Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Maqdir Ismail Sebut tidak Ada Kepentingan Negara Penjarakan Orang Pelihara Landak

Arnoldus Dhae
06/9/2024 15:54
Maqdir Ismail Sebut tidak Ada Kepentingan Negara Penjarakan Orang Pelihara Landak
Landak jawa(Dok.Bandung Zoo)

 

KASUS landak jawa yang membuat Nyoman Sukena, warga Banjar Karangdalam 2, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, dihadapkan ke pengadilan menyita perhatian publik.

Saat sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (5/9), ratusan warga dari Desa Bongkasa memenuhi ruang sidang. Publik yang tidak paham hukum ini ingin mendengar langsung sidang di PN Denpasar. Mereka mengaku heran landak ternyata bisa menyeret Nyoman Sukena ke meja hijau. Kasus Sukena ini dikawal enam kuasa hukum yang salah satunya adalah Maqdir Ismail.

Baca juga : Disidang Karena Pelihara Landak, Sukena dan Istri Tumbang di Pengadilan

Saat dikonfirmasi, Maqdir Ismail mengatakan, dalam sidang kemarin hakim memberikan tanggapan yang sangat brilian dan cerdas untuk mengedukasi ratusan masyarakat yang hadir.

Hakim meminta kepada seluruh stakeholder terkait dan aparat penegak hukum agar melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa landak adalah hewan yang dilindungi.

"Tanggapan hakim dalam sidang kemarin bagus sekali. Secara terang-terangan hakim meminta agar pembinaan terhadap masyarakat dilakukan, sebab hukum itu melindungi orang bukan untuk menghukum orang. Saya kira itu yang jauh lebih penting," ujarnya, Jumat (6/9).

Maqdir menilai, ada satu kesalahan fatal terkait dengan proses hukum yang dialami Sukena. Kesalahan itu sangat menyedihkan, membunuh nama baik, dan menyiksa secara psikologi terdakwa.

Dari keterangan saksi ahli, kata dia, landak disita tanpa ada perlawanan, landak tidak diperdagangkan, landak tidak disembelih atau dikonsumsi, terdakwa memperlakukan landak secara sangat baik, gemuk-gemuk semua sampai tidak bisa membedakan mana yang induk dan mana yang anak.

Dia melanjutkan, menurut keterangan ahli, untuk membedakan mana yang induk dan mana yang anak maka harus tes DNA. Bahkan, landak yang dipelihara Sukena sering disembahyangkan, dipakai dalam upacara. Intinya semua perlakuan terdakwa terhadap landak sangat baik.

Sebaliknya saat ini landak disita dan belum dilepasliarkan ke alam bisa berakibat fatal. Landak bisa mati. Apalagi masih menunggu putusan inkrah.

Maqdir meminta agar kasus ini bisa dilakukan restorative justice. Terdakwa tidak perlu ditahan. Pengetahuan terdakwa soal landak sebagai hewan yang dilindungi juga tidak ada. Sementara pada saat yang sama, landak di wilayah Bongkasa sudah menjadi hama karena merusak tanaman warga.

"Menurut hemat saya, ada kesalahan fatal yang dilakukan oleh Kejaksaan dalam menuntut kasus ini. Diduga Kejaksaan masih menggunakan produk yang lama. Padahal produk UU itu sudah dicabut meski isinya mungkin sama. Kemudian saksi ahli juga seharusnya memberikan masukan kepada kepolisian dan kejaksaan bahwa ada perubahan undang-undang. Tetapi itu juga tidak dilakukan. Ini kan namanya ego sektoral," ujarnya.

Ia melanjutkan, peraturan dan hukum tidak boleh sampai mengorbankan orang. "Dalam kasus landak ini, tidak ada kepentingan negara dan bangsa ini yang luar biasa sampai ada upaya untuk memenjarakan terdakwa. Binatang saja dia jaga seperti manusia, peliharaan dengan sangat baik, kenapa kita lagi yang mau korbankan manusia," ujarnya.

Dari prosesnya sampai penetapan tersangka memang harus terus dipertanyakan. Pada 3 Maret petugas kepolisian mendatangi rumah Sukena. Pada 4 Maret landak disita, kemudian SP2HP dikeluarkan dan pada 5 Maret, Sukena ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Pada 5 Maret juga dibuatkan surat penyitaan landak.

"Kita juga tidak tahu apakah penyitaan tersebut atas perintah pengadilan atau tidak. Ini kan cara-cara yang menurut hemat saya tidak sepatutnya dilakukan. Pertimbangkanlah unsur kemanusiaan manusia itu sendiri. Binatang saja kita hormati," ujarnya. (N-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya