Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
PEKAN depan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya berencana menerapkan electronic traffic law enforcement. Uji coba dijadwalkan Oktober 2018. Pilot projectnya di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, dan Jalan Sudirman, Jakarta Selatan.
Lebih mudahnya, kita sebut tilang elektronik atau E-Tilang. Uji coba bakal berlangsung satu bulan hanya buat kendaraan pelat B karena data nasional belum sinkron. Jadi untuk sementara pelat A (Banten) dan F (Bogor) berlaku tilang biasa.
Apabila hasilnya positif dan efektif, E-Tilang langsung diberlakukan bulan berikutnya. Penerapan E-Tilang memang sudah mendesak mengingat tabiat buruk berlalu lintas di Ibu Kota semakin parah.
Rata-rata korban tewas akibat kecelakaan sebanyak 40-50 orang per bulan, belum termasuk ratusan korban luka berat dan ringan. Pada 2017 tercatat 5.140 kejadian kecelakaan dan sebanyak 529 orang tewas sejak Januari hingga November.
Periode yang sama pada 2016 terjadi 5.721 kejadian dengan 619 orang tewas atau lebih 50 orang per bulan.
Penyebab utama kecelakaan berhubungan dengan disiplin berlalu lintas. Umumnya pengemudi tidak konsentrasi, perhatian bukan ke jalan raya, melainkan fokus pada telepon seluler, baik berbicara maupun membaca pesan. Sejumlah kecelakaan lainnya karena mengemudi sambil makan.
Selain menggunakan gadget sambil mengemudi, faktor penyebab serius lainnya karena mabok, kecepatan tinggi, menerobos lampu merah, berhenti tidak pada tempatnya, melawan arus, melanggar rambu, mengabaikan jarak aman, dan lain-lain.
Faktor disiplin menjadi sasaran utama E-Tilang. Saat ini, sudah belasan CCTV dipasang pada titik strategis Jalan Thamrin serta Jalan Sudirman. CCTV pada kedua jalan protokol tersebut telah terkoneksi dengan NTMC Polda Metro Jaya.
CCTV dilengkapi dengan empat kamera canggih dengan akurasi dan resolusi tinggi. Kamera dengan jelas dapat menangkap pelat nomer dan wajah pengemudi, kemudian secara otomatis mencari siapa dan dimana alamat pelaku pelanggaran.
Bentuk pelanggaran yang masuk rekaman E-Tilang meliputi marka dan rambu, batas kecepatan, melanggar jalur khusus kendaraan tertentu (Busway), kelebihan daya angkut dan dimensi, menerobos lampu merah, melawan arus, mengemudi tanpa kendali, tidak menggunakan sabuk pengaman, dan tentu saja mengemudi sambil menggunakan ponsel.
Rekaman pelanggaran dalam bentuk surat akan dikirim ke rumah dan hanya diberi waktu dua pekan untuk melakukan pembayaran denda di BRI.
Apabila pelanggar tidak melakukan pembayaran, secara otomatis STNK kendaraan terblokir. Jika kendaraan dimaksud kembali melakukan pelanggaran, denda akan diakumulasikan. Setiap denda diberlakukan maksimal sebesar Rp 500 ribu.
E-Tilang telah diberlakukan di Turki, Inggris, Amerika Serikat, serta Simgapura. Tujuan pemberlakuan E-Tilang, menurut Polda Metro Jaya dalam sosilisasinya agar pengguna jalan lebih beradab. Polisi menjamin penindakan cepat dan bebas pungli, akan menimbulkan efek jera bagi pelanggar, masyarakat lebih tertib dan patuh, petugas lalu lintas bisa dikuangi.
Jumlah kendaraan pelat B saat ini sudah mencapai 18 juta, empat juta roda empat dan lebih, 14 juta roda dua plus angkutan umum. Jakarta benar-benar sudah sesak oleh kendaraan, melebihi jumlah penduduknya.
Sesaknya jalanan membuat pengendara zaman <i>now<p> lebih mengedepankan kecepatan ketimbang mematuhi aturan. Urusan tilang bisa diatur. Disinilah marwah sukses tidaknya E-Tilang.
Peraturan sederhana yang diterapkan dengan baik dapat membawa dampak signifikan terhadap prilaku berlalu lintas di Ibu Kota. Syaratnya, kamera perekam harus berlaku sama terhadap kendaraan sipil maupun kendaraan pelat merah, polisi atau tentara.
Kendaraan polisi dan dinas militer sepatutnya menunjukkan contoh berdisiplin di jalan raya. Bukan rahasia umum, kendaraan sipil ikut-ikutan melanggar karena dimotori angkutan militer/polisi.
Lihat saja di lapangan, akibat ketidaktegasan, saat ini banyak kendaraan pribadi memakai sirene, rotator, dan pengeras suara. Mereka bukan anggota TNI/Polri. Dengan uang Rp1,5 juta siapapun sudah bisa memakai sirene, rotator, dan pengeras suara.
Ketiga alat tersebut membuat mereka merasa paling berhak menggunakan jalan raya. Polisi sudah angkat tangan mengatasinya. E-Tilang pun akan runyam jika kepolisian bertindak muka dua.
Jika berani menindak tegas setiap pelanggaran, apakah dia sipil atau TNI/Polri, kenakan E-Tilang dan umumkan agar masyarakat tahu adanya ketegasan penegakan hukum.
Sejatinya, kepolisian tidak perlu ragu mencoba gagasan baru. Asal tujuannya bagi kepentingan orang banyak, apalagi demi ketertiban di jalan dan keselamatan bersama, masyarakat akan mendukung, karena hampir semua pengendara sudah muak dengan ketidakberadaban berlalu lintas di Ibu Kota.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved