Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Dilema di Awal Tahun Ajaran Baru

Anggi Afriansyah Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI
15/7/2020 05:45
Dilema di Awal Tahun Ajaran Baru
(lipi.go.id)

TAHUN ajaran baru pada Juli ini dimulai dengan situasi yang berbeda. Jika pada tahun-tahun sebelumnya awal masuk sekolah dirayakan dengan sukacita,di tengah pandemi, situasi sulit begitu menghantui lembaga pendidikan, siswa, maupun orangtua.

Di tengah masih meningkatnya kasus positif covid-19, beberapa sekolah yang berada di zona hijau secara bertahap diizinkan untuk membuka sekolah dengan berbagai prasyarat ketat. Sementara itu, mayoritas sekolah lainnya harus tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) berbasis teknologi. Untuk yang tak memiliki akses memadai, tanpa intervensi yang tepat mereka akan semakin tertinggal.

Pandemi memang menghadirkan situasi dilematik bagi dunia pendidikan. Wajah pendidikan semakin terlihat babak belur sehingga janji pendidikan, utamanya bagi mereka yang miskin semakin sulit direalisasikan. Di pemberitaan, banyak orangtua terutama dari keluarga miskin, yang mengeluh karena harus tetap membiayai pendidikan anak.

Ketertinggalan akibat PJJ pun berlapis-lapis, bergantung pada kondisi sekolah dan keluarga. Semakin miskin, semakin tertinggal. Keluarga miskin harus rela tidak mendapat pendidikan secara optimal karena mereka tidak memiliki akses yang memadai. Sementara itu, keluarga yang berkecukupan masih memiliki pilihan. Tingkat sosial ekonomi lebih tinggi, semakin terbuka pilihan dalam pembelajaran.

Investasi untuk membiayai pendidikan saat pandemi berlangsung jelas tak murah. Ada banyak yang dipersiapkan sekolah-sekolah agar pendidikan di awal tahun ajaran baru ini tetap berjalan optimal. Banyak sekolah putar otak untuk membuat proses berjalan optimal.

Sekolah-sekolah dengan kapital memadai menghadapi dengan berbagai adaptasi. Sementara itu, sekolah-sekolah yang minim fasilitas harus bersabar. Selama masa pandemi siswa dari sekolah minim fasilitas harus bersabar mendapatkan pendidikan yang serbaterbatas.

Otoritas pendidikan putar akal, agar setiap anak mendapatkan pendidikan sesuai haknya. Hal ini juga sangat bergantung pada kapital yang dimiliki sekolah sebab seperti yang disampaikan di awal, biayanya tak murah.

Adaptasi

Tiap sekolah kemudian beradaptasi sesuai kemampuan masing-masing. Di Kota Bekasi, misalnya terdapat beberapa sekolah yang menjadi percontohan pelaksanaan pembelajaran tatap muka karena dianggap sudah siap mematuhi berbagai protokol kesehatan dan memiliki infrastruktur yang memadai.

Salah satu sekolah yang terpilih berupaya untuk memastikan protokol kesehatan dapat dipenuhi dengan baik. Berbagai mekanisme baik secara teknikal maupun secara substantif disiapkan. Sebelum memulai bekerja kembali, seluruh guru dan staf diwajibkan mengikuti rapid test di sekolah. Setelah ada hasil tes yang menyatakan para guru dan staf terbukti negatif covid-19, mereka kemudian mulai bekerja. Intinya, sekolah mempersiapkan secara presisi berbagai alternatif menyambut tahun ajaran baru.

Sementara itu, salah satu rekan penulis, seorang kepala SMK swasta di wilayah Tambun Selatan bercerita persiapan intensif sekolahnya menyambut tahun ajaran baru. Sekolahnya memang belum dibuka, tetapi persiapan tetap dilakukan secara optimal.

Selama liburan, ia bersama guru-guru menyiapkan lima domain utama yang menunjang proses PJJ, yaitu sumber daya guru, proses pembelajaran, teknologi, konten pembelajaran, dan partnership. Manajemen sekolah dan guru masih terus beradaptasi dan mencoba bertahan di tengah pandemi.

Menurut sang kepala SMK itu, di masa pandemi, sekolah swasta harus tangguh jika ingin terus bertahan. Harus ada adaptasi, inovasi, dan kreativitas menyikapi situasi sulit saat ini. Sekolah memberikan subsidi kepada siswa dalam penggunaan kuota internet, tetapi untuk soal gawai atau laptop, sekolahnya kewalahan. Ada siswa yang harus berbagi gawai dengan orangtua di rumah.

Berbagi peran

Jika kita ingin hak anak-anak mendapatkan pendidikan tetap terpenuhi, mau tidak mau setiap pihak harus bekerja sama dan berbagi peran. Pertama, pemerintah pusat sebagai regulator utama menjadi pemimpin orkestra dengan merilis kebijakan yang ramah dan empati. Setiap kebijakan yang sudah dirilis harus diawasi agar tidak keluar jalur dari berbagai tujuan pendidikan, seperti memanusiakan manusia maupun membangkitkan potensi anak-anak.

Kedua, pemerintah pusat, dibantu pemerintah daerah harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola PJJ. Evaluasi ini penting sebagai basis data untuk merumuskan pola pendidikan seperti apa yang tepat untuk menyikapi situasi yang serbatidak pasti ini.

Setelah evaluasi dilakukan pemerintah dapat merumuskan strategi yang tepat berbasis kewilayahan dan tidak menggebyah-uyah. Apakah PJJ berbasis TIK atau guru yang harus bergerilya ke rumah peserta didik? Pilihan tersebut sangat bergantung pada hasil evaluasi. Pemerintah daerah yang tahu betul bagaimana kondisi infrastruktur, perangkat teknologi, jaringan internet, kesiapan guru, peserta didik, maupun orangtua dalam pelaksanaan PJJ. Secara simultan, kapasitas guru perlu ditingkatkan, demikian pula ragam infrastruktur penunjang.

Ketiga, pemerintah pusat dibantu pemerintah daerah perlu memastikan agar tidak ada anak anak yang tertinggal karena PJJ ini. Mengingat, ragam dan luasnya kondisi wilayah di Indonesia, tidak semua sekolah (guru dan peserta didiknya) terakses dengan internet dan listrik, memiliki gawai/laptop, atau televisi dan radio.

Keempat, orangtua didukung komunitas memegang peranan sentral dalam pendampingan anak-anak belajar di rumah. Mendampingi anak di rumah memang bukan hal mudah. Bukan hanya keberadaan fi sik, melainkan juga psikologis.

Tantangan bagi orangtua yang bekerja di luar rumah juga berbeda. Apalagi, ketika PJJ masih berlangsung orangtua atau orang dewasa yang ada di rumahlah guru-guru yang sebenarnya. Hal paling mendasar adalah tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik dan para guru. Sebab itu, peningkatan pemahaman untuk sadar menjaga diri, keluarga, dan orang lain tetap menjadi hal yang paling penting diinternalisasikan melalui pendidikan. Meskipun kita menghadapi situasi sulit, mari kita hadapi awal tahun ajaran baru dengan semangat baru.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya