Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Berharap Berkah dari Laut

Adiyanto, wartawan Media Indonesia
29/10/2018 02:30
 Berharap Berkah dari Laut
(MI/Seno)

DALAM buku pelajaran sekolah, Indonesia kerap disebut sebagai negara agraris dan negara maritim. Koes Plus bilang, cukup kail dan jala serta tongkat dan batu pun, penduduk di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi ini bisa hidup, saking suburnya tanah dan kayanya potensi yang terkandung di laut kita.

Pertanyaannya kini, sejauh mana kehidupan petani dan nelayan kita? Mengapa yang kaya hanya Jakarta dan daerah penghasil tambang? Mengapa kawasan timur yang terdiri dari gugusan pulau, seperti NTT atau Maluku jauh tertinggal dari Kalimantan Timur?

Betul, harus ada prioritas dalam setiap konsep pembangunan. Hasil tambang atau industri pengolahan memang komoditas menggiurkan. Namun, menafikan atau menyampingkan potensi lainnya ialah sebuah kekeliruan.

Wajar jika Presiden Joko Widodo gundah. Katanya, “Kita sudah terlalu lama memunggungi laut.” Potensi yang ada dalam samudra ini kurang dimanfaatkan maksimal. Padahal, dulu di abad ke-17 wilayah pesisir, seperti Banten, Ternate, dan Banda ialah kerajaan-kerajaan maritim yang kaya. Seperti banyak ditulis dalam kitab sejarah, era kejayaan kerajaan-kerajaan ini pun sirna seiring hadirnya VOC, holding dagang Belanda.

Kini, kisah kemasyhuran nenek moyang kita menguasai laut, cuma bisa kita baca dalam lembar buku sekolah atau dalam pelayaran keliling pinisi. Tidak salah memang jika hal itu dilakukan untuk membangkitkan patriotisme.

Namun, jangan lantas kita terjebak pada jargon dan simbol. Oleh karena itu, dalam program Nawa Cita Pemerintahan Jokowi, pembangunan di sektor maritim kini jadi salah satu prioritas. Indonesia harus jadi poros maritim dunia.

Dalam Seminar Nasional Demografi bertema Pemanfaatan demografi Indonesia di sektor kepariwisataan, kebaharian, dan ekonomi kreatif, di Jakarta, tahun lalu,  Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan kontribusi sektor maritim terhadap pertumbuhan ekonomi masih tergolong rendah, hanya sekira 4%.

Padahal, kata dia, sektor kebaharian atau kemaritiman memiliki cakupan potensi yang luas, termasuk transportasi laut, sumber daya hayati laut, sumber daya ikan, bioteknologi laut, sumber daya mineral dan energi, wisata bahari, dan jasa lingkungan. Ini yang harus dimaksimalkan.

Oleh karena itu, konferensi tentang samudra berskala internasional (Our Ocean Conference) 2018 yang digelar di Nusa Dua, Bali, hari ini dan besok, harus jadi momentum untuk mengingatkan kembali betapa pentingnya pembangunan di sektor maritim. Sebagai negara kepulauan yang memiliki kurang lebih 17 ribu pulau dan garis pantai sekitar 55 ribu km, terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, Indonesia yang dikelilingi laut, menyimpan potensi ekonomi maritim yang besar.

Tentu semua ini mesti dikelola dengan benar dengan tetap menjaga kelestariannya. Tidak hanya biota-biota laut, tapi juga menjaga perairan ini dari tangan-tangan tidak bertanggung jawab yang menjadikan laut sebagai jalur lalu lintas perdagangan manusia atau distribusi narkoba.

Laut yang kita miliki sesungguhnya ialah berkah sekaligus anugrah dan nenek moyang kita telah mengajarkan bagaimana memanfaatkan kekayaan alam ini untuk jalur pelayaran hingga dihormati dunia internasional, bukan malah mencemari dan merusaknya dengan timbunan sampah plastik atau praktik illegal fishing.

Seperti kata profesor sejarah Yuval Noah Harari, “Kita belajar sejarah bukan sekadar untuk takjub pada masa lalu, tapi untuk menghindari kebodohan.” (Adiyanto/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya