Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Memutus Kartel Di Ladang Hortikultura

10/1/2017 01:45
Memutus Kartel Di Ladang Hortikultura
(MI/ USMAN KANSONG)

"HARGA jual cabai dari petani di sini cuma Rp17 ribu per kilogram (kg)," kata Ngabidin, petani cabai di lereng Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, akhir pekan lalu saat membuka perbincangan dengan Media Indonesia.

Tingginya harga cabai sudah diketahui Ngabidin yang juga Ketua Serikat Petani Indonesia cabang Wonosobo.

Ia tidak heran harga cabai di pasaran melambung hingga kisaran Rp100 ribu per kg.

"Penyebabnya ya kartel," ujarnya yakin.

Ngabidin lantas mereka-reka seberapa panjang rantai distribusi hasil pertanian.

Dari petani hasil pertanian jatuh ke tangan pengumpul, lalu ke pedagang besar, kemudian ke pasar induk, dan didistribusikan ke lapak-lapak, baru ke tangan konsumen.

Petani sama sekali tidak diuntungkan dengan tingginya harga cabai.

"Kata Bang Henry, kita akan memutus rantai kartel dengan menjual langsung ke pasar induk," terang Ngabidin.

Henry yang dimaksud Ngabidin ialah Henry Saragih, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI).

Kemudian kami berdua menyusuri ladang tempat para petani Dieng menanam sayuran dan bahan pangan lainnya.

Di satu ladang, Ngabidin memperkenalkan temannya bernama Ruhin, juga berprofesi petani sayuran.

Ruhin bercerita dia baru saja memanen kentang.

"Saya jual ke pengumpul Rp90 ribu per kg," ungkapnya.

Namun, konsumen harus membeli kentang tersebut seharga dua kali lipat.

Penyebabnya ya kartel.

Dengan memutus kartel, baik Ngabidin maupun Ruhin berharap petani bisa menjual dengan harga lebih tinggi dan konsumen membelinya dengan harga lebih rendah.

Kondisi petani sayuran di lereng Dieng itu juga diketahui Henry Saragih selaku Ketua SPI.

Ia mengungkapkan ada tiga upaya organisasinya untuk memutus mata rantai kartel.

"Pertama, bergiat membangun koperasi-koperasi produksi untuk meningkatkan produksi dan mendistribusikan langsung ke konsumen atau pasar induk," ujar Henry.

Dia menyebutkan tanaman kopi sudah berjalan seperti yang diharapkan SPI.

"Sekarang dalam proses ialah mendistribusikan hortikultura seperti kentang ke pasar induk di Jakarta," tambahnya.

Kedua, pemerintah didesak untuk membangun kelembagaan ekonomi petani melalui koperasi petani.

SPI juga mendesak pemerintah agar badan usaha milik desa kelak berbentuk koperasi, bukan perseroan terbatas.

Selama ini pemerintah hanya mengembangkan kelompok tani, bukan koperasi.

Ketiga, pemerintah didorong untuk memfungsikan Bulog dan membangun pasar-pasar induk.

Dengan cara itu, jalur kartel akan mati dengan sendirinya. (Usman Kansong/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya