Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
SEBELAS warga diketahui mengonsumsi daging sapi antraks yang mengakibatkan 3 orang meninggal di Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul Provinsi DI Yogyakarta. Laporan tersebut berdasarkan pengambilan sampel darah oleh PHEOC Timker surveilans, Dinas Kesehatan DI Yogyakarta dan dikoordinasikan dengan Timker Zoonosis.
"Terdapat 11 orang yang mengonsumsi daging sapi Bapak S dan semuanya sudah dilakukan pengambilan sampel darah," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu, Selasa (4/7).
Setelah dilakukan penelitian epidemilogi dilporkan adanya 2 kematian karena mengonsumsi daging sapi terkontaminasi antraks yakni WP, 73, AS, 78, dan satu orang masih belum dikonfirmasi oleh Kemenkes. Kronologi awal terjadi pada 22 Mei 2023 sapi bapak S mati kemudian dipotong dan dibagikan kepada warga untuk dikonsumsi. Kasus ikut menyembelih dan mengonsumsi dagingnya.
Baca juga : Pemda Gunungkidul Kembali Lacak Antraks usai Ada Warga Terjangkit
Pada 29 Mei 2023 pengkonsumsi daging sapi antraks mengalami demam, pusing, dan batuk. Sempat dirawat di RS Panti Rahayu dan dirujuk ke RSUP Sardjito, dan pada 4 Juni 2023 meninggal dunia.
Baca juga : Penyakit Zoonosis Diprediksi akan Terus Meningkat, Ini 7 Aspek yang Perlu Diketahui
Adapun gejala yang ditimbulkan antara lain demam, pusing, batuk, kaku leher bagian belakang, perut bengkak, hingga pembengkakan kelenjar.
"Tindakan yang sudah dilakukan yakni penyelidikan epidemiologi, pengobatan, pengambilan dan pemeriksaan spesimen. Serta tindakan yang diyakini perlu dilakukan yakni lakukan surveilans aktif pada manusia dan hewan kemudian koordinasi dengan dinas peternakan serta pelacakan kasus tambahan," ujarnya.
Kasus antraks di Kabupaten Gunungkidul bukan kali pertama, pada 2020 kasus serupa juga pernah terjadi. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Prof. drh. R. Wasito menjelaskan bakteri yang menyebabkan antraks bisa bertahan lama di suatu daerah sehingga itu bisa menjadi penyebab kasus serupa muncul kembali.
"Di suatu daerah/wilayah yang hewan-hewannya pernah terkena wabah antraks, maka bakteri akan dapat membentuk spora yang dapat hidup lama, mungkin puluhan tahun di lingkungan tersebut dan sewaktu-waktu jika kondisi Lingkungan memungkinkan akan dapat menginfeksi hewan yang peka (mudah) terinfeksi," jelasnya.
Bahkan, spora yang ikut terbawa bersama makanan misalnya rumput ke tempat lain yang baru dapat menularkan antraks pada hewan yang peka. Hewan yang peka tertular antraks, antara lain sapi, kerbau, kambing dan domba, juga kuda dan babi.
Ia menjelaskan bahwa munculnya antraks pada hewan karena bakteri bacillus anthracis. Manusia dapat tertular antraks lewat udara pernapasan, makanan/minuman dan luka terbuka pada kulit yang terkontaminasi spora. Bacillus anthracis dalam bentuk spora dapat tahan lama mungkin puluhan tahun hidup di lingkungan. (Z-8)
DUA ternak di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mati dan diduga terjangkit antraks.
Daerah Istimewa Yogyakarta terus meningkatkan edukasi kepada masyarakat utamanya kalangan peternak dan menggencarkan vaksinasi ternak.
Tim Ditjen PKH melakukan disinfeksi kandang dan lingkungan, penyuntikan antibiotik profilaksis, serta pemberian obat dan vitamin kepada ternak yang berada di zona merah.
Untuk memperkuat respons lintas sektor, Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul juga akan menerbitkan Surat Edaran (SE) Bupati tentang kewaspadaan terhadap antraks.
Kementan bersama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunung Kidul secara cepat menangani kasus antraks yang menyerang hewan ternak di tiga kelurahan di Gunung Kidul.
Kasus ini muncul di Kalurahan Tileng, Kecamatan Girisubo dan Kalurahan Bohol, Kapanewon Rongkop.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved