Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
MESKI sudah ada larangan buang sampah sembarangan dari pemerintahdan imbauan penggunaan kemasan daur ulang, faktanya masih banyak sampah plastik di Indonesia, terutama di perairan seperti sungai dan pantai. Salah satu perairan yang banyak dijumpai sampah adalah DKI Jakarta dan Bali.
Menurut laporan organisasi nirlaba di Bali, Sungai Watch yang bertajuk River Plastic Report 001, ada 5,2 juta ton sampah plastik yang terkumpul dalam kurun waktu dua bulan (Agustus-September 2020) melalui aksi bersih-bersih sampah di 8 lokasi di Bali.
Dalam laporan itu juga disebutkan ada begitu banyak sampah plastik yang berupa botol plastik, sedotan, kantong kresek, kemasan saset, gelas plastik, ban, sendal, kertas dan kartus, styrofoam, dan plastik keras jenis HDPE.
"Kami sungguh meyakini kekuatan data untuk memulai sebuah percakapan dengan korporasi (terkait kewajiban lanjutan mereka sebagai produsen), distributor, pemerintah, dan konsumen," kata Gary Bencheghib, inisiator Sungai Watch dalam pengantar laporannya.
Laporan Sungai Watch itu kata dia sejatinya berawal dari sebuah persoalan membanjirnya sampah plastik di perairan Tanah Air. Indonesia bahkan disebut sebagai penghasilan sampah plastik terbesar kedua di dunia, setelah Tiongkok.
Dalam catatan Bank Dunia, sekitar 187 juta orang Indonesia yang tinggal dalam radius 50 kilometer dari pesisir menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik setiap tahun. Hampir separuh dari sampah plastik itu berakhir di perairan laut.
Tapi di Bali, urusan jadi lebih pelik. Karena kawasan ini identik dengan turisme.
Kawasan pantai yang seharusnya bersih, indah, dan nyaman, belakangan penuh sampah plastik. (Ant/A-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved