Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Investasi selagi Jaya

Fik/M-5
06/9/2015 00:00
Investasi selagi Jaya
(MI/ARYA MANGGALA)
SEJAK lulus dari SMAN Kawung, Gresik, Jawa Timur, Tontowi Ahmad mengikuti pelatnas hingga kini. Pria kelahiran Banyumas, 18 Juli 1987 itu sejak kecil memang didorong sang Ayah, Muhammad Husni Muzaitun, untuk menjadi atlet bulu tangkis.

Hari-hari Tontowi didedikasikan untuk berlatih dan bertanding. Kini dirinya menempati peringkat tiga dunia kategori ganda campuran versi Badminton World Federation. Saat ini, Tontowi sedang menggenggam masa kejayaan.

Berbagai apresiasi, mulai materiil hingga moril, masih mengalir kepadanya. Namun, Tontowi sadar betul kelak ketika dirinya sudah menggantung raket, ia tidak mau bernasib sama dengan mayoritas atlet yang kondisinya memprihatinkan.

Kepada Media Indonesia yang menemuinya di pelatnas bulu tangkis, Cipayung, Jakarta Kamis (3/9), suami Michelle Harminc itu menuturkan persiapannya jelang pensiun. Menurut, Owi, sapaan akrabnya, kecakapan untuk mengelola keuangan pun sudah menjadi tanggung jawab dirinya.

Owi menambahkan banyak mantan atlet yang kini kondisinya miris lantaran mereka tidak mau menabung. Lantas ketika karier olahraganya sudah tidak lagi bersinar, mereka baru berpikir. Owi menilai atlet kerap terlambat mempersiapkan masa depannya. Padahal, apa yang didapatkan ketika sering merengkuh juara bisa menjadi modal di masa depan.

"Sekarang saya berinvestasi lewat properti. Belum terpikirkan untuk usaha karena masih fokus untuk berlatih. Masih banyak pertandingan yang harus saya hadapi. Selama masih dibutuhkan PBSI, saya akan bertanding terus," ungkap Owi yang makin fokus memaksimalkan performanya di lapangan setelah dikaruniai seorang anak laki-laki.

Teman-teman seperjuangannya di pelatnas juga melakukan hal yang sama. Selain berlatih, mereka kerap berdiskusi soal investasi. "Biasanya kita bertukar informasi mengenai lokasi properti yang bagus ada," lanjutnya.

Sementara itu, mantan perenang Richard Sambera mengatakan manajemen pengelolaan keuangan diperlukan bagi atlet karena prestasi yang diraih terbatas. Setelah itu, mereka tidak bisa berbuat banyak lagi. "Bahkan saat tidak berprestasi lagi kadang-kadang keuangan sudah habis," kata Richard di Palembang, Sumatra Selatan, Jumat (4/9).

Menurut dia, kondisi demikian perlu dipikirkan bagi atlet karena mereka tidak memiliki dana pensiun. "Jadi kesejahteraan juga dari atlet itu sendiri, terutama dalam pengelolaan keuangan," katanya.

Ia menambahkan, pendidikan bagi atlet harus dipikirkan supaya ke depan bila ada kesempatan dapat dimanfaatkan untuk menjadi pegawai perusahaan dan pemerintahan.

Menurut dia, sekarang ini bonus atlet sudah cukup baik jika dibandingkan dengan saat dirinya berprestasi dahulu. Waktu merebut medali emas PON, kata Richard, ia diberi bonus TV 25 inci. "Namun (bonus) sekarang puluhan juta rupiah," kata dia.

Namun, katanya, para atlet harus memiliki pengetahuan keuangan sehingga masa depan terjamin.

Mantan pebulu tangkis dunia Rexy Mainaky mengatakan memang kesejahteraan atlet belum begitu maksimal diperhatikan. Bahkan, kadang-kadang setelah berprestasi tidak diperhatikan lagi.

Karena itu, Owi, Richard, Rexy, dan teman-teman olahragawan lain sangat berharap pemerintah juga lebih memerhatikan kondisi atlet. Pasalnya, mereka telah berjuang mati-matian untuk mengharumkan nama Indonesia.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya