Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
TAK ada sesi wawancara, tak ada kejar mengejar narasumber. Menulis naskah berita pun ditinggalkan dulu.
Hari itu, Senin (10/4), para pewarta di Kota Bandung fokus untuk mendapat siraman rohani dari pengurus pondok pesantren. Pewarta yang tergabung Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat ini mengikuti kegiatan bertajuk Jurnalis Nyantri.
Acara berlangsung di Pondok Pesantren Ulul Albab di Bojong Koneng, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Disana, para pewarta televisi yang sehari-hari sibuk dengan aktivitas jurnalistik harus meninggalkan dulu kesibukannya. Mereka berbaur dengan para santri mengikuti aktivitas yang biasa dilakukan di pondok pesantren.
Pembekalan keagamaan jadi fokus utama dari kegiatan ini. Seluruh anggota IJTI Jabar yang hadir mendapat transfer pengetahuan dari para ustaz di Ponpes Ulul Albab.
Ketua IJTI Jawa Barat Iqwan Sabba Romli mengatakan, tahun ini merupakan yang ketigakalinya Jurnalis Nyantri diselenggarakan. Kegiatan ini diselenggarakan demi memberikan warna baru dalam kehidupan sehari-hari seorang jurnalis sekaligus ajang memoles diri di bulan yang suci.
"Ini kegiatan rutin IJTI Jabar. Sekarang Jurnalis Nyantri ketiga, Kenapa nyantri? Karena teman-teman jurnalis setiap hari selalu berkutat dengan kegiatan kejurnalistikan," kata Iqwan.
Pada Ramadan, lanjut dia, para jurnalis memanfaatkan waktu satu hari di ponpes untuk mengaji, memberikan nilai manfaat dengan mencari ilmu keagamaan bersama santri. "Intinya menempa ilmu agama," lanjut dia.
Pelatihan jurnalistik
Namun, di hari yang sama, IJTI Jabar juga turut memberikan pengetahuan soal jurnalistik kepada santri di Ponpes Ulul Albab. Santri-santri disana diajarkan cara bagaimana menjadi seorang jurnalis, mengambil gambar hingga menulis naskah berita.
"Kami bukan cuma menimba ilmu untuk jurnalis tapi kita juga mentransfer ilmu jurnalistik kepada para santri, memberikan pemahaman bagaimana cara mengambil gambar. Menjadikan sebuah informasi itu pemberitaan yang baik, dan menjadi seorang jurnalis yang baik kepada santri," jelasnya.
Selain itu, IJTI Jabar juga turut mengampanyekan pentingnya budaya literasi kepada santri di era digitalisasi informasi.
Menurut Iqwan, kalangan santri kerap dilupakan soal pemahaman digital, karena itulah, IJTI hadir.
"Kita juga memberikan ilmu literasi informasi dan digital. Sekarang era disrupsi informasi. Santri harus paham apa itu literasi informasi yang kerap dibelakangkan di bidang ini. Makanya kita hadir untuk memberikan literasi ini," ujar Iqwan.
Sementara itu Syahrul Ramdani Pengurus Ponpes Ulul Albab mengungkapkan kehadiran para jurnalis begitu disambut antusias santri. Sebab ini jadi pengalaman pertama para santri bisa tahu secara langsung proses pembuatan berita.
"Dari awal begitu antusias dari para santri dan jadi pengalaman baru terkait bagaimana dari awal pembuatan berita dan aturannya sebagai jurnalis dan ternyata anak-anak jadi tahu, tidak semudah yang dipikirkan (membuat berita)," kata Syahrul.
Menurutnya sebanyak 186 santri yang ada tampak semangat mengetahui dunia jurnalistik. Selain mendapat pengalaman baru, santri-santri juga banyak mendapat informasi tambahan yang selama ini tidak pernah diketahui.
"Karena keterbatasan sarana sehingga informasi yang didapat jadi kurang sehingga kedatangan jurnalis memberikan ilmu banyak sehingga membantu kami memahami segala sesuatu yang tidak kami ketahui," ucapnya.
Di tempat yang sama Kabid IKP Diskominfo Jabar Faiz Rahman menambahkan, apa yang dilakukan IJTI Jabar ini adalah hal positif yang tidak banyak dilakukan oleh organisasi profesi. Sebab, transfer knowledge melalui kegiatan Jurnalis Nyantri ini begitu berdampak langsung kepada masyarakat.
"Knowledge yang ditransfer ini seputar jurnalisme dan sebaliknya dengan Jurnalis Nyantri ini secara nilai dari pesantren memberikan efek sebaliknya, mewarnai nilai organisasi bahwa IJTI Jabar mengedepankan asas kebermanfaatan kepada masyarakat dan ini jarang ditemui di sebuah organisasi profesi, outputnya langsung kepada masyarakat," tandas Faiz. (N-2)
Pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu atau sekadar menjadi pintar. Yang terpenting adalah menjaga akhlak generasi muda.
KETUA Bidang Pondok Pesantren dan Majelis Taklim Pengurus Pusat GP Ansor, Nur Faizin mendukung gagasan tentang transformasi pendidikan pesantren.
Sementara Kuasa Hukum pelapor -- KDR -- Heru Lestarianto, Sabtu (31/5) menjelaskan aksi penganiayaan tersebut tersebut terjadi pada Februari lalu.
Dia juga membangun kedekatan emosional dengan semua santri agar mereka patuh, disiplin dan menjauhi hal negatif yang bisa merusak masa depan mereka.
Langkah konkret memperbaiki sekolah sekaligus minat belajar para santri ini, adalah bagian upaya besar Aice dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik bagi para siswa sekolah.
Santri dan pesantren dinilai sebagai salah satu komponen bangsa yang berkontrubusi dalam kemerdekan Indonesia sehingga harus diberikan kesempatan mengelola sumber daya alam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved