Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
SIROP rasanya manis. Cairan pelepas dahaga itu selalu mewarnai perayaan Idul Fitri. Apalagi diracik dengan sekumpulan buah-buahan segar. Wow rasanya nikmat sekali. Tapi pada saat-saat tertentu sirop dengan sop buah pun bisa terasa hambar. Mungkin sulit memercayainya.
Tapi tidak mustahil ada kepala dinas di DKI Jakarta atau setidaknya pejabat eselon dua yang merasakan demikian selama Lebaran kemarin. Ayam opor dan rendang dalam piring ketupat sayur pun laksana bubur ayam tanpa kaldu, kecap dan bumbu.
Mengapa bisa yang enak-enak pun terasa eneg, pengen muntah, tentu karena tubuh sedang tidak normal. Orang sakit umumnya jenuh melihat makanan sekalipun dimasak chef hotel berbintang.
Apalagi yang sakit adalah hati, lebih parah lagi menguasai rasa; sop iga terasa laksana ceker ongseng. Mengapa? Karena sakit hati merubah pikiran positif menjadi energi negatif.
Bagaimana hati tidak kebat kebit. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan akan mencopot lebih banyak lagi kepala dinas seusai Lebaran. Ancaman mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu membuat lidah sebagian kepala dinas menjadi kelu.
Apalagi seminggu sebelum Lebaran, Anies telah menurunkan tiga kepala dinas dari kursi kekuasaan dan harus segera menyerahkan segala fasilitas kelas satu yang selama ini mereka terima.
Mereka ialah Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Agustino Darmawan; Kepala Dinas Pendidikan, Sopan Adrianto; serta Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa, Indrastuty Rosari Okita.
Ketiga pejabat tersebut dicopot Anies Baswedan dengan satu kata: penyegaran. Yang segar tentu bukan ketiga pejabat tadi, tapi penggantinya. Siapa mereka, tentu bukan orang jauh.
Fakta sudah di depan mata. Pejabat yang merasa terancam, tak bakal menyerah begitu saja. Upaya pendekatan sudah dirancang pada saat Lebaran. Tak apa matut matut asalkan tetap dianggap patut.
Modus setor muka dengan tunduk tunduk sambil cengengesan dan cium tangan rupanya sudah terendus oleh Anies dan Sandiaga Uno selaku Wagub DKI. Mereka pun memutuskan tidak menggelar open house pada Hari Raya Idul Fitri 1439 H.
Keduanya tidak sudi melihat muka penjilat. “Kita tidak suka merespon orang seperti itu,” tegas Sandi.
Nama-nama pejabat yang bakal kegusur rencana diumumkan pada 21 Juni saat halal bihalal di Balai Kota DKI.
Habis manis sepah dibuang? Bukan bukan, habis sepah ya dibuanglah. Pasalnya, sudah delapan bulan Anies-Sandi memimpin Ibu Kota, ide kepala dinas tak juga masuk ke program janji kampanye.
Langkah Anies menggusur pejabat yang diangkat Basuki Tjahaja Purnama , Plt Sumarsono, dan Djarot Saiful Hidayat, dibenarkan Undang-Undang. UU Nomor 5 Tahun 2014 mengatur tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN.
Hanya UU tersebut mengamanatkan penempatan pejabat pada jabatan tertentu harus terlebih dahulu melalui analisa terhadap beban tugas dan beban kerja yang diemban oleh organisasi terkait, yang nantinya akan menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.
Pengamat Kebijakan Publik, Amir Hamzah, menyuarakan agar Anies-Sandi membenahi dulu Badan Kepegawaian Daerah (BKD) agar mendapat bibit unggul. Selama ini di tempat tersebutlah poros masalah.
Prinsip profesional dan proporsional pada era Ahok dan Djarot tidak terpenuhi karena ada dugaan kecurangan di tubuh BKD.
Pejabat yang dilantik tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan maupun pengalaman bersangkutan. Pejabat kampiun di bidang pemerintahan dijadikan pejabat teknis di kantor dinas. Kinerjanya jauh dari harapan.
Pada era Ahok, ada pejabat yang menduduki kursi bukan hasil lulus seleksi. Calon lulus seleksi tak ikut pelantikan. Kecurangan itu sempat terdengar wartawan meski kemudian isunya senyap kembali. Tapi terbukti kemudian, APBD yang terserap hanya pada kisaran 60% setiap tahun. Pejabatnya kurang kreatifitas.
Beban di pundak Anies-Sandi sangat berat. Merealisasikan janji kampanye membutuhkan personel-personel berpengalaman, kredibel dan kompeten di bidangnya. Calon yang terpilih harus benar-benar hasil seleksi secara fair oleh anggota panitia seleksi yang juga fair.
Anies-Sandi yang sudah memeroleh status keuangan WTP (wajib tanpa pengecualian) diharapkan tidak mengulang kesalahan pendahulunya. Tahun politik pertaruhan bagi partai pendukung. Citra partai pendukung terdongkrak atau terbuldoser ikut ditentukan oleh kinerja Anies-Sandi di Ibu Kota.
Itulah sebabnya memperkerjakan yang bisa kerja, mikir cerdas, dan professional, menjadi harga mati. Menemukan orang-orang seperti itu di Pemprov DKI tidak susah asalkan seleksinya benar.
Selamat menikmati sirop manis bagi kepala dinas yang terpilih. Warga Jakarta rindu karya gemilangmu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved