Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Menanti Kiprah para Kuda Hitam di London

Ghani Nurcahyadi
12/11/2016 03:13
Menanti Kiprah para Kuda Hitam di London
(AFP / Justin TALLIS)

KEBERHASILAN Dominika Cibulkova menjadi kampiun di turnamen WTA Finals bulan lalu membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin dalam pertandingan.

Fakta itu sekaligus membuka harapan para pecinta tenis untuk melihat kejutan dengan tampilnya petenis nonunggulan menjadi kampiun di turnamen Final ATP World Tour.

Turnamen yang dilangsungkan di O2 Arena, London, Inggris, 13-20 November itu merupakan turnamen serupa seperti WTA Finals yang hanya diikuti delapan petenis papan atas dunia.

Selama enam tahun terakhir, perhelatan yang menjadi turnamen penutup kompetisi itu selalu dimenangi petenis unggulan.

Novak Djokovic pada 2012-2015 dan Roger Federer pada 2010-2011.

Tahun ini pun bursa juara Final ATP World Tour tidak terlepas dari petenis top dunia, yakni Andy Murray yang kini menempati peringkat satu dunia dan Djokovic yang mengincar gelar kelimanya di turmamen elite itu.

Namun, bukan berarti peluang petenis kuda hitam otomatis tertutup. Dengan ketiadaan beban di pundak mereka, para petenis kuda hitam itu justru diprediksi bisa berbuat banyak.

Predikat tersebut kini melekat pada diri petenis Austria, Dominic Thiem.

Petenis yang mendapatkan tiket terakhir ke London itu akan menjalani debutnya di Final ATP World Tour. Thiem, 23, juga menjadi petenis termuda yang akan berlaga di turnamen penutup musim itu.

"Akhir 2014, saya menjalani pramusim yang buruk dan sangat sulit untuk bisa mengumpulkan poin pada 2015. Saya bersyukur kali ini bisa lolos ke turnamen ini. Sejak awal tahun ini, kondisi tubuh saya semakin membaik dan permainan saya terus berkembang, terutama di permukaan yang membuat bola bergulir cepat. Itu sangat penting bagi saya," kata Thiem.

Modal Thiem untuk bisa membuat kejutan tahun ini cukup besar. Dia menjuarai empat turnamen tahun ini di tiga permukaan lapangan berbeda.

Thiem mengalahkan Rafael Nadal pada turnamem tanah liat di Buenos Aires, Argentina, dan mengalahkan Roger Federer di turnamen lapangan rumput di Stuttgart, Jerman.

Dua turnamen lain yang dimenangi Thiem ialah ATP Nice di Prancis dan ATP Acapulco di Meksiko.

Di London nanti, Thiem akan bergabung dengan Djokovic, Milos Raonic, dan Gael Monfilis di Grup Ivan Lendl.

Di grup itu hanya Raonic dan Djokovic yang belum pernah dikalahkan Thiem.

Djokovic bahkan pernah mengandaskan ambisi Thiem untuk mendapatkan gelar grand slam pertamanya dengan tidak memberikan satu set pun pada semifinal grand slam Prancis Terbuka.

"Saya ingin terus mengembangkan permainan saya dan berkompetisi untuk memperebutkan juara di turnamen besar. Saya sadar masih jauh untuk bisa meraihnya, tapi tidak terlalu jauh. Saat terberat ialah ketika harus tersingkir di babak awal sebuah turnamen atau saat tidak melakukan latihan dengan baik. Kuncinya ialah harus bisa bermain dengan sabar," kata Thiem yang kini ditangani Gunter Bresnik yang juga pernah melatih Boris Becker.


Ada peluang

Berdasarkan catatan ATP, terakhir kali petenis kuda hitam menjuarai Final ATP World Tour ialah pada 2009.

Kala itu, Nikolay Davydenko sukses mengalahkan Federer di semifinal dan kemudian menjadi kampiun turnamen elite tersebut dengan mengalahkan Juan Martin Del Potro yang sebelumnya menjuarai grand slam Amerika Serikat Terbuka.

Sebelum Davydenko, David Nalbandian pada 2005 menjadi petenis pertama yang menjuarai Final ATP World Tour tanpa sekali pun menjuarai turnamem level masters ataupun grand slam pada musim kompetisi berjalan.

Melihat catatan tersebut, setidaknya Thiem punya peluang untuk bisa menjadi petenis kuda hitam berikutnya yang menjuarai Final ATP World Tour.

Sebagai petenis debutan, Thiem juga mengejar predikat sebagai petenis debutan kelima yang mampu menjuarai turnamen Final ATP World Tour.

Sebelum Thiem, petenis yang mampu langsung menjadi juara pada turnamem penutup musim kompetisi itu ialah Alex Corretja (1988), Johm McEnroe (1978), Guillermo Villas (1974), dan Illie Nastase (1971).

Thiem memang bukam petenis debutan satu-satunya di Final ATP World Tour kali ini.

Monfilis yang tahun ini menginjak usia 30 tahun juga merupakan petenis debutan yang akan berlaga di O2 Arena nanti.

Namun, catatan pertemuannya dengan tiga petenis lain di Grup Ivan Lendl membuat peluang Monfilis untuk membuat kejutan menipis.

Corretja yang gantung raket pada 2005 mengatakan peluang Monfilis dan Thiem untuk mengangkat trofi juara terbilang besar.

Lolosnya mereka ke Final ATP World Tour yang hanya diikuti delapan petenis membuktikan Monfils dan Thiem punya kualitas untuk menjadi juara.

Mantan petenis Spanyol yang pernah menjadi bagian dari tim kepelatihan Murray itu memberilan tips, untuk bisa memperbesar peluang menjadi juara, Thiem dan Monfilis harus bermain agresif sejak pertandingan pertama, terutama di fase grup yang menggunakan sistem round robin.

Dengan begitu, mereka masih bisa lolos ke babak semifinal dengan keuntungan merebut set dari lawan.

"Anda akan bermain dengan petenis terbaik di dunia. Tapi itu juga akan meningkatkan level permainan Anda karena semua petenis bermain dengan baik. Semuanya pasti bermain dengan agresif. Itulah yang membuat Anda harus tampil dengan berani di hari pertama Anda melangkah ke lapangan," kata Corretja yang juga pernah merebut gelar Piala Davis.


Ambisi unggulan

Ambisi untuk bisa menjadi kampiun di turnamem Final ATP World Tour tentu bukan hanya menjadi milik para petenis kuda hitam.

Para petenis unggulan pun ingin menuntaskan musim dengan gelar juara.

Di samping Murray dan Djokovic yang memimpin grup masing-masing, petenis peringkat tiga dunia dari Swiss, Stanislas Wawrinka, pun ingin menuntaskan 2016 dengan kemenangan di O2 Arena.

Itu merupakan kali keempat pemilik tiga gelar juara grand slam itu tampil di O2 Arena yang berada di dekat Sungai Thames.

Di Grup John McEnroe, petenis yang punya julukan 'Staminal' karena permainan agresifnya itu bergabung dengan Murray, Kei Nishikori, dan Marin Cilic.

Wawrinka yang kini menjadi petenis nomor satu Swiss punya catatan bagus di Final ATP World Tour karena selalu mampu lolos dari fase grup, tapi selalu mentok di semifinal.

Dengan modal juara grand slam AS Terbuka September silam dan tampil dalam keadaan fit setelah beristirahat di Lausanne, tempat tinggalnya, Wawrinka menurut sang manajer Lawrence Frankopan siap untuk bisa tampil habis-habisan.

Frankopan menegaskan Wawrinka punya stamina yang dibutuhkan untuk bermain dengan petenis hebat lainnya.

Djokovic yang dikalahkan Wawrinka di AS Terbuka tahun ini menegaskan Wawrinka merupakan petenis yang berbahaya.

Petenis Serbia itu mengatakan Wawrinka sangat menikmati bermain bersama dengan petenis top dunia lainnya.

"Karena dengan begitu, dia berpikir bisa meningkatkan permainannya, dan dia memang semakin matang. Dia petenis dengan kekuatan yang besar yang melakukan servis dengan keras, bahkan mungkin yang terbaik. Dia mampu melakukan backhand satu tangan dengan baik. Variasi dalam permainannya itulah yang membuatnya berbahaya bagi petenis lain," tandas Djokovic. (Berbagai sumber/R-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya