsi perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun, yakni sebesar 11,1% pada 2016 menjadi 11,2% pada 2018 (Susenas). Meskipun secara prevalensi hanya terlihat kenaikan yang kecil, yakni sebesar 0,1%. Namun, bayangkan persentase itu jika dikalikan dengan banyaknya penduduk Indonesia.
Dari sumber yang sama disebutkan juga diperkirakan 1 dari 9 perempuan berumur 20-24 tahun di Indonesia (atau sekitar 11%) menikah sebelum berusia 18 tahun. Sementara itu, pada anak laki-laki perbandingannya 1 dari 100 laki-laki (atau sekitar 1%). Bahkan, terjadi peningkatan proporsi perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun, yakni sebesar 11,10% pada 2016 menjadi 11,21% pada 2018. Meskipun jika dilihat secara prevalensi kenaikannya kecil, yakni 0,1%, tetapi jika dilihat angka absolutnya kasus perkawinan anak cukup banyak, yakni sebesar 1.220.900 kasus.
Ada perubahan
Kasus perkawinan anak tersebar di 20 provinsi yang memiliki angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari rata-rata angka perkawinan nasional. Empat provinsi yang memiliki angka perkawinan anak di atas rata-rata angka nasional pada 2018, di antaranya Sulsel, Jabar, NTB, dan Jatim. Dari jumlah perbandingan tersebut, dapat disimpulkan anak perempuan berada pada posisi yang jauh lebih rentan jika dibandingkan dengan laki-laki untuk menikah di usia anak.
Pengesahan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terkait dengan batas usia perka winan merupakan salah satu langkah progresif yang diambil pemerintah. Batas usia perkawinan tersebut diubah menjadi 19 tahun untuk lakilaki maupun perempuan dalam UU yang baru. Sebelumnya, batas usia menikah bagi laki-laki ialah 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
Namun, Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Logikanya, peningkatan batas usia menikah ini membuat praktik perkawinan anak menjadi berkurang atau bahkan hilang, akan tetapi faktanya tidak demikian. Hal itu dapat terjadi karena seseorang tetap bisa menikah meski di bawah usia yang ditentukan jika mengantongi dispensasi kawin yang dikeluarkan pengadilan agama setempat. Dispensasi ini tidak ikut direvisi dalam UU Perkawinan tersebut, di situ disebutkan orangtua dapat meminta dispensasi jika ada alasan mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Dispensasi ialah kendala dalam menekan angka perkawinan anak.
Isu lain terkait dengan dispensasi perkawinan ialah kehamilan tidak diinginkan dan hubungan seks pranikah. Sebuah studi mengungkapkan bahwa 98% orangtua menikahkan anaknya karena anak dianggap sudah berpacaran/bertunangan. Sementara itu, 89% hakim mengatakan pengabulan permohonan dilakukan untuk menanggapi kekhawatiran orangtua. Sebaiknya yang diutamakan ialah kepentingan terbaik bagi anak tersebut dalam jangka panjang, bukan hanya kepentingan terbaik dalam waktu sesaat.
Masih tingginya angka perkawinan anak hendaknya membuat pemerintah perlu mengedepankan pentingnya implementasi strategi nasional pencegahan perkawinan anak. Hal itu dengan memastikan anak memiliki resiliensi dan mampu menjadi agen perubahan, menguatkan peran orangtua, keluarga, organisasi sosial/kemasyarakatan, sekolah, dan pesantren. Selain itu, menjamin anak mendapat layanan dasar komprehensif untuk ke sejahteraan anak, menjamin pelaksanaan dan penegakan regulasi dan meningkatkan kapasitas, dan optimalisasi tata kelola kelembagaan, serta meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya pencegahan perkawinan anak.
Data-data tentang tingginya angka perkawinan anak menjadi keprihatinan bagi kita semua, apalagi terdapat berbagai akibat dari perkawinan anak. Dari segi pendidikan misalnya, perkawinan anak meningkatkan risiko putus sekolah. Padahal, pemerintah berupaya mewujudkan 100% wajib belajar pendidikan 12 tahun (lulus hingga SMA/sederajat). Hal ini kemudian juga berdampak pada segi ekonomi, ketika pendidikan rendah berkorelasi terhadap pendapatan yang rendah pula. Selain itu, juga meningkatkan risiko naiknya angka pekerja anak.
Adapun dari segi kesehatan, perkawinan anak sangat berisiko bagi ibu yang mengandung serta anak yang dilahirkan. Komplikasi pada saat hamil dan melahirkan merupakan penyebab utama kematian perempuan berumur 15-19 tahun (WHO, 2016), serta bayi yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun, 2 kali berisiko meninggal selama 28 hari pertama hidupnya (Unicef, 2017). Anak perempuan secara fi sik belum siap untuk mengandung dan melahirkan sehingga meningkatkan risiko angka kematian ibu dan bayi, komplikasi kehamilan dan keguguran, masalah kesehatan reproduksi, berat badan lahir rendah, dan stunting. Ketidaksiapan mental untuk membina rumah tangga juga meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, ketidaksehatan mental, dan pola asuh yang tidak tepat pada generasi selanjutnya.
Seluruh program pendidikan, ekonomi, dan sosial yang dilakukan pemerintah akan terganggu dengan adanya perkawinan anak. Kesemuanya itu turut berkontribusi menghalangi capaian indeks pembangunan manusia (IPM) dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Grand Ballroom Vivere Hotel, Artotel Curated hadir menjadi pilihan istimewa untuk menjadi saksi awal kisah cinta yang baru dengan menghadirkan ruangan elegan dan hangat.
PENCATATAN nikah secara resmi memiliki banyak manfaat bagi kehidupan warga negara. Hal itu disampaikan Menteri Agama Nasaruddin Umar.
MENJAWAB kebutuhan pasangan yang menginginkan pesta pernikahan berkualitas dengan anggaran yang terjangkau, Metro Park View Hotel menghadirkan paket pernikahan dengan harga terjangkau.
Luna Maya yang baru saja menikah mencuri perhatian publik dengan penampilannya yang glowing, elegan, dan timeless.Â
SRI Sultan Hamengku Buwono X turut hadir dalam acara resepsi pernikahan Stevi Harman dan Mario Pranda yang digelar di Gedung Tribrata, Jakarta Selatan.
Adat Batak, khususnya Batak Toba, memiliki aturan adat yang ketat dalam urusan pernikahan. Larangan ini bukan tanpa alasan—melainkan demi menjaga nilai budaya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved