Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
HUBUNGAN toleransi di Papua secara umum dinilai sudah cukup baik. Hal ini terjadi lantaran Bumi Cendrawasih telah mengalami proses kepemimpinan dari suku, kerajaan dan akhirnya masuk dalam kepemimpinan resmi NKRI, sehingga tiga masa kepemimpinan itu sudah terbentuk lebih moderat kepada hal-hal yang datangnya dari luar.
Salah satu tokoh agama Papua, Safar Furuada mengatakan, nilai budaya tradisi Papua telah tertanam turun-temurun.
“Ada suatu anggapan atau semboyan yang menyatakan bahwa sebenarnya saudara kami dari Nusantara yang datang ke Papua, mereka pada hakekatnya bukanlah pendatang, melainkan anak-anak negeri yang ada di sini dulunya, mereka keluar dan saat ini kembali," Safar dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis (29/7).
"Sehingga karakter itu membuat kami cepat membuka diri untuk menerima kembali saudara-saudara kami. Di saat yang sama orang Kaimana terutama, menyebut pulau Papua itu sebagai Nuar atau Nu Eva (pulau Ibu) yang melahirkan pulau-pulau yang lain," sambung dia.
Safar mengatakan, secara umum hubungan toleransi di Papua sudah cukup baik. Begitu juga dengan kehidupan sosial antar suku, agama dan golongan.
“Bahkan kadang-kadang mereka tersinggung kalau hajat mendirikan bangunan mereka tidak diundang. Karena mereka satu persaudaraan seperti tercermin dalam semboyan -satu tungku tiga batu- yang sudah mandarah daging dalam masyarakat Papua," kata dia.
Menurut dia, ada ungkapan yang mengatakan bahwa kalau mau belajar toleransi, belajarlah pada masyarakat Papua. Karena di Papua telah mempraktekkan toleransi yang riil yang tidak dimuat dalam buku-buku.
“Rasa kebangsaan, jiwa memiliki negara ini telah terpatri sejak awal karena kami bagian dari negara ini yang secara adat kami telah mengalami kebersamaan yang kuat. Karena itu dengan kedatangan saudara kami ke Papua justru menambah semangat kebangsan (wathaniyah) dan juga membantu semangat dakwah di tanah Papua dengan menjalin hubungan yang baik dengan umat agama lain," tutur Safar.
Baca juga: Paulinho Gunakan Selebrasi Gol untuk Angkat Masalah Intoleransi Agama
Karena itu, adanya Otsus jilid II kami berharap menambah gairah, semangat membangun di wilayah timur Indonesia. Terutama, pembangunan dalam bidang keagamaan.
"Kita berharap Papua menjadi barometer toleransi dan Indonesia menjadi negeri yang Makmur dan sejahtera," tambahnya.
Selain Safar, Tokoh Agama lainnya Idrus Al Hamid mengatakan, perjumpaan agama-agama di Papua selama ini telah melahirkan harmoni dan kebersamaan serta toleransi yang cukup baik. Dengan memahami adanya masyarakat Papua yang memiliki topografi yang berbeda-beda, Ia optimis dengan kearifan lokal masing-masing, masyarakat Papua mampu membangun kehidupan yang penuh toleran.
“Keberadaan agama justru menjadi bagian yang tidak menjadi pembeda. Bahkan dalam beberapa hal, kegiatan keagamaan dijadikan sebagai kegiatan bersama walaupun berbeda-beda agama.” ujar dia.
Idrus mengakui, memang terkadang terjadi gesekan antata masyarakat adat dan metropolis, antara pribumi denga perantau, dan politisasi identitas. Namun, Ia telah merintis pencanangan zona integritas kerukunan umat beragama, membangun inter-religius diaof dan melakukan penguatan toleransi berbasis kearifan lokal.
“Hal yang terpenting jangan menyakiti jika tidak ingin disakiti. Pahamilah bahwa manusia adalah sumber peradaban," kata dia dalam acara seminar daring internasional bertajuk Tolerance in Indonesia (Papua) and Morocca: Experience perspective.
Kegiatan Webinar International yang live di Channel Youtube INC TV dan NU Channel pada 28/07 menghadirkan Prof Dr Khalid Touzani (cendekiawan Moder Maroko, Penulis Buku Toleransi Antar Agama, Peraih Nobel Syekh Sidi al Mukhtar al Kunti For Global Culture, Direktur of Marocan Center for Cultre Investment, dan angggota Liga Arab).
Selain itu juga ada Prof Dr H Idrus Al Hamid, MSi (Rektor dan Guru Besar IAIN Fattahul Muluk Papua, Dr Muhammad Shofin Sugito (akademisi UIN Maulana Hasanudin Banten), dan Dr Alvian Iqbal Zahasfan (host). (R-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved