Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Dari Bendungan Karung, Tepian Terap Sukses Bangun PLMH

Yovanda Noni
15/12/2023 17:15
Dari Bendungan Karung, Tepian Terap Sukses Bangun PLMH
Petugas sedang memeriksa aliran sungai.(MI/Yovanda Noni)

MENIKMATI listrik 24 jam, sebelumnya dirasa tidak mungkin bagi warga Desa Tepian Terap, di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Desa itu merupakan desa terpencil dengan akses terbatas. Karena sulit dijangkau, Desa Tepian Terap akhirnya tidak kebagian perluasan jaringan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Demikian nasib Desa Tepian Terap, desa yang dihuni oleh mayoritas Masyarakat Adat Dayak Basap ini terletak di Kecamatan Sangkulirang. Desa ini memiliki luas 77.788,72 hektare dengan kekayaan alam berupa hutan dan aliran sungai mata air Jiwata.

Untuk menuju ke sana, diperlukan 5 jam perjalanan darat, dengan jarak 155 km dari ibukota Kabupaten Kutai Timur alias Kota Sangatta. Sedangkan dari ibu kota kecamatan, Desa Tepian Terap berjarak 25 kilometer. Ditempuh selama kurang dari 45 - 60 menit menggunakan kendaraan bermotor yang kemudian dilanjutkan dengan transportasi sungai berupa speed boot, kapal ferry, ketinting atau perahu tempel yang mampu memuat kendaraan bermotor.

Baca juga: PLN Gandeng Perusahaan Arab Saudi untuk Bangun 2 PLTS ...

Sejak Indonesia merdeka dan Kutai Timur dimekarkan menjadi kabupaten, Desa Tepian Terap tidak pernah tahu rasanya teraliri jaringan listrik PLN. Meski demikian, warga desa tidak pernah ribut. Mereka beranggapan, dari pada banyak menuntut, lebih baik belajar membangun untuk fasilitas desa itu sendiri.

"Kami tidak pernah iri melihat desa-desa lain di Kutai Timur yang teraliri jaringan listrik PLN. Kami sadar, kami jauh sekali dan aksesnya sulit dijangkau. Kami sempat merasakan gelap gulita bertahun-tahun, sampai akhirnya kami mengenal genset dengan biaya mahal," kata Anwar, Direktur BUMDes Jiwata Energy Tepian Terap.

Dengan bergantung pada mesin genset untuk penerangan, tidak sepuas menjadi pelanggan PLN. Selain kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak murah, masyarakat juga terbebani dengan biaya perawatan mesin. Pemerintah Desa setempat kemudian menggerakkan dompeng (mesin diesel sejenis genset) yang dikelola bersama, hasilnya tetap sama. Selain mesin yang kadang rewel, lagi-lagi beban BBM juga menjadi masalah.

"Kami terpencil, harga BBM jadi beban. Supaya irit, diesel dinyalakan kalau malam saja, dari magrib hingga jam 6 pagi. Rata-rata Sebagian warga ada yang habis sampai jutaan untuk minyak genset itu," ungkapnya.

Baca juga: PLN Jabar Amankan Pasokan Listrik Selama Natal dan Tahun Baru

Puluhan tahun hidup dengan bantuan genset dan diesel untuk penerangan, warga Tepian Terap mulai tidak nyaman. Hidup di daerah terpencil membuat mereka merasa dikucilkan. Apalagi melihat perkembangan teknologi yang semakin modern, kebutuhan listrik menjadi kebutuhan utama yang sangat mendesak.

"Kami pernah minta ke Pemerintah Kabupaten untuk pengusahaan listrik PLN. Tapi mau bagaimana, kendala akses tidak bisa dipaksa. Kalaupun ada jaringan, tetap saja akan menyulitkan PLN untuk mengirim logistik keperluan pemasangan  jaringan," ungkapnya.

Demikian situasi di Desa Tepian Terap sebelum tahun 2008. Tidak mau terus-terusan tertinggal, desa itu kemudian melakukan inovasi secara mandiri. Dengan menyontoh Kabupaten Blitar dalam pengelolaan listrik mandiri, Desa Tepian Terap memutuskan membuat pembangkit listrik dengan pemanfaatan SDA mata air Sungai Jiwata.

"Pemerintah Desa jalan-jalan ke Blitar, di sana ada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dari sungai. Kami juga punya sungai, tapi tidak sederas di Blitar. Setelah dibahas bersama masyarakat, akhirnya kita putuskan bangun listrik sendiri," ungkap Anwar.

Pengerjaan dimulai secara gotong royong melalui program Penyaluran Dana Desa (PDD) maupun Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di 2008. Selama berminggu-minggu, pemerintah desa dan warga Tepian Terap bahu-membahu mendirikan mesin kincir utama. Untuk menggerakkan kincir, mereka membuat aliran air sungai dari wilayah hutan di perbukitan.

Karena aliran airnya tidak deras, warga kemudian membuat bendungan kecil untuk mendorong air menuju turbin hingga menjalankan kincir. Upaya itu berjalan sukses, Desa Tepian Terap adalah desa pertama yang berhasil mendapatkan listrik dengan membangun PLTA sendiri di 2008.

"Kami mulanya tidak yakin itu, tapi ternyata berhasil. Berawal dari melihat PLTA di Blitar, akhirnya kami bangun listrik sendiri. Bersyukur sekali, sumber daya alam yang ada di Tepian Terap ini bisa dikelola dan masyarakat merasakan manfaatnya," paparnya.


Bendungan Kecil

Dua tahun menikmati listrik dari PLTA, ternyata tidak selalu berjalan mulus. Kondisi alam yang tidak menentu di Desa Tepian Terap membuat beban kincir tidak selalu berfungsi dengan baik. Jika diserang banjir dari atas bukit, kincir utama akan rusak. Jika rusak, kincir harus diganti atau diperbaiki dengan biaya yang tidak murah.

"Kincir utama pernah rusak karena dihantam aliran air yang deras dari atas. Waktu mati lampu, saya diserbu ibu-ibu, pusing juga saya jawabnya," kenang
Anwar.

Sempat dua kali ganti kincir, Anwar kemudian mendatangi Kantor Desa untuk mencari solusi. Pemerintah Desa sepakat menggunakan hasil restribusi listrik dari warga desa untuk kemudian dibelanjakan membeli alat baru. Tapi kali ini, lagi-lagi Desa Tepian Terap melirik Kabupaten Blitar, diputuskan Desa Tepian Terap membangun Perusahaan Listrik Mikro Hydro (PLMH) sendiri.

Pada 2010, PLMH berhasil direalisasikan. Mesin pembangkit dibeli secara mandiri, ramai-ramai warga desa membangun listrik mereka sendiri. Bendungan
juga diperbaiki, selanjutnya biaya retribusi ditingkatkan guna pembiayaan dan perawatan mesin.

"Membangun PLMH tidak dibantu siapa-siapa. Warga desa menyumbang tenaga dan gotong-royong, fasilitas keuangan dibantu Pemerintah desa. Mesin kita beli
sendiri, betul-betul dikerjakan secara mandiri," imbuhnya.

Setelah jadi, sebanyak 200 rumah akhirnya menikmati listrik 24 jam. Setiap rumah dibebankan biaya teribusi sebesar 100 ribu rupiah per-ampere. Dengan mengandalkan air sungai yang dibendung di atas bukit, warga Tepian Terap terbebas dari krisis penerangan. Sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan transisi energi di Indonesia, Desa Tepian Terap lebih dulu membangun listrik dengan energi terbarukan secara mandiri.

"Tidak hanya televisi, mesin cuci dan kulkas juga berfungsi dengan baik. Semua mesin elektronik akhirnya berguna di Desa Tepian Terap," sebutnya.

Juara satu Desa Inovasi

Keberhasilan Desa Tepian Terap dalam membangun dan mengelola PLMH Jiwata Energy secara mandiri, mengantarkan BUMDes Jiwata Energy keluar sebagai pemenang dalam lomba BUMDes terbaik di bidang inovasi desa di Tingkat Provinsi Kalimantan Timur.

Penggerak Swadaya masyarakat Ahli Muda Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DMPD) Provinsi Kalimantan Timur, Muriyanto mengatakan BUMDes Jiwata Energy dari Desa Tepian Terap adalah BUMDes yang memenuhi masyarat dalam penilaian lomba inovasi BUMDes di Tingkat provinsi.

Baca juga: Ketum Aismoli Sebut Pabrik Tangkas Motor Listrik Tertata Sangat Rapi

"Secara indikator penilaian memenuhi syarat baik kelembagaan maupun unit usaha. Desa itu kemudian ditetapkan sebagai pemenang pada akhir November lalu," katanya. Dijelaskan dia pemanfaatan Sumber daya Alam (SDA) yang dimiliki desa tersebut mampu mengangkat potensi desa menjadi solusi dalam masalaha kelistrikan.

Sementara itu, Kepala Desa Tepian Terap, Eko Sutrisno menjelaskan SDA di Desa Tepian Terap khususnya aliran air sungai masih sangat melimpah. Meski aliran air sungai yang menggerakkan turbin hanya dibuat dari karung berisi pasir, namun bendungan itu berhasil menghidupkan listrik di ratusan rumah warga.

"Kenapa saya bilang begitu, boleh kita lihat bendungan kami hanya terbuat dari karungan yang diisi pasir. Itu hanya bendungan manual, ala kadarnya. Tapi itu saja mampu mengalirkan listrik di satu desa. SDA kami masih melimpah, walau kemarau, aliran sungai tidak pernah kering," katanya.

Senada, warga Desa Tepian Terap, Tarijo mengatakan sikap gotong royong seluruh warga desa membawa berkah bagi penduduknya. Nyaris tidak disentuh PLN, bukan tidak mungkin Desa Tepian Terap memiliki listrik sendiri. Meski sempat merasakan mahalnya biaya genset, namun sekarang hanya membayar 100 ribu rupiah, dan menikmati listrik 24 jam.

"Saya pernah habis jutaan rupiah untuk beli solar mesin dompeng. Hasilnya bangkrut, begitu PLMH jadi, 24 jam listrik ini tidak pernah mati, syaratnya hanya retribusi murah. Saya berharap PLMH kami bisa dikembangkan lagi, dan saya berterimakasih pada Pemdes untuk inovasi ini," ujarnya. (YV/N-2)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya