Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
TULISAN pertama ini ialah bagian dari dua tulisan yang mengulas tema konferensi pascasarjana internasional Indonesia, Mode of communication and mode of production: From human to posthuman, pada 11-12 Juli 2018 di Kampus Universitas Indonesia, Depok.
Konferensi ini diselenggarakan Pascasarjana Ilmu Komunikasi, Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia dalam mengakomodasi karya akademisi, pakar, dan profesional pada level lulusan strata dua (master).
Pascamanusia (posthuman) adalah suatu konsep yang berasal dari bidang fiksi ilmiah, futurologi, dan seni kontemporer, atau filsafat yang mendiskusikan entitas yang lahir ketika manusia menggabungkan dirinya dengan teknologi yang merupakan ciptaan manusia.
Konsep ini membahas masalah etika dan keadilan, bahasa dan komunikasi antarspesies, sistem sosial, dan aspirasi intelektual interdisipliner. Secara sederhana, pascamanusia merupakan suatu kondisi saat manusia dan teknologi cerdas menjadi semakin terjalin.
Secara khusus, pascamanusia adalah keadaan manusia yang membuka pola informasi sehingga teknologi dapat mengetahui, membaca, menerjemahkan, dan menafsirkan keinginan manusia. Jadi, teknologi membantu manusia untuk mewujudkan segala keinginan manusia. Setidak-tidaknya manusia percaya bahwa dengan bantuan teknologi, manusia dapat mencapai harapannya.
Oleh karena itu, optimisme tentang kehidupan masa depan dapat dibangun saat manusia terhubung antara satu dan lainnya dengan teknologi yang semakin mutakhir dan dengan menggunakan jaringan yang tertanam di dalam tubuhnya. Hal-hal positif dari keterjalinan manusia dan teknologi semakin mempertegas bahwa kehadiran teknologi mampu mengekstensi kemampuan dan kebutuhan manusia sehingga pada titik tertentu kemampuan teknologi yang sedemikian rupa menyebabkan manusia ingin menjadi bagian dari teknologi hasil kreasi dan inovasi manusia.
Sedikit banyak gambaran yang diinginkan tidak jauh berbeda dengan kondisi yang terjadi saat ini ketika manusia terhubung antara satu dan lainnya menggunakan koneksi jaringan internet dan seluler. Yang membedakan hanyalah alatnya.
Jika dalam pascamanusia alat koneksi tertanam dan terintegrasi dalam tubuh manusia, sedangkan alat yang dimiliki saat ini melekat seolah-olah tidak dapat dilepaskan dari tangan manusia. Menariknya, rangkaian narasi keterhubungan dan interaksi antara manusia dan teknologi memperlihatkan adanya positivisme yang juga terbangun dalam moda komunikasi.
Dengan begitu, pandangan pascamanusia dalam tulisan ini tidak mendiskusikan hal-hal negatif dari elaborasi manusia dengan kecerdasan buatan (artificial intelligent). Tulisan ini juga tidak melihat dari sisi ketakutan Fukuyama tentang bioteknologi yang menjadi monster bagi manusia.
Tulisan ini membahas implantasi teknologi pada manusia yang mempermudah adanya transformasi dalam berkomunikasi. Ada empat aspek yang diperhatikan dalam era pascamanusia untuk moda komunikasi. Pertama, mengatasi hambatan dalam membangun pengalaman bersama. Kedua, membentuk pengalaman yang menarik. Ketiga, mengungkapkan konten dari pengalaman itu sendiri, dan yang keempat, realitas yang terbangun dari konteks pengalaman bersama.
Pengalaman dalam komunikasi dapat diakumulasi dan diukur secara kuantitatif. Dengan adanya kuantifikasi jumlah informasi maka manusia dapat mengukur kemungkinan secara lebih luas karena jumlah informasi yang terbatas menyebabkan manusia hanya mengandalkan fakta yang terbatas serta kualitas yang tersedia untuk melakukan perubahan.
Padahal dengan kehadiran pascamanusia dalam kehidupan manusia, jumlah informasi semakin berlimpah sebagai salah satu syarat yang dibutuhkan untuk dapat memberikan kepastian dalam proses pengambilan keputusan strategis. Apalagi dalam konteks kebijakan dan pelayanan publik. Semakin tinggi informasi tentang pengalaman yang diperoleh dari keinginan dan perilaku masyarakat, semakin mempermudah pelayanan publik.
Dalam satu sisi, era posthuman dalam kehidupan manusia ialah keniscayaan. Hanya tinggal memutuskan apakah teknologi terpisah sama sekali dan dipakai hanya saat diperlukan. Apakah teknologi melekat dengan manusia, tapi masih memiliki karakteristik masing-masing. Atau, apakah teknologi dan manusia menyatu menjadi satu sehingga terjadi saling ketergantungan.
Maka, tidak dapat dimungkiri bahwa wacana kritis dari eksistensi etika menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan seiring dengan semakin masifnya teknologi yang dianggap cerdas melebihi kemampuan manusia.
Ddi sisi lain, era pascamanusia meningkatkan wacana etika terutama dalam rasionalitas hubungan manusia dan teknologi dalam membangun moda komunikasi.
Setidaknya ada tiga rasionalitas yang terjadi. Pertama, rasionalitas logistik yang menempatkan perlunya kendali secara maksimal pada teknologi yang digunakan dalam moda komunikasi. Kedua, rasionalitas taktikal yang memperlihatkan perlunya kepastian pada teknologi, kepercayaan, dan moralitas dalam moda komunikasi. Adapun yang ketiga ialah rasionalitas strategis yang mengutamakan keuntungan unilateral dari hasil negosiasi dan keterlibatan manusia dan teknologi dalam moda komunikasi.
Oleh karena itu, era pascamanusia memerlukan manusia yang tidak semata-mata cerdas, tetapi juga menjadi lebih bijak dalam menentukan kehidupan dan moda komunikasi yang mengelaborasi teknologi dalam manusia. Hal itu karena pada dasarnya moda komunikasi lahir dari berbagai jenis teknologi, termasuk teknologi yang terimplan di manusia hanyalah untuk membuat pengalaman saling memahami semakin baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved