MESKI gencar dilakukan dan banyak pihak dilibatkan, upaya pemadaman kebakaran lahan di Sumatra dan Kalimantan belum juga membuahkan hasil maksimal. Lahan gambut yang menyimpan bara hingga kedalaman belasan meter menjadi kendala.
Komandan Satgas Tanggap Darurat Bencana Kabut Asap Jambi, Kolonel (Inf) Makmur, mengatakan, kemarin, perlu waktu lama untuk benar-benar memadamkan kebakaran ribuan hektare lahan dan hutan, terutama di kawasan gambut. "Kalau kebakaran di permukaan sudah bisa dipadamkan meski belum padam total. Gambut yang terbakar ada yang berkedalaman 12 meter dan masih ada bara api di kedalaman itu. Ini yang menyulitkan," ujarnya.
Meski begitu, imbuh Makmur, pihaknya tak lantas menyerah. Personel pun tetap bertahan dan terus menyirami lahan gambut yang terbakar. "Harus terus disiram dan diawasi agar tak kembali memantik api."
Beberapa lokasi lahan gambut yang terbakar antara lain di perbatasan Kabupaten Muarojambi, yakni daerah Medak, Kecamatan Bayunglencir, Kabupaten Musibanyuasin, Sumatra Selatan. Dibantu pengemboman air melalui udara, ratusan personel Marinir yang diterjunkan ke lokasi semenjak dua minggu lalu masih bertempur melawan api.
Kebakaran di kedalaman 2-10 meter juga banyak ditemukan Kabupaten Tanjungjabung Timur, Jambi. "Tidak mudah, makanya kita mengimbau segenap elemen masyarakat, jangan ada yang membakar lahan lagi," tegas Makmur.
Bukannya menipis, kabut asap akibat kebakaran lahan di Sumatra justru makin pekat. Dari pantauan Satelit Terra Aqua seperti diutarakan Kepala BMKG Pekanbaru Sugarin, titik panas melonjak, yakni 1.456 titik, terbanyak terdapat di Sumsel, yakni 1.296 diikuti Bangka Belitung (63) dan Jambi (48).
Selain membuat warga kian tersiksa, asap juga terus mengganggu penerbangan. Pesawat yang membawa Presiden Joko Widodo untuk kunjungan ke Riau dan Jambi pun terpaksa kembali ke Jakarta karena tak bisa mendarat di Bandara Sultan Thaha Syaefuddin, Jambi.
Dari Kalimantan, pembuatan kanal di lahan gambut seperti yang diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo mulai dilakukan di Kalsel dan Kalteng, kemarin. Kanal-kanal itu selain menjadi penampung air, juga dirancang sebagai sekat sehingga kebakaran tak meluas.
Terpisah, Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Eka W Soegiri menegaskan Indonesia belum memerlukan bantuan luar negeri untuk mengatasi kebakaran lahan. Saat ini 21 pesawat untuk water bombing dan 4 pesawat untuk modifikasi cuaca dianggap sudah cukup.
Singapura geram Dampak asap akibat kebakaran lahan di Sumatra juga kian dirasakan Singapura. Sudah tiga minggu aktivitas rakyat negara tetangga itu terganggu. Bahkan, the Straits Times menyebut indeks polusi kemarin telah mencapai level 300, termasuk dalam kategori berbahaya. Sebagai langkah darurat pemerintah Singapura mulai mendistribusikan masker pelindung. Mereka bahkan meliburkan seluruh sekolah.
Pada situasi itulah, Menlu Singapura K Shanmugam geram dan angkat bicara menanggapi pernyataan pejabat Indonesia yang dinilai bisa memperkeruh hubungan antarbangsa. "Secara bersamaan, kami mendengar pernyataan mengejutkan yang dibuat oleh pejabat senior dari Indonesia, dengan mengabaikan rakyat kami dan rakyatnya sendiri," kata Shanmugam melalui akun Facebook, Kamis (24/9) malam.
Shanmugam tidak menyebut pejabat Indonesia yang dimaksud. Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa minggu terakhir mengulang pernyataannya Maret lalu bahwa negara tetangga Indonesia seharusnya bersyukur sudah menikmati kualitas udara hampir setahun. (Tim/X-9)