Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Menelusuri Masa Kecil Tito Karnavian di Palembang

Dwi Apriani
16/6/2016 22:49
Menelusuri Masa Kecil Tito Karnavian di Palembang
(MI/DWI APRIANI)

LORONG Sungai Sawah 1, Jalan PSI Kenayan, Tangga Buntung, Palembang, Sumatra Selatan, merupakan rumah tinggal Tito Karnavian, calon tunggal Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri) pilihan Presiden Joko Widodo.

Saat menyambangi rumah tersebut, Media Indonesia mendapat sambutan hangat dari kedua orangtua Komisaris Jenderal Tito Karnavian. Mereka ialah H Achmad Saleh dan Hj Supriatini. Mereka pun mengajak duduk santai di ruang tamu rumahnya.

Keduanya sangat terbuka dan terus menceritakan keseharian di masa kecil Tito dari foto-foto yang terpajang di rumah tersebut. Achmad Saleh, ayah kandung Tito, mengungkapkan, putranya itu menghabiskan masa kecil di rumah tersebut.
Sejak tersiarnya kabar bahagia itu, telepon seluler milik Achmad Saleh dan istrinya itu diakuinya tidak berhenti berdering.

"Sanak kerabat semua tidak berhenti menelepon. Mereka yang pertama memberitahu saya, Tito menjadi calon tunggal Kapolri. Saya sudah plong (lega) sekarang, mudah-mudahan Allah menunjukkan yang terbaik," kata dia.

Achmad pun menuturkan bahwa terakhir kali bertemu dengan putra keduanya itu pada saat Tito menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Melihat potensi yang ada pada diri Tito, Achmad selalu berpesan kepada sang putra agar tetap bersemangat dan terus berdoa agar diberi kelancaran oleh Allah SWT atas amanah apa pun yang dibebankan.

"Tito memang sejak kecil menerapkan hidup disiplin. Saat Tito mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah, tugas itu akan diselesaikan sampai tuntas. Kalau sekolah, penampilannya biasa saja, tapi kalau ada tugas dari sekolah, langsung dikerjakan, bahkan jika ada seorang teman yang mengajak bermain, akan diacuhkannya," jelasnya.

Sikap disiplin itu berdasar dari kemauan Tito sendiri. Namun, kata Achmad, karena tugas yang dijalani selama ini, Tito jarang berkomunikasi dengan keluarga. "Tapi saat dia menghubungi kami, yang pertama ditanya adalah bagaimana kesehatan kami (keluarganya). Kami sadar atas kesibukannya, tapi dia masih berikan perhatian," ungkap dia.

Diakui Achmad, dirinya sama sekali tak menyangka karier putranya akan terus berlanjut hingga saat ini. Saat Tito ditugaskan ke Papua, ia mengaku cemas karena jauh dari pengawasannya.

"Saya benar benar khawatir saat dia ditugaskan di Papua. Apalagi di Papua, Tito melakukan penyerangan para pemberontak melalui udara. Ini jelas berbeda saat Tito menangkap dr Azhari dan Nordin M Top, saat menangangi kasus ini, saya malah tidak khawatir," beber Achmad.

Supriatini pun menambahkan, sejak kecil Tito telah menunjukkan diri sebagai pemimpin. Kalau tengah bermain, tidak pernah mau kalah, dan paling senang untuk tampil di depan. "Yang saya lihat dia itu tidak pernah mau kalah, selalu ingin tampil di depan, dan ramah kepada semua orang terutama para tetangga sekitar sini," jelasnya.

Diakuinya, saat Tito duduk di bangku di SD Xaverius dan SMP Xaverius 2 terus mendapatkan prestasi, peringkat satu atau dua. Berlanjut saat sekolah di SMA 2 Palembang.

Adapun di lokasi berbeda, yakni di Jalan Sambu No 36 RT 02 RW 1 Palembang, merupakan rumah tinggal ibu kandung Tito, Hj Kordiah.

Media Indonesia pun juga diterima baik saat bertandang ke rumah itu. Sang empunya rumah, Kordiah, pun langsung menceritakan perihal anaknya dengan sangat bersemangat. Kordiah semasa muda ialah bidan di Puskesmas Karang Anyar, tidak jauh dari rumahnya.

Ia juga tak menyangka anak kandungnya itu menjadi calon Kapolri. "Semoga terwujud. Saya setuju dan selalu mendoakannya," kata dia.

Diaku sang ibunda, Tito ialah anak yang lebih cepat tanggap ketimbang teman-temannya yang lain, selalu fokus setiap mendengarkan penjelasan guru di kelas. Tito selalu mendapat peringkat satu setiap di kelas.

"Dulu itu banyak ibu-ibu dari teman Tito datang untuk meminta resep supaya punya anak yang cerdas. Bahkan guru Tito pun juga datang. Padahal, Tito sama saja dengan anak yang lain," ungkap Kordiah.

Kordiah menjelaskan, setelah menamatkan sekolah di SMA Negeri 2 Palembang, Tito melanjutkan rencana sekolah ke Jakarta. Tito memilih mengikuti tes Hubungan Internasional dan Kedokteran Universitas Indonesia. Semuanya dinyatakan lulus.

"Saya kan bidan, dulu saya sarankan ambil kedokteran, tetapi dia malah berkata nanti ibu keluar uang banyak untuk biaya. Tito tidak mau dia jadi beban," ujar Kordiah.

Tito kemudian memilih ikut pendaftaran Akabri. Pilihan ini tidak salah, Tito mendapat penghargaan Adi Makayasa sebagai lulusan terbaik. Ia mengakui, sejak Tito menjadi polisi maka pertemuan dengan anaknya semakin jarang.

Komunikasi sering melalui telepon, hanya sesekali Kordiah menjenguk anaknya di Jakarta. Meski sibuk, Tito tetap meluangkan waktu untuk kembali ke Palembang setiap Idul Fitri. Walau hanya semalam, ia akan menemui dan menikmati makanan ibunya.

"Pindang kepala ikan tapa merupakan makanan kesukaan Tito. Kalau ketemu menu ini, Tito bakal tambah. Tito selalu mau masakan saya. Tito pernah mengajak saya tinggal di Jakarta, tapi saya tolak karena rumah yang enak ditempati adalah di Palembang. Yang jelas atas prestasi Tito ini, saya sangat bangga sebagai ibu," tandasnya. (DW/OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya