Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Kasus Sukajadi semakin Menjadi-Jadi

Mathias S Brahmana Wartawan Media Indonesia
29/10/2018 06:00
Kasus Sukajadi semakin Menjadi-Jadi
(MI/Seno)

KOTA Tangerang seminggu terakhir mendapat perhatian masyarakat dengan adanya aksi penggembokan jalan utama akses keluar masuk permukiman warga RT 003 RW 005 Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Karawaci, Provinsi Banten.
Hanya ada satu jalan menuju permukiman RT 003 RW 005 di Jalan Imam Bonjol tersebut yaitu Jalan Gang Tunas 3.

Jalan selebar empat meter itu dibangun dari dana APBD Kota Tangerang. Belakangan jantung kehidupan warga yang umumnya kalangan ekonomi lemah diambil paksa oleh perorangan yang mengklaim sebagai pemilik dengan memasang jeruji besi sehingga penghuni laksana berada dalam lembaga pemasyarakatan.

Mereka bukan warga binaan tapi tidak bisa bebas keluar masuk kecuali jika gemboknya dibuka oleh penjaga dari ormas yang ditempatkan di sana. Ada CCTV terpasang untuk merekam dan memantau aktifitas ke permukiman tersebut.   
Secara ekonomi, orang berduit akan meneteskan air liur jika melihat lokasi yang berada di pusat Kota Tangerang tersebut.

Terlebih setelah Kementrian Pekerjaan Umum dan Permukiman Rakyat membuka akses jalan baru di sisi Sungai Cisadane selebar 20 meter, lahan RT 003 yang tadinya tanah seolah-olah telah berubah menjadi emas karena akan menjadi pusat bisnis baru.Lokasi akan diapit oleh dua jalan utama yaitu Jalan Imam Bonjol dan jalan baru yang sedang proses pengerasan tanah.

Alangkah eloknya bila Komisi Pemberantasan Korupsi mulai mengarahkan antenanya ke kawasan yang sedang berdenyut ini. Tujuannya agar tidak ada penyelewengan penggunaan uang negara dalam pembebasan lahan. Di sisi lain, warga RT 003 yang tidak terdampak pembebasan tetap bisa menikmati kehidupan normal, jauh dari teror dan pemenjaraan kemerdekaan selaku warga negara.  

Warga meyakini adanya permainan uang membuat permukiman mereka digoyang. Sudah sewajarnya KPK menginvestigasi adakah kemungkinan kekuasaan, eksekutif maupun legislatif, bahkan judikatif, berada dalam pusaran tersebut.    
Bila kekuasaaan tidak ikut serta di dalamnya, dapatkah konstitusi negara dicomot oleh perorangan?

Jika Tuhan yang melakukannya, siapa dapat melawan, karena Dia adalah penciptanya. Tapi kalau masih manusia, dia harus menghormati hukum yang berdaulat di negara Republik Indonesia.
Siapa pemilik sebenarnya, warga atau perorangan, tengah diuji di Pengadilan Tinggi Banten.

Pada 15 Maret 2018,  Pengadilan Negeri Tangerang mengabulkan gugatan Hertati Suliarta bahwa permukiman warga di areal seluas 6.965 meter itu sebagai miliknya. Warga naik banding. Pengadilan Tinggi Banten akan membuktikan benarkah Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Tangerang menerbitkan Surat Hak Milik (SHM) kepada Hertati sesuai dengan aturan.

Pihak warga lewat kuasa hukumnya, Arjuna Ginting, mempertanyakan apa alas BPN menerbitkan SHM? Pasalnya, warga pegang surat girik! Lalu surat jual beli apa yang dipakai sebagai dasar penerbitan SHM lantaran warga tidak merasa menjual? Thio Lian Seng, 55, salah satu penghuni, menyatakan orang tua mereka pun tidak mengenal Hertati, apalagi warga.  

Lurah Sukajadi H Mulyani yang membawahi wilayah sengketa juga menguatkan tidak menemukan catatan ataupun arsip terkait kepemilikan tanah atas nama Hertati Suliarta maupun warga.
Lalu siapa yang berhak? Di tengah proses mencari keadilan melalui pengadilan inilah terjadi ketidakadilan. Pagar besi diberdirikan untuk menutup akses warga sekalipun jelas-jelas melanggar Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan.

Yoni, kuasa hukum Hertati, beralasan mendirikan pagar besi di Gang Tunas III karena lahan itu milik Hertati.

“Ibarat lahan atau rumah Anda yang tiba-tiba diaku oleh seseorang.

Mau dipagar atau tidak itu hak Anda, apalagi tuntutan mereka (atas pendirian jeruji besi) telah dikalahkan pengadilan,” cetus Yoni.

Ombudsman Provinsi Banten telah menyurati Kapolda Metro Jaya atas adanya aksi pemaksaan kehendak di tengah proses pencarian keadilan di Sukajadi. Setelah Ombudsman menyurati Kapolda, situasi sedikit mengendur seperti bermain layangan, kebebasan warga ditarik ulur. Terkadang digembok, kali lain dibuka.

Sabtu (20/10/2018) lalu, ketika Ketua DPW Partai NasDem Banten Dr Wawan Iriawan SH MH mendatangi lokasi untuk menyaksikan inisiatif warga mendirikan Posko Partai NasDem di sana, pintu gerbang tidak digembok. Tapi dua hari kemudian digembok lagi. Mirip simulasi berlalu lintas: buka tutup. Demi keadilan lah hukum dilahirkan.

Jangan samakan hukum dengan tebu. Satu sisi mengambil manisnya namun di pihak lain memasukkan ampas ke tenggorokan yang lain. Siapapun yang menang di tingkat peradilan terakhir dengan bukti kuat dan terpercaya, pihak bersangkutan yang patut dianggap sah sebagai pemilik, sekalipun bisa saja terjadi, di pengadilan pun terjadi ketidakadilan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya