Rumah selebar enam meter yang bagian depannya tampak seragam itu tampak asri. Pembedanya hanya ornamen di halaman. Sebagian penghuni menempatkan rumput gajah di halamannya sehingga berkesan minimalis.
Namun, Wahidin memilih menempatkan pot berisi aneka tanaman keladi serta berbagai ukuran janda bolong di muka rumahnya. Selasa(7/2) sore, usai memandori anak buahnya memperbaiki rumah tetangganya, Wahidin menyiram pot-pot itu sembari bercengkrama dengan Mei, sang istri yang sibuk menyuapi anaknya yang masih balita.
Di muka rumah, di jalanan berlapis paving blok selebar empat meter, anak-anak berlarian dengan wajah berbalut bedak, sebagian tipis namun ada pula yang tebal. Sungguh senja yang sangat khas di perumahan baru yang dihuni kalangan usia produktif.
Sambil menyiram dan mencabuti rumput-rumput liar di pot tanamannya, Wahidin berkisah, sejak lima belas tahun ia mencari nafkah sebagai tukang bangunan hingga sekitar lima tahun lalu ia naik pangkat sebagai mandor. Berkah lainnya, sejak 2021, dari semula silih berganti membangun atau merenovasi rumah orang lain, kini ia mempunyai rumah sendiri di Perumahan Mutiara Maja, Curug Badag, Maja, Kabupaten Lebak, Banten. Bangunan itu yang kini menaungi Wahidin, Mei, dan anak-anaknya.
Wahidin memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Subsidi Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (KPR Subsidi BP2BT) yang disalurkan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau Bank BTN. Mengais rezeki sebagai pekerja informal, KPR Subsidi BP2BT menawarkan bunga tetap hingga 10 tahun, berubah dari yang sebelumnya hanya 2 tahun sehingga nilai cicilannya lebih terjangkau, termasuk ketika order tengah seret.
“Dulu kami ngontrak di Ciledug, Tangerang, Banten, sekitar 70 km dari sini. Saya mengajukan KPR dengan menyertakan pernyataan penghasilan yang ditandatangani di atas meterai dan diketahui kepala desa/lurah setempat karena saya termasuk pekerja segmen informal dengan penghasilan tidak tetap,” kata Wahidin.
Subsidi buat pekerja informal
Fasilitas KPR subsidi itu juga kemudian mengalirkan berkah berikutnya pada Wahidin dan keluarga. Kini ia tak perlu jauh-jauh mengawasi pembangunan proyek rumah atau kantor yang sebelumnya tersebar di Jabodetabek, seperti yang ia lakukan berbelas tahun sebelumnya. Saat ini tetangga-tetangganya di klaster rumah subsidi yang berlokasi itu silih berganti menggunakan jasanya untuk melakukan perbaikan-perbaikan ringan sebelum rumah mereka dihuni.
Wahidin dan sebagian tetangganya termasuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mendapat fasilitas KPR Subsidi BP2BT dari pemerintah itu telah mempunyai tabungan dalam rangka pemenuhan sebagian uang muka perolehan rumah. Fasilitas serupa juga diberikan pada MBR yang memiliki sebagian dana untuk pembangunan rumah swadaya melalui kredit atau pembiayaan bank pelaksana. Dana BP2BT dari pemerintah diberikan satu kali untuk pembayaran uang muka. Besaran dana BP2BT ditentukan dari penghasilan dan nilai rumah, maksimal Rp32,4 juta dan minimal Rp21,4 juta. Besaran uang muka yang diberikan subsidi minimal 20% dan paling banyak 50%, sedangkan yang disediakan penerima sebanyak 5%.
"KPR kami di sini rata-rata sama, sekitar Rp1.070.000 selama 15 tahun, selama ini Alhamdulillah lancar dibayar karena silih berganti order masuk," ujar Wahidintentang cicilan KPR rumah berukuran 27 meter dengan dua kamar yang berdiri di atas lahan 60 meter miliknya yang akadnya ia tandatangani pada akhir Januari 2021 lalu.
Pekerja lepas juga bisa punya rumah
Kisah tentang hunian subsidi yang menjadi rumah pertama sekaligus medium yang mendatangkan rezeki juga diceritakan Michael,32, dan Sylvia,24, tetangga Wahidin. Keduanya kini sama-sama menjalani karir pekerja informal sebagai agen properti. Dipertemukan oleh aplikasi pemesananan makanan daring, ketika Sylvia bekerja sebagai kasir sebuah kios martabak dan Michael menjadi pengemudi ojek, keduanya menikah setahun lalu.
Ketika KPR atas nama Sylvia disetujui, mereka langsung pindah ke rumah yang didepannya dipasang plang besi bertuliskan KPR Bersubsidi itu. "Saya jadi ojek sekitar 4-5 tahun dan karena teman-teman saya banyak di properti, saya kemudian yakin bisa merubah nasib dengan menjadi agen. Sekarang kami lebih banyak berjualan pakai Instagram, Facebook dan YouTube dengan konten yang dibuat sendiri," kata Michael.
Berjualan lewat digital dengan menyasar anak-anak muda juga pasangan yang baru menikah, Michael dan Sylvia yang telah berpindah kerja di agen properti di Karawaci, Tangerang, juga menjadi nasabah KPR BTN. "Nggak ada yang ribet selama persyaratan dipenuhi dan pastinya cicilannya terjangkau oleh mereka yang baru merintis karir dan belum pernah memiliki rumah sebelumnya," kata Michael yang seperti para tetangganya di Orion, menandatangani akad di BTN Kantor Cabang Ruko BSD, Sektor 7, Jalan Serpong Raya, Lengkong Wetan, Tangerang Selatan, Banten.
Jalan digital yang mereka tempuh, kata Sylvia, membuat mereka bertahan bahkan meraup pertumbuhan pendapatan di masa pandemi. "Karena kebutuhan rumah akan ada terus, tidak bisa ditunda dan kesadaran para milenial juga semakin baik," ujar Sylvia yang merekomendasikan para milenial pencari rumah subsidi berpatokan mencari perumahan berkonsep Transit Oriented Development (TOD). Pasalnya, lokasi rumah dengan fasilitas subsidi bagi mereka yang berkriteria MBR lazimnya berada di pinggiran kota sehingga prospeknya sangat bergantung pada fasilitas transportasi umum. "Misalnya di perumahan ini, para penghuni bisa pakai motor kurang dari lima menit sudah sampai ke Stasiun Maja dan dilanjutkan ke Stasiun Tanah Abang selama 90 menit. Cari tahu juga prospeknya apakah akan ada jalan tol, riset juga mengenai developernya," lanjut Sylvia. (X-16)