Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Siapa Lebih Sakti?

Adang Iskandar, Redaktur Bahasa Media Indonesia
08/10/2017 00:01
Siapa Lebih Sakti?
(Wikipedia)

DUA bulan lalu di persimpangan dekat sebuah mal di Kota Bekasi, Jawa Barat, sepulang kerja, mata saya 'tertangkap' oleh sebuah reklame digital saat lampu lalu lintas menyala merah. Pariwara itu terkait dengan pemilihan Wali Kota Bekasi dan Gubernur Jawa Barat pada 2018. Namun, pandangan saya saat itu lebih terfokus pada teks yang menyertai gambar kedua politikus dalam reklame itu, 'Tetap Digjaya di Bumi Patriot'.

Ternyata, salah satu kata dari frasa itu, digjaya, merasuk ke alam bawah sadar saya. Digjaya atau digdaya? "Ah... emang gue pikirin," saya saat itu membatin sambil berlalu.

Berselang dua bulan, kata itu kembali menyapa saya. Sebuah reportase di media dalam jejaring (daring) memberitakan karya otomotif anak bangsa ini, mobil Esemka Digdaya, yang tepergok berkeliaran di jalan raya. Lagi-lagi, kali ini pun saya tidak tertarik dengan bentuk atau keunggulan mobilnya. Merek kendaraan itu yang justru kembali membangunkan ingatan saya tentang kata digdaya. "Digdaya atau digjaya?"

Saya pun segera membuka 'kitab suci' para praktisi bahasa Indonesia, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring. Saya mengetikkan digjaya dan ternyata kata itu tak terkonfirmasi. Lalu saya pun segera memasukkan digdaya, yang langsung direspons kamus daring itu. Muncullah keterangan 'tidak terkalahkan; sakti'. Hal itu mengonfirmasi bahwa kata digdaya-lah yang mendapat tempat sebagai kata baku dalam jagat bahasa Indonesia.

Lalu bagaimana dengan kata digjaya? Kata digjaya ternyata lebih familier di kalangan penutur bahasa Sunda.

Saya pun kembali teringat pada pariwara yang terkait dengan pilkada tersebut di atas, yang menggunakan digjaya, karena konteksnya memang terkait dengan perhelatan demokrasi di tatar Sunda. Dalam bahasa Sunda kata digjaya berarti meunangan (selalu menang) dan sakti. Persis sama artinya dengan kata digdaya dalam bahasa Indonesia, yang diserap dari bahasa Jawa digdoyo.

Terus apa bedanya? Apakah cuma karena perbedaan penutur sehingga bunyi dan penulisannya berbeda padahal maknanya persis sama?

Karena masih penasaran, saya melongok ke bahasa Sanskerta untuk mengetahui etimologi kata digdaya. Ternyata dalam bahasa Sanskerta, kata dig- merupakan bentuk terikat yang berarti 'lebih' atau 'mumpuni'. Setelah dilekatkan dengan kata daya terbentuklah kata digdaya (sakti).

Anggaplah saya mengakomodasi bentuk terikat dig- meskipun KBBI tidak melakukannya. Jika kita memisahkan digdaya dan digjaya dari kata dig-, ada kata daya dan jaya. Kata jaya berarti selalu berhasil; sukses; hebat, sedangkan daya bermakna kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak.

Dari makna tiap-tiap kata itu, akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa kata digjaya lebih merujuk pada sebuah hasil. Contohnya tadi, 'Tetap Digjaya di Bumi Patriot', yang mengisyaratkan bahwa subjek yang dibicarakan sudah berhasil atau hebat. Sementara itu, bentuk digdaya lebih ke potensi atau anggapan mengenai kekuatan subjek. Penggunaan merek Esemka Digdaya, misalnya, mencoba menancapkan sugesti bahwa mobil itu memiliki kemampuan di atas rata-rata di kelasnya.

Dengan dua simpulan itu, digjaya dan digdaya bisa dibedakan. Sayangnya, salah satunya tidak diakomodasi KBBI, dan digdaya-lah yang dianggap lebih 'sakti'.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya