Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
SEJAK beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak pernah luput dari defisit, kondisi defisit ini sebetulnya diperkeruh lagi oleh cara pandang kita yang terkadang keliru terhadap defisit dan cara mengatasinya.
Mengamati berbagai cara mengatasi defisit yang berkembang, ada kekhawatiran terjadi salah arah yang membuat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) keluar dari muruahnya. Seharusnya kita memahami defisit ini dalam koridor JKN. Jangan sampai kondisi defisit ini membuat muruah JKN mengalami defisit juga.
Muruah JKN terletak pada tujuan, untuk apa JKN ini dilahirkan, serta prinsip yang dipegang teguh dalam pelaksanaannya. Karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar jalan keluar mengatasi defisit tidak membuat JKN keluar dari muruahnya.
Muruah JKN
Pertama, tujuan JKN secara eksplisit tercantum dalam Pasal 19 UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Kita perlu memahami secara jernih frasa 'kebutuhan dasar kesehatan' sebagai target JKN. Untuk memperoleh pemahaman utuh terhadap tujuan ini, kita perlu menelusuri dari hulunya, yaitu UUD 1945 Pasal 28 H ayat 3, Pasal 34 ayat 2, serta tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UU No 40/2004 tentang SJSN.
Kalau ditarik dari hulunya, frasa 'kebutuhan dasar kesehatan' merujuk pada 'kesehatan sebagai kebutuhan dasar', bukan 'pelayanan kesehatan dasar'. Artinya, kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia untuk hidup secara layak dan bermartabat. Targetnya ialah manusia yang sehat. Dalam hal ini, kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan bersifat optimal sesuai kebutuhan.
Upaya mengatasi defisit JKN jangan sampai mereduksi tujuannya. Di sinilah kita perlu memetakan sumber defisitnya. Kita harus membedakan besarnya klaim karena memang pemanfaatannya yang tinggi sesuai kebutuhan dan karena kesalahan manajemen seperti fraud atau memberikan layanan berlebihan (lebih dari yang dibutuhkan).
Tingginya biaya klaim karena kebutuhan layanan kesehatan menunjukkan bahwa program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. Banyaknya peserta yang memanfaatkan layanan kesehatan menunjukkan program ini dinikmati masyarakat. Dari sisi tujuan, tingginya klaim JKN karena memang tingginya pemanfaatan layanan, bukan sesuatu yang salah.
Karena itu, untuk menekan tingginya klaim, yang harus dilakukan ialah upaya preventif yang lebih masif serta meningkatkan kesadaran masyarakat agar mengikuti pola hidup sehat. Kita perlu menghindari upaya mengurangi pengeluaran dengan mengurangi kualitas layanan.
Namun, kalau tingginya klaim karena kesalahan manajemen, boleh dikatakan bahwa JKN mengalami kegagalan dalam pengelolaannya. Karena itu, upaya mengatasinya ialah perbaikan manajemen. BPJS Kesehatan perlu diaudit secara total dan memperbaiki tata kelolanya.
Kedua, dalam mengatasi defisit, ada kecenderungan kita terjebak dalam pola pikir kompartemen, yaitu memandang kelompok peserta sebagai kotak yang terpisah. Pola pikir seperti ini melenceng dari prinsip gotong royong sebagai muruah JKN.
Kebijakan kenaikan iuran peserta mandiri yang lebih tinggi dari pekerja juga berangkat dari pola pikir ini. Karena rasio klaim peserta mandiri lebih tinggi, kenaikan iurannya juga harus lebih tinggi. Ini yang membuat beban biaya peserta mandiri. Dalam kondisi tertentu, lebih berat dari pekerja.
Bahkan, rencana memanfaatkan profit iuran PBI untuk menyubsidi kekurangan iuran peserta mandiri kelas 3 berangkat dari pola pikir kompartemen ini. Artinya, masih memilah penggunaan dana berdasarkan kepesertaan. Iuran PBI hanya untuk peserta PBI, demikian juga iuran peserta mandiri hanya untuk peserta mandiri.
Dalam prinsip gotong royong, iuran yang dikumpul merupakan dana bersama. Tidak ada lagi pemilahan dana milik peserta mandiri, milik PBI, atau pekerja. Di samping tidak mencerminkan prinsip gotong royong, rencana subsidi seperti ini juga tidak tepat karena tidak akan menambah pendapatan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara JKN.
Pendanaan alternatif
Demi menjaga muruah JKN, cara yang bijak untuk mengatasi defisit ialah mencari sumber dana alternatif di luar iuran. Kendati menggunakan mekanisme asuransi dalam perspektif jaminan sosial, iuran JKN bukan satu-satunya sumber dana. Iuran JKN tidak ditentukan berdasarkan tingkat risiko penyakit, tetapi berdasarkan kemampuan masyarakat karena JKN dirancang untuk menjangkau seluruh rakyat.
Artinya, selisih negatif (defisit) antara akumulasi iuran dan klaim merupakan sesuatu yang wajar. Karena itu, dalam Pasal 48 UU No 40/2004 disebutkan bahwa pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan BPJS. Pasal ini merupakan dasar hukum bagi pemerintah untuk mencari pendanaan alternatif. Kondisi defisit yang terus terjadi ini semestinya sudah menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk mencari pendanaan alternatif di luar iuran.
Pemerintah sudah melakukan hal ini melalui Perpres No 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres ini mengatur penggunaan 75% dari 50% realisasi penerimaan pajak rokok bagian hak setiap daerah untuk menutup defisit. Namun, ternyata tidak cukup sehingga perlu ada alternatif lain.
Pendanaan alternatif bisa jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan. Misalnya, melalui efisiensi APBN dengan memotong anggaran pada pos yang dinilai tidak efektif, termasuk di dalamnya merelokasi dana program bantuan sosial dan subsidi yang tidak efektif. Cara lainnya ialah memanfaatkan sebagian dana kenaikan cukai rokok.
Dalam jangka panjang, perlu alternatif yang sifatnya sustainable melalui pengenaan pajak jaminan sosial (social security tax) khusus untuk kesehatan. Pajak ini dikenakan pada produk-produk yang berisiko menimbulkan penyakit. Dalam hal ini perlu ada kajian untuk menentukan produk mana saja yang menjadi targetnya.
Penyelesaian defisit JKN perlu juga dikaitkan dengan program pengembangan SDM yang menjadi salah satu fokus Presiden Jokowi. Membangun manusia yang sehat juga merupakan bagian dari membangun manusia yang unggul.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved