Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Bijak Hadapi Kenaikan Harga

Cikwan Suwandi
07/6/2016 03:00
Bijak Hadapi Kenaikan Harga
(ANTARA/Teresia May)

MASIH tingginya harga daging sapi dan ayam potong di sejumlah daerah disikapi bijaksana oleh sejumlah masyarakat dengan sejumlah cara.

Warga Desa Wadas, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Nurhayati, 48, misalnya, mengaku masih bisa mengonsumsi daging sapi sesuai dengan bujet yang dimiliki.

"Kalau biasanya harga Rp120 ribu per kg untuk daging murni, saya paling beli Rp 100 ribu per kg yang dicampur dengan tulang," ungkapnya kepada Media Indonesia, kemarin.

Sementara itu, dalam mengakali harga daging ayam, ia mengaku hanya memilih satu jenis bagian saja, dengan dicampur bagian dada atau langsung membelinya di peternak.

"Kalau beli, cekernya saja atau dicampur dada dan sayap ayam, itu bisa saya hemat dengan harga Rp25 ribu per kg," jelasnya.

Tak jarang, Nurhayati membeli langsung ayam hidup dari peternak dengan harga Rp28 ribu per ekor, untuk menyiasati mahalnya harga ayam yang kini telah mencapai Rp42 ribu per kg.

Langkah lain dilakukan oleh warga Kupang, Nusa Tenggara Timur, dengan membatasi pengeluaran belanja.

"Jika 1 kilogram bawang merah harganya Rp45 ribu, kita masih bisa membeli satu kumpul bawang merah seharga Rp10 ribu dari pedagang," ujar Marta.

Cara seperti itu tidak hanya meringankan konsumen, tapi juga menguntungkan pedagang karena barangnya cepat habis dan tidak membusuk.

Konsumen lainnya, Lydia, warga Kelurahan Oebo, mengaku membeli bawang, cabai, atau kentang dalam ukuran terkecil seharga Rp5.000 atau Rp10.000.

"Pedagang juga bersedia menjual barang dagangannya dalam ukuran kecil sehingga bisa laku terjual," kata dia.

Pengusaha UKM nuget, Rita, mengaku tidak lagi mencampurkan wortel dalam pembuatan nuget lantaran harga sayuran itu terus naik hingga berkali-kali lipat.

Warga Kelurahan Banjar Serasan, Pontianak, Kalimantan Barat, itu terpaksa mengganti putih telur dengan kanji yang dikukus dalam adonan nuget.

"Wortel biasa cuma Rp10 ribu per kilogram, sekarang sudah naik lagi menjadi Rp50 ribu per kilogram. Pembeli maunya harga nuget tetap malah kalau bisa lebih murah lagi. Kalau kami naikkan harga, bisa-bisa tidak laku," ujarnya.

Nuget lele bikinan kelompok Rita dijual seharga Rp70 ribu per kg. Mereka juga memproduksi nuget dari ikan laut dan udang, serta pangsit.

Beralih ke ikan

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Karawang Abdul Azi meminta masyarakat untuk tidak terlalu panik dengan kenaikan harga daging.

Kondisi itu seharusnya justru jadi momentum untuk mengubah kebiasaan konsumsi daging dengan ikan.

"Kita selalu sosialisasikan tentang daging ini bukan hal yang menjadi ketergantungan, kita bisa menggantinya dengan ikan," katanya.

Senada, Kepala Dinas Pertanian DIY Sasongko meminta masyarakat tidak panik dengan harga beberapa harga kebutuhan yang naik.

Di sisi lain, ia juga mengingatkan pedagang untuk tidak menaikkan harga seenaknya.

"Mahalnya harga saat ini terjadi akibat mekanisme pasar. Permintaan telur dan gula pasir yang tinggi diperkirakan hanya terjadi sesaat," jelasnya.

Dari Indramayu, dilaporkan, tingginya harga gabah saat panen musim rendeng (penghujan) selama dua bulan terakhir membuat transaksi tebus emas meningkat.

"Penebusan gadai seusai musim panen rendeng memang sangat meningkat," kata Manajer Pegadaian Cabang Indramayu, Lilies Sulistiyawati. (PO/AR/AT/UL/N-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya