Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
SUDAH hampir tiga pekan peristiwa ledakan bom terjadi di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur. Sampai kemarin, kejadian itu memaksa tiga anak harus terus berada di rumah sakit. Triniti Hutahean, 3, menja-di korban yang menderita luka paling parah daripada dua temannya, Alvaro Aurelius, 4, dan Anita Kristobel, 2. Dia menderita luka bakar hingga 57%.
“Triniti sudah melewati masa kritis. Kondisinya terus membaik,” kata Kepala Bidang Pelayanan Medik, Rumah Sakit Abdul Wahab, Samarinda, Nurlina Adriati Noor, Selasa (29/11). Kondisi kedua korban lain juga terus membaik. “Ketiga-nya sama-sama menderita luka bakar, tapi tingkatnya berbeda.” Proses penyembuhan terhadap Trinity berlangsung bertahap. Saluran pernapasannya telah pulih. Tim dokter fokus pada perawatan luka bakar agar terhindar dari infeksi. Tahap selanjutnya, tim akan melakukan operasi plastik.
“Awalnya Trinity menderita luka bakar 57%. Namun, dengan operasi pembersihan tiga kali, luka bakarnya kini 36%,” lanjut Nurlina. Di sisi lain, operasi pembersihan terhadap Alvaro yang menderita luka bakar 14% juga sudah tiga kali dilakukan. Pada Anita, dengan luka bakar 8%, tim sudah melakukan operasi pembersihan sebanyak dua kali. Nurlina mengakui untuk ketiga pasien itu, pihaknya menerapkan kebijakan pengurangan jam besuk guna mencegah terjadinya potensi infeksi luka. Mereka juga didampingi ahli psikologi klinis untuk memulihkan trauma.
“Seluruh biaya pengobatan untuk korban ledakan bom di gereja ditanggung pemerintah daerah,” tandas Nurlina. Bom gereja di Samarinda meledak pada 13 November lalu. Pelakunya Juhandi, 32, mantan narapidana kasus bom Puspiptek Serpong dan bom buku di Jakarta pada 2011. Bom yang meledak di halaman gereja itu mengenai empat anak. Intan Olivia Marbun, 2, salah satu korban, tidak bisa diselamatkan karena menderita luka bakar hingga 70%.
Pelaku bisa dibekuk dan sudah dibawa ke Jakarta. Dalam kasus itu polisi juga sudah memeriksa 19 saksi. Di Poso, Sulawesi Tengah, operasi pengejaran terhadap anak buah Santoso, pemimpin kelompok teroris, masih dilakukan tim gabungan TNI dan Polri. “Kami masih memburu sembilan teroris. Mere-ka semakin terjepit dan tidak mendapat dukungan peralat-an dan logistik,” kata Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah AKB Hari Suprapto. Medan yang tidak mudah, sambung dia, membuat mereka belum bisa ditangkap. (SY/TB/N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved