Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KASUS dugaan perundungan hingga mengakibatkan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dokter Aulia Risma Lestari bunuh diri terus berbuntut panjang. Investigasi dan penyelidikan berhasil mengungkap berbagai persoalan dan dugaan dari bullying hingga pemalakan serta jam kerja di luar dosis (overtime).
Pemantauan Media Indonesia Senin (2/9) dugaan perundungan (bullying) pada PPDS Anestesi Undip Semarang terus bergulir. Kepolisian masih terus mendalami barang bukti yang berhasil dikumpulkan baik yang diserahkan tim investigasi Kementerian Kesehatan maupun penyidik serta memeriksa belasan saksi baik teman, keluarga, senior hingga pihak rumah sakit tempat dokter Aulia Risma Lestari menjalani PPDS di RS Kariadi, Semarang.
"Kami masih lakukan pendalaman barang bukti sembari menunggu hasil uji laboratorium dan hasil otopsi psikologi, karena hasilnya akan menjadi petunjuk bagi kami untuk menjelaskan penyebab kematian korban," kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Artanto.
Baca juga : Polisi Dalami Bukti Dugaan Perundungan di PPDS Undip
Penanganan kasus meninggalnya mahasiswi PPDS Anestesi Undip Semarang Aulia Risma Lestari dan dugaan perundungan, ungkap Artanto, kini diambil alih Polda Jawa Tengah. Oleh karena itu untuk mempercepat proses pengungkapan telah dilakukan koordinasi dan pertemuan dengan tim investigasi Kemenkes serta gelar perkara.
Dari berbagai barang bukti yang ditemukan, sebelumnya tim investigasi Kemenkes mengungkapkan tidak hanya perundungan terjadi di PPDS Anestesi Undip Semarang melainan juga ada pungutan liar atau pemalakan dilakukan oleh para senior kepada yunior dengan nilai mencapai Rp20
juta-Rp40 juta per bulan untuk berbagai keperluan.
Kini dalam kasus tersebut, Rektor Undip Semarang Prof Suharnomo mengaku jungkir balik menghadapi kasus dugaan perundungan yang ditimpakan pada PPDS Anestesi Undip ini. Bahkan berbagai tuduhan tersebut membuat dampak tidak mengenakkan dari mulai menurunnya minat ratusan ribu orang masuk Undip hingga terganggunya masalah koasisten di RSUP dr Kariadi Semarang.
Baca juga : Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
Rumah Sakit Kariadi melakukan praktik operasi 24 jam, lanjut Suharnomo, para dokter muda itu berjibaku praktik di luar batas waktu normal (overtine) hingga menimbulkan kelelahan luar biasa. "Mereka ikut operasi dan sebagainya, sangat exhausted, sangat kelelahan, operasi yang harusnya 1 jam kadang kala bleeding jadi 6 jam. "Dilanjutkan operasi lagi dan itu ada SK Dirut Kariadi, 24 jam operasi," tambahnya.
Terkait tudingan overtime para mahasiswa PPDS dilontarkan tersebut, Staf Humas RSUP dr Kariadi Semarang Aditya mengatakan bahwa masalah tersebut hendaknya dipertanyakan kepada pihak terkait. Namun kasus tersebut saat ini masih ditangani kepolisian untuk mengungkap penyebab bunuh diri dan dugaan perundungan yang terjadi.
"Kami tidak paham, kasus dugaan perundungan ini juga ditelusuri polisi, terkait jam kerja (overtime) silakan konfirmasi ke program studinya (Undip)," ujar Aditya.
Sementara itu dampak ditimbulkan akibat pembekuan sementara PPDS Anestesi Undip, demikian Aditya, cukup terasa pada pelayanan rumah sakit, sehingga untuk mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan pelayanan kedepan terus dilakukan koordinasi ke depannya. (N-2)
Saat ini ada sekitar 1.000 mahasiswa PPDS dari 22 program studi (prodi) di RSHS Bandung. Dia memastikan, seluruh mahasiswa PPDS sudah berkomitmen untuk tidak melakukan perundungan.
ISU perundungan (bullying) kembali menyeruak di dunia medis.
Depresi, yang juga merupakan suatu gangguan mental dianggap sebagai suatu aib, atau tanda kelemahan iman, kelemahan mental seseorang.
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sudah disebutkan bahwa dokter yang menjalani pendidikan spesialis harus diberikan gaji.
Rekrutmen PPDS berbasis hospital based bersifat terbuka, tetapi diutamakan untuk para peserta yang berasal dari Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
PB IDI merespon peresmian Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit / hospital based. PPDS diharapkan mampu menjawab masalah maldistribusi dokter spesialis di daerah
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved