Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
GAGAN Sukamara, Ketua Komunitas Sunda Kemanusiaan Dasar Kaula (Kamandaka) mengamati kalender yang digantung di temboknya. Kalender itu bukan kalender pada umumnya. Kalender yang dimiliki ialah kalender Sunda.
“Tahun baru Sunda jatuh pada 4 Oktober. Dalam merayakan tahun baru Sunda ini, kita mengadakan sejumlah kegiatan kesundaan seperti pementasan degung, kacapian, calung, pergelaran wayang, dan pembagian kalender Sunda,” ujar Gagan saat ditemui Media Indonesia di rumahnya, kemarin.
Kalender Sunda sudah dipakai masyarakat adat Sunda sejak dahulu hingga sekarang, terutama orang tua masih menggunakan penanggalan kalender Sunda untuk menentukan hari baik suatu acara seperti syukuran atau pernikahan.
Meski keberadaan kalender Sunda sudah cukup lama, tidak semua orang mengenalnya terutama generasi muda.
Untuk memperkenalkan kalender Sunda kepada generasi muda, kalangan pecinta kasundan atau Komunitas Kabuyutan Sunda membagikan ratusan kalender Sunda kepada masyarakat, saat Mapag Perayaan Tahun Baru Sunda 1 Sura 1953 Saka Sunda di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, kemarin.
Menurut Gagan, kalender Sunda sama dengan kalendar lain pada umumnya seperti kalender Masehi atau Kalender Tiongkok. Sistem penanggalan Sunda terdiri dari 12 bulan, yakni Srawana, Badra, Asuyi, Kartika, Margasira, Pasa, Maga, Palguna, Setra, Wekasa, Jyesta, dan Asadha.
Namun, dalam setiap bulannya, bulan pada kalender Sunda tidak ada yang memiliki tanggal di atas 30 hari. Jumlah hari dalam bulan kalender Sunda hanya sampai 30 hari atau 29 hari.
Perbedaan lain, pergantian hari dan tanggalnya bukan malam hari seperti pada penanggalan Masehi. Pergantian hari terjadi pada petang hari atau sekitar pukul 18.00 WIB.
“Untuk memudahkan penggunaannya, pada kalender itu dicetak pula tanggal Masehi dan Hijriah. Pada intinya, kami ingin mengenalkan bahwa di Sunda pun punya perhitungan kalender yang akurat,” papar Gagan.
Saat ini pemakaian kalender Sunda tidak banyak. Selama ini pemakai kalender Sunda hanya kalangan tertentu. Meski demikian, berbagai komunitas kabuyutan Sunda tidak pernah berhenti membuat kalender Sunda setiap tahunnya.
Kalender-kalender itu dibagikan gratis kepada masyarakat dan komunitas. “Kami ingin mengenalkan kembali sistem perhitungan Sunda kepada masyarakat,” jelasnya.
Apalagi kalender tersebut sudah diakui kalangan akademisi dan jadi patokan masyarakat dalam melaksanakan hari baik. Bahkan, tidak sedikit komunitas dan akademisi melakukan kajian. (Depi Gunawan/N-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved