Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SETIAP penyelenggaraan pesta demokrasi, debat calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) ialah salah satu momen yang dinanti-nantikan banyak kalangan.
Lima kali jadwal debat antarcalon capres-cawapres yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan forum penting bagi pihak yang berkontestasi, untuk memaparkan sikap dan program prioritas yang mereka tawarkan sebagai solusi menghadapi persoalan bangsa ini. Selain itu, sekaligus menjadi ajang untuk mendemonstrasikan kedalaman wawasan, kebijaksaaan dalam menghadapi tantangan, dan kompetensi calon serta seberapa pantas mereka menduduki jabatan sebagai pemimpin negara.
Dalam debat capres-cawapres, apa yang mereka sampaikan dalam forum bukan sekadar ketangkasan berkelit dan menjawab pertanyaan. Dalam debat pemilu, setiap perkataan yang diucapkan sesungguhnya ialah kontrak politik mereka dengan konstituennya.
Dalam debat, pihak yang berkontestasi diuji dan ditantang dalam tempo yang singkat mampu menjelaskan bagaimana cara mereka menghadapi berbagai permasalahan kebangsaan.
Jawaban yang lugas, sistematis, dan kontekstual ialah kunci bagi para kandidat untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat yang memiliki hak untuk memilih dalam Pemilu 2019.
Fungsi debat
Bagi konstituen yang militan dan sejak awal sudah menentukan pilihan politiknya, mereka memang kemungkinan tidak akan terpengaruh ada-tidaknya, dan bagaimana debat berlangsung.
Kelompok masyarakat yang merupakan pendukung atau loyalis yang fanatik ini, biasanya mereka tidak peduli apa yang terjadi. Bagi mereka yang terpenting ialah siapa yang menjadi tokoh politik idola yang dipuja, terlepas apa pun yang terjadi dalam proses menuju hari dan tanggal pemilihan.
Namun, lain soal bagi warga masyarakat yang belum menentukan pilihan atau mereka yang merupakan bagian dari para pemilih pemula. Di kalangan masyarakat yang masih menimbang-nimbang ke mana mereka bakal menentukan pilihan, apa yang dipaparkan dalam debat kemungkinan besar akan menjadi preferensi bagi pemilih untuk menentukan ke mana suara mereka bakal berlabuh.
Khusus bagi generasi milenial yang rasional, siapa kandidat yang unggul dalam forum debat capres-cawapres niscaya akan menjadi preferensi penting, sebelum mereka memutuskan memilih kandidat mana yang mereka nilai mumpuni. Kandidat yang mampu tampil elegan dan menguasai masalah, niscaya mereka akan mampu menarik simpati generasi milenial.
Di kalangan generasi milenial yang tidak memiliki ikatan dan memori terhadap track record para kandidat yang tengah berkontestasi, yang penting di mata mereka ialah apa yang mereka saksikan dan siapa yang mampu membuktikan kepiawaian menjawab berbagai masalah kebangsaan.
Berbeda dengan konstituen yang fanatik pada partai dan tokoh tertentu, generasi milenial kebanyakan merupakan warga masyarakat yang pragmatis. Tidak terlampau peduli pada dinamika politik karena yang terpenting bagi mereka ialah bagaimana sekadar berpartisipasi dalam politik dan memilih kandidat sesuai preferensi terbaru yang dimiliki.
Sebagai bagian dari generasi milenial yang rasional, sekitar 57% warga milenial yang akan memilih dalam Pemilu 2019 nanti bisa dipastikan akan kehilangan rasa simpatinya pada kandidat yang dinilai hanya mengobral janji atau sekadar melontarkan kritik emosional tanpa didukung data yang bisa dipertanggungjawabkan.
Kandidat yang dinilai berkualitas dan karena itu menarik simpati mereka, niscaya ialah capres-cawapres yang mampu berdiskusi dengan berbasis realitas dan data yang bisa dipertanggungjawabkan.
Saat ini juru kampanye kedua pasangan capres-cawapres yang tengah bersaing dalam Pemilu 2019, tentu tidak hanya berusaha memoles penampilan kandidat dan menyimulasikan apa kira-kira yang harus ditampilkan dalam acara debat.
Di luar soal penampilan, yang lebih substansial ialah bagaimana mewujudkan debat yang benar-benar berkualitas, saling melontarkan kritik yang bermutu, dan tidak terjerumus dalam perdebatan agitatif dan provokatif.
Spontan dan berkualitas
Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kelancaran penyelenggaraan pemilu, KPU telah menyusun skenario pelaksanaan debat yang bermutu dan mengakomodasi keinginan juru kampanye kedua belah pihak yang berkontestasi.
Selain memutuskan memberi bocoran pertanyaan kepada kedua capres-cawapres dengan alasan agar kontestan siap dengan jawabannya, KPU juga telah memilih moderator yang dianggap netral serta menentukan tema-tema apa yang layak didiskusikan dalam lima kali debat yang telah disepakati.
Dengan berbagai kemudahan yang diputuskan KPU, kedua pihak yang berkontestasi dalam Pemilu 2019 niscaya akan lebih mudah dan lebih fokus mempersiapkan diri. Di sisi lain, tidak sedikit pihak sebetulnya agak mengkhawatirkan jalannya debat nanti jika pengaturan jalannya debat terlalu rinci. Berisiko tidak diwarnai dengan kejutan-kejutan dan improvisasi dari para kandidat yang sifatnya spontan.
Bagi masyarakat, apa yang ingin mereka saksikan dalam debat tentu bukan hanya jawaban-jawaban yang seolah sudah dipersiapkan sebelumnya atau sekadar hafalan. Namun, yang ingin disaksikan ialah debat yang seru dan spontan, debat yang berkualitas, dan debat yang mampu memperlihatkan kualitas dari para kandidat yang tengah berkontestasi.
Di tengah kekhawatiran dan keresahan masyarakat terhadap munculnya berbagai hoaks dan kritik yang tidak berbasis data, penyelenggaraan debat ialah momen yang penting bagi kedua belah pihak untuk melakukan counter issues, dan memperlihatkan kepada masyarakat kenyataan yang sebenar-benarnya. Fitnah dan tudingan yang menyerang sisi personal kandidat, niscaya akan dapat diklarifikasi dalam forum debat yang diselenggarakan KPU.
Biarlah debat antarcapres-cawapres berlangsung natural, seru, dan kritis agar tidak terjebak hanya menjadi forum yang formal, basa-basi, yang tidak menarik bagi masyarakat khususnya generasi milenial yang kritis.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved